Pendahuluan
Ya pasti kalian sudah tau, dalam beberapa tahun terakhir ini politik di Indonesia telah mengalami proses perubahan yang signifikan atau yang bisa kita tahu sangat loh, nah terutama berkat kehadiran media sosial ini sebagai alat utama untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Media sosial juga tidak hanya untuk mengubah cara para politisi untuk interaksi dengan publik, tetapi juga menciptakan tantangan yang baru dalam membangun citra politik untuk memengaruhi opini publik. Akhir akhir ini para anak Gen Z lebih aktif ke media sosial seperti Tiktok, Instagram, dan Twitter. Nah artikel ini bertujuan untuk menggambarkan suatu perubahan atau pergerakan pada komunikasi politik saat ini, dengan menjadikan peran media massa dan dampaknya terhadap opini publik dalam keputusan pemilihan. Disini kita akan mencari tahu cara media menyampaikan pesan politik dan pengaruhnya terhadap suatu pembentukan opini publik.
Pembahasan
Media Sosial sudah berkembang menjadi salah satu platform dominan dalam komunikasi politik di Indonesia. Bedasarkan data yang sudah tersedia dari We Are Social atau yang bisa di singkatkan menjadi WAS , di Indonesia saat ini sudah memiliki lebih dari 170 juta pengguna media sosial yang aktif dan menjadikannya sebagai salah satu negara yang dengan jumlah penggunaan terbanyak di dunia. Tapi ada ngga sih yang tidak menggunakan media sosial? Kemungkinan ada, tapi orang tua sekarang sudah aktif dalam bersosial media terutama penggunaan Facebook. Selain Facebook ada platform media apa saja? Ada Instagram, Twitter, dan TikTok tidak hanya untuk menjadi sarana interaksi sosial saja, tetapi juga menjadi salah satu sarana untuk menyebarkan informasi politik untuk membangun citra publik.
Biasanya politisi dan partai politik memanfaatkan media sosial sebagai penyampaian pesan mereka dengan secara langsung kepada masyarakat. Seperti partai Gerindra yang aktif komentar di aplikasi Tiktok, hal itu menjadi hiburan bagi warga warga sekitar. Politisi dan partai lain juga selalu merancang konten yang menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat, seperti video singkat, infografis, dan gambar yang menggugah emosi untuk menjadi perbincangan masyarakat setempat dan menjadi viral. Contohnya selama kampanye Pemilu 2024, banyak sekali politisi yang mengambil kesempatan untuk pendekatan kreatif melalui Tiktok untuk menjangkau masyarakat lebih mudah memilih dengan konten relevan dengan isu isu yang menarik. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa media sosial juga berfungsi bukan hanya sebagai saluran informasi saja tetapi juga menjadi alat pemasaran politik yang efektif dan relevan.
Sebagai pengguna platform media sosial, media massa juga memiliki kekuatan yang besar dalam sebuah bentuk opini publik. Seperti ketika adanya sebuah isu isu liputan luas di media, hal tersebut dapat mempengaruhi atau membuat cara pandang masyarakat terhadap isu-isu itu. Misalnya yaitu pemberitaan mengenai korupsi atau skandal politik dapat memicu sebuah reaksi kuat dari publik atau masyarakat dalam memengaruhi keputusan pemilih. Dalam konteks Pemilu 2024 ini, media berperan krusial dalam membentuk citra calon pemimpin melalui berita dan analisis rinci mengenai sebuah kebijakan mereka dalam memilih.
Didalam menguji suatu komunikasi politik di Indonesia, ada berbagai teori komunikasi yang dapat diterapkan dalam memahami suatu dinamika yang berlangsung. Nah salah satunya yaitu teori yang relevan adalah Teori Agenda Setting yang dirumuskan atau dibuat oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Nah teori ini menggambarkan bahwa media itu tidak hanya menyampaikan berita saja, tetapi juga menentukan isu mana yang dianggap penting oleh publik dan isu mana yang dianggap tidak penting oleh publik.
Dalam suatu konteks Pemilu 2024, media massa juga berfungsi sebagai suatu penentu agenda politik yang memilih isu isu tertentu untuk diliputi secara bersungguh sungguh dalam melakukan. Misalnya seperti jika ada media sosial yang memfokuskan perhatian pada isu ketahanan pangan atau isu pendidikan, masyarakat yang akan lebih memperhatikan isu isu tersebut saat melakukan suatu pemilihan calon pemimpin. Dengan kata lainnya itu adalah kontrol media atas agenda publik dapat memengaruhi prioritas yang dipegang oleh parah pemilih nanti. Buktinya masyarakat sekarang sudah berani dan pintar dalam beropini untuk pemilihan pemimpin yang akan dibangun nanti, jadi kita sebagai generasi muda harus pintar memilih pemimpin dalam visi misinya atau harus tahu juga dalam kinerja calon sebelum memimpin negara.
Teori yang lain sangat relevan adalah Teori Spiral Of Silence yang diperkenalkan oleh seorang Elisabeth Noelle Neumann. Dalam Teori ini sudah menyatakan bahwa sebagai seorang individu yang cenderung tidak dapat mengungkapkan pendapat mereka jika mereka merasa pandang tersebut tidak populer atau viral. Dalam suatu konteks komunikasi politik Indonesianya adalah jika media massa lebih menyoroti opini mayoritas tertentu, individu yang sudut pandangnya itu berbeda mungkin berfikir bahwa tekanan ini untuk tidak mengungkapkan pendapat mereka dalam berkomentar suatu opini.
Dalam melanjutkan suatu diskusi ini, penting sekali untuk menganalisis lebih jauh terkait bagaimana fenomena ini terlihat dalam konteks Pemilu 2024 dan perang yang penting di media sosial dalam membentuk suatu narasi politik.
Di pemilu 2024 adalah menjadi salah satu momen yang menjadikan krusial bagi dinamika di komunikasi politik di indonesia. Seperti beragamnya partai partai politik yang berlomba lomba untuk memanfaatkan suatu media sosial sebagai jangkauan pemilih. Salah satu contohnya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P yang dibesarkan oleh Megawati Soekarnoputri yang selalu menerapkan suatu strategi komunikasi yang sangat efektif melalui adanya kampanye digital dan melibatkan influencer yang terkenal untuk bisa menarik perhatian generasi milenial. Tapi biasanya influencer seperti ini terkenal karna problematiknya, kalian bisa cari di internet.