Polemik dunia politik kini sedang mendera para elite dinegri ini. Perbicangan soal RUU Pilkada, yang salah satunya berisi usulan untuk menghapus pilkada langsung dan menggantinya dengan pilkada tak langsung atau dipilih oleh DPRD, seolah menjadi penerus jurang pemisah antar kelompok yang memang sudah terbelah sejak pilpres lalu.
Sejak mencuatnya usulan dari Koalisi Merha-Putih untuk meniadakan pilkada langsung, Koalisi pemenang pilpres terus menolak dan memperjuangkan agar usulan tersebut tidak disahkan. Jika dilihat memang sangat wajar Koalisi Jokowi-JK menolak usulan tersebut, selain alasan-alasan yang diuturakan oleh orang-orangnya, kenyataan bahwa saingan politik mereka, Koalisi Merah-Putih yang lebih besar sangat memungkinkan untuk mengusai seluruh posisi kepala daerah jika usulan tersebut disahkan.
Salah satu alasan Koalisi Merah-Putih mengajukan usulan tersebut ialah karena tingginya biaya yang dikeluarkan untuk mennyelenggarakan pilkada, juga rentannya kisruh yang terjadi didaerah-daerah terkait penyelenggaraan ataupun hasil dari pilkada.
Selain itu, diluar Koalisi Merha-Putih dan Koalisi Jokowi-JK adapula pendapat serupa terkait alasan dan dampak penghapusan pilkada langsung. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD jauh sebelum adanya pilpres dan dua kubu politik sekarang ini, pernah menyatakan harus adanya evaluasi terhadap pilkada. Mahfud mengaku pernah menyatakan itu disebuah seminar di Hotel Sultan pada 24 Januari 2012 yang dihadiri oleh Menko Polhukam, Ketua Bawaslu, Ketua KPU dan Dirjen.
Menurutnya, hasil dari seminar tersebut menyatakan sudah selayaknya jika pilkada dievaluasi karena banyaknya hal negatif dampak dari penyelengaraan pilkada. Bahkan beliaupun menyebutkan berdasarkan data-data pada saat masih menjabat sebagai Ketua MK, memang lebih banyak hal negatifnya ketimbang kebaikannya.
Bahkan Mahfud-pun menyatakan jika usulan tersebut cukup didukung, namun bedanya jika saat itu ada beberapa partai yang menolak namun kini mengajukan usulan tersebut. Bahkan dua Ormas Islam, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sepakat jika pilkada langsung lebih banyak mudharat (negatif). Penyataan tersebut seolah dibenarkan oleh Ketua Umum PBNU, Kiai Hasyim Muzadi pernah membuat pernyataan pada tahun 2009 yang mendukung penghapusan pilkada langsung.
Alasan Ketua Umum PBNU tersebut mendukung penghapusan pilkada langsung karena pilkada dinilai menumbuhkan pragmatisme yang menghancurkan tatanan sosial dimasyarakat. Menurut beliau, masyarakat lebih memilih cash and carry dalam berdemokrasi, menumbuhkankan sikap pragmatisme para politisi. Sehingga para politisi menganggap kewajiban mereka terhadap rakyat telah tuntas oleh cash and carry. Dan lebih jauh, pragmatisme yang berkembang akan mengakibatkan hilangnya sistem kontrol. Yakni sulitnya
menanamkan nilai-nilai kehidupan, entah norma agama ataupun kearifan lokal yang disebabkan oleh hilang "kepatuhan" masyarakat terhadap tokoh-tokoh mereka yang disebabkan oleh pragmatisme yang berkembang.
Serupa dengan Ketua Umum PBNU, Ketua Lembaga Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bachtiar Effendy pun pernah mendukung penghapusan pilkada langsung. Namun menurutnya, pilkada untuk pemilihan gubernurlah yang dihapuskan tetapi untuk pemilihan tingkat kota atau kabupaten masih diperlukan sesuai semangat otonomi daerah.
Selain itu dampak penghapusan pilkada langsung juga berdampak bagi lembaga-lembaga survei. Menurut Pengamat Politik Universitas Paramadina, Herdy Sahrasad mengatakan jika penghapusan pilkada langsung akan berdampat buruk bagi lembaga-lembaga survei. Dampak buruk yang dimaksud adalah anjloknya pendapatan lembaga-lembaga survei, karena itulah seluruh lembaga survei menolak penghapusan pilkada langsung.
*sumber:
- m.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/09/14/nbv6w8-muhammadiyah-dan-nu-mencatat-pilkada-langsung-lebih-mudharat
- m.tempo.co/read/news/2009/08/05/078190947/NU-dan-Muhammadiyah-Kompak-Pilkada-Langsung-Dihapus-Saja
- m.news.viva.co.id/news/read/537966-pengamat--pilkada-langsung-dihapus--omset-lembaga-survei-bisa-anjlok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H