Perbedaan pandangan dalam dukungan pada calon-calon presiden antara tokoh dengan partainya memang jadi hal menarik bagi sejumlah pihak. Hal itu dikaitkan dengan lebih besar mana antara pengaruh partai atau pengaruh tokoh dalam mendulang suara untuk para capres dalam pilpres 9 Juli nanti.
Diumumkannya Mahfud MD yang merapat ke Partai Gerindra dan koalisinya menambah daftar sejumlah tokoh elite partai atau tokoh yang diidentikan dengan partai tertentu yang merubah haluan bahkan "membelot" dari partainya dalam hal dukungan terhadap para capres-cawapres di pemilu kali ini.
Dari sejumlah daftar tokoh tersebut, ada yang telah secara resmi diumumkan "bersebrangan" dengan partainya dan ada pula yang dikabarkan membelot dari partai yang telah identik dengannya. Tentu itu akan mempengaruhi dukungan dari para simpatisan partai-partai pada capres yang dijagokannya.
Tokoh-tokoh yang baik telah resmi ataupun dikabarkan bersebrangan dengan partainya adalah seperti Jusuf Kalla dengan Golkar, Mahfud MD, Rhoma Irama dan Ketua PBNU dengan PKB dan Hari Tanoe dengan Hanura. Tidak dipungkiri jika "pesona" para tokoh-tokoh tersebut memberi efek tersendiri terhadap perolehan suara bagi partainya masing-masing di pileg lalu. Terlebih beberapa diantaranya sempat digadang-gadang sebagai daftar nama-nama capres-cawapres yang diakan dimajukan oleh partai-partainya dalam pilpres mendatang, walau kenyataannya mereka harus gagal sebelum waktunya.
Ketua PBNU, KH Said Aqil Siradj telah menyatakan dukungan secara pribadi kepada Capres Prabowo Subianto. Meski beliau bukanlah elite partai, namun sudah bukan rahasia lagi jika ormas yang dipimpinnya merupakan lumbung suara utama bagi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang telah resmi bermitra dan mendukung Capres dari Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P), Joko Widodo. Sedikit banyaknya sikap KH Said Aqil diperkirakan akan mempengaruhi warga dan simpatisan NU dalam pemilihan presiden nanti. Terlebih adanya kenyataan jika pengaruh tokoh-tokoh NU sangat besar bagi warga Nahdliyin, terlebih setelah dinyatakan secara resmi oleh Capres dari Gerindra jika salah satu tokoh PKB yang juga tokoh NU, Mahfud MD bergabung dengannya. Tentu kedua tokoh tersebut, dengan posisinya masing dapat memberi pengaruh terhadap suara dari kalangan NU terhadap PKB dan partai-partai mitranya yang mengusung Jokowi, walau tidak menutup kemungkinan warga dan simpatisan NU tetap setia dengan PKB dan mengikuti haluan politik PKB.
Nama lain yang juga secara resmi berbeda haluan dengan partainya adalah Mantan Wapres, Jusuf Kalla dengan Partai Golongan Karya (Golkar). JK yang sudah bertahun-tahun duduk dan telah menjadi salah satu tokoh besar Golkar telah secara pasti terdaftar sebagai Cawapres dari poros PDI-P mendampingi Jokowi. Sedangkan, partainya secara resmi berkoalisi dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mengusung Prabowo sebagi Capres. Tampilnya Jusuf Kalla sebagai Cawapres mendampingi Jokowi disebut-sebut bisa menggembosi dukungan untuk Prabowo-Hatta dari Partai Golkar. Terlebih jika mengingat prestasi JK, baik didalam maupun diluar dunia politik membuat beliau berpotensi besar dapat memecah dukungan kader dan simpatisan Golkar bagi Capres yang diusung partai berlambang beringin tersebut.
Tokoh lain yang meski belum ada pernyataan resmi namun dikabarkan memilik perbedaan sikap dengan partainya adalah Hary Tanoesoedibjo (HT) yang sebelum disiapkan akan dimajukan sebagai cawapres dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mendamping capresnya yakni Wiranto. HT dikabarkan merapatkan dukungan kepada Prabowo Subianto, padalah partainya secara resmi masuk dalam koalisi PDI-P dan mitranya. Kabar tersebut dilontarkan oleh Waketum Gerindra, Fadli Zon. Jika kabar tersebut benar, mungkin saja bisa memecah suara bagi Jokowi dari simpatisan Hanura. Mengingat Hary Tanoe pernah dicalonkan sebagai cawapres Hanura, bisa saja hal itu yang menjadi salah satu pertimbangan para pemilih Hanura dalam pileg lalu. Atau dengan kata lain kemungkinan suara yang didulang Hanura dipileg sedikit banyaknya dipengaruhi oleh bos CEO MNC Group itu.
Serupa dengan HT yang dikabarkan membelot dari partainya, si Raja Dangdut Rhoma Irama pun disebut-sebut telah menarik dukungan dari partai yang sebelumnya ia perjuangkan dipileg lalu, PKB. Konon sikap Rhoma tersebut dilatar belakangi kekecewaan Rhoma atas sikap politik PKB yang berlabu pada Jokowi. Maka Rhoma Irama pun menarik dukungannya dari PKB dan merapat ke Poros Gerindra mendukung Prabowo. Lagi-lagi, pernyataan resmi memang belum terlontar dari bang haji, begitu biasa ia disapa. Sama seperti kabar HT, kabar Rhoma mendukung Prabowo diucapkan oleh Waketum Gerindra.
Entah nama-nama itu saja yang bersebrangan sikap dengan partainya atau mungkin akan ada lagi nama-nama berikutnya yang menyusul kedepannya. Yang pasti keunikan pemilu yang satu ini akan memberikan pengaruh khusus bagi para pemilih. Setidaknya dengan ada tokoh-tokoh yang "membelot" dari partainya, para simpatisan partai akan belajar berfikir dalam menentukan pilihannya di pilpres nanti, tidak hanya sekedar mengekor kepartai dan para elite-nya saja. Walau mungkin akan adanya perdebatan dikalangan simpatisan awam tentang masing-masing sikap perbedaan tersebut (antara partai dan tokoh-tokohnya).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H