Jurnalisme mengalami perubahan dari masa ke masa, tak terkecuali di dunia yang serba digital saat ini. Norma, praktik dan tujuan jurnalisme telah berubah. Menurut riset Reuters Institute for Study of Journalism (RISJ) yang bekerja sama dengan Green Templeton College Future of Work Programme, menunjukkan bahwa perubahan-perubahan praktik jurnalisme berdampak terhadap jurnalis, baik bagi jurnalis yang bekerja di perusahaan media, maupun jurnalis yang bekerja sebagai jurnalis lepas (freelance journalists).
Perubahan praktik jurnalisme
Jurnalisme telah mengalami perubahan, baik sebagai sebuah industri, maupun profesi. Saat ini, rekrutmen tenaga kerja di bidang jurnalistik bersifat lebih terbuka. Namun, di sisi yang lain, seorang calon jurnalis dituntut untuk memiliki keahlian lebih dari sekadar menulis atau memotret (multi-skill).
Menurut Karin Wahl-Jorgensen et al dalam artikelnya yang berjudul The Future of Journalism dalam Jurnal Journalism Studies volume 17 nomor 7 tahun 2016, terdapat istilah “fifth estate” yang merujuk pada jaringan penulis, secara khusus networked bloggers, yang berkontribusi melalui media alternatif dan memiliki peran terhadap pembaca, mengungkapkan berita-berita penting, memicu debat publik dan menjadi fasilitator bagi bentuk-bentuk akuntabilitas yang baru.
Salah satu platform blog skala kecil adalah Living Loving. Living Loving merupakan sebuah platform bagi orang-orang yang tertarik pada dunia dan gaya hidup kreatif sejak 2013. Selain sebuah platform blog, Living Loving juga menjadi fasilitator Living Loving Class (#LLclass) dan Afternoon Delight (#LLafternoondelight). Living Loving membuka peluang bagi pihak yang ingin berkolaborasi dengan menjadi sponsor dan pihak yang ingin berkontribusi untuk menulis di Living Loving.
Namun, pembaca masih memiliki partisipasi yang kurang. Penelitian menemukan bahwa kesempatan yang diberikan oleh perusahaan media di media sosial sangat terbatas bagi pembaca untuk menyusun berita dan menentukan agenda (set the agenda). Selain itu, perusahaan media juga didominasi oleh kepentingan politik individu atau kelompok tertentu.
Media massa kini berada di batas kabur antara: jurnalisme independen, public relations dan periklanan, serta alat propaganda aktor-aktor politik yang masuk ke dalamnya.
Selain pekerjaan, identitas jurnalis pun mengalami perubahan. Terdapat jarak (gap) antara jurnalis yang bekerja kepada perusahaan media dan jurnalis lepas yang kemudian mengaburkan identitas jurnalis.
Di era digital ini, pengumpulan berita (news gathering) mengalami perubahan, menjadi:
- Curative journalism, pengumpulan berita dari sumber lain dan ditempatkan di suatu tempat sehingga pembaca mendapatkan konten berita yang terspesifikasi. Salah satu contoh curative journalism adalah Beritagar.
- Hyper-localisation journalism, pelaporan berita dari wilayah lokal sehingga masyarakat juga dapat membuat konten. Jurnalisme tipe ini juga disebut citizen journalism. Salah satu contoh citizen journalism adalah NET CJ.
- Jurnalisme opini, yang subjektif terhadap fenomena yang dibahas.
- Jurnalisme kolaborasi, yaitu penggabungan sekumpulan informasi oleh beberapa orang dna menghasilkan sebuah berita.
- Jurnalisme sindikat, merupakan konten berita yang diterbitkan oleh sebuah agensi
- Jurnalisme lap dog, berarti jurnalisme yang cenderung mendukung pemerintah dan mengabaikan perannya sebagai kritik terhadap pemerintah (watch dog journalism).
Jurnalisme masa kini, dapat menjadi dua bilah mata pisau. Di satu sisi, pengguna dapat berpartisipasi dalam produksi konten berita, pun juga dapat menjadi jurnalis lepas yang terbebas dari ikatan perusahaan. Namun di sisi lain, jurnalisme pada era digital dapat membuat kita lupa akan peran jurnalisme sebagai salah satu pilar demokrasi, yaitu untuk menilik secara kritis mengenai suatu isu yang tengah terjadi di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H