Mohon tunggu...
Vanya Desree
Vanya Desree Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sriwijaya

Saya gemar membaca dan menonton video blog dari mengenai berbagai macam konten.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fast Fashion: Ancaman bagi Keberlanjutan Lingkungan Bumi?

3 Maret 2023   05:29 Diperbarui: 3 Maret 2023   05:33 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diambil dari medium.com

Fast fashion dapat dikatakan sebagai suatu hal pada saat adanya produksi dan konsumsi pakaian yang terbilang murah dan kekinian dalam skala massal. Terdapat beberapa manfaat yang diberikan dalam fast fashion. 

Salah satunya ialah keterjangkauan, dimana merek-merek fast fashion menawarkan pakaian yang kekinian dan bergaya dengan harga yang relatif lebih murah, sehingga mempermudah akses kepada konsumen secara lebih luas. 

Dari sisi ketersediaan, terdapat berbagai merek produk fast fashion yang menyediakan tren baru ke kalangan masyarakat. Ketersediaan penjualan produk fast fashion ini juga menjadi faktor pendukung dalam kenyamanan konsumen dalam berbelanja dengan mudah. Industri fast fashion ini juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan belanja konsumen dan menciptakan lapangan kerja, baik pada sektor manufaktur, distribusi, ataupun ritel.

Meskipun fast fashion telah membuat pakaian menjadi lebih terjangkau dan mudah diakses, penting untuk diketahui bahwa fast fashion memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, kondisi tenaga kerja, dan ekonomi dalam jangka panjang. Beberapa cara utama yang dianggap menjadj penyebab bahwa fast fashion dapat menjadi ancaman dan berpotensi berbahaya bagi lingkungan.

Fast fashion dikenal menghasilkan limbah dalam jumlah besar, sebagai hasil dari pakaian yang dirancang untuk dipakai beberapa kali dan kemudian dibuang. Hal ini menyebabkan limbah tekstil dalam jumlah besar, serta limbah dari proses produksi. Laporan dari Quantis International pada tahun 2018 menemukan bahwa tiga pendorong utama dari dampak polusi global industri tersebut ialah pencelupan dan penyelesaian akhir (36%), persiapan benang (28%), dan produksi serat (15%).

Kemudian, fast fashion juga berkontribusi terhadap polusi air. Hal ini dikarenakan produksi pakaian membutuhkan yang membutuhkan banyak air, dan bahan kimia yang digunakan dalam pewarnaan tekstil dan finishing dapat mencemari saluran air.

Dampak buruk lainnya ialah produksi dan transportasi pakaian yang juga menghasilkan emisi gas rumah kaca berlebih, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Dilansir dari UN Climate Change News di tahun 2018, total dari Emisi gas rumah kaca dari produksi tekstil memiliki jumlah sebesar 1,2 miliar ton per tahun, yang dikatakan lebih banyak daripada emisi yang dihasilkan oleh keseluruhan dari penerbangan internasional dan pelayaran laut.

Kemudian, fast fashion bergantung pada ekstraksi sumber daya alam, seperti kapas dan minyak, yang tidak dapat diperbarui, yang dapat menyebabkan penipisan sumber daya ini dari waktu ke waktu. Laporan Quantis International (2018) juga menetapkan bahwa produksi serat memiliki dampak terbesar terhadap pengambilan air tawar (air yang dialihkan atau diambil dari sumber air permukaan atau air tanah) dan kualitas ekosistem akibat pembudidayaan kapas, sementara tahap pencelupan dan finishing, persiapan benang, dan produksi serat memiliki dampak tertinggi terhadap penipisan sumber daya, karena proses-prosesnya yang intensif energi berdasarkan energi bahan bakar fosil.

Lalu, industri fast fashion juga dikenal dengan eksploitasi buruh di negara-negara berkembang yang seringkali dibayar dengan upah rendah dan bekerja dalam kondisi yang tidak aman. Contohnya ialah tragedi kecelakaan industri garmen di Bangladesh, dimana pabrik Rana Plaza runtuh pada tahun 2013 dan memakan korban jiwa sejumlah 1.100 korban serta melukai 2.500 lainnya.

Diambil dari New York Times
Diambil dari New York Times

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun