Mohon tunggu...
Vannesa MetaPutri
Vannesa MetaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Merupakan seorang mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional angkatan 23 dari Universitas Teknologi Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antara Realisme dan Liberalisme Teori Mana yang Lebih Efektif?

17 Oktober 2024   19:07 Diperbarui: 17 Oktober 2024   19:08 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Liberalism juga mendorong pembentukan institusi internasional yang mengatur perdagangan, seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Institusi ini membantu menciptakan aturan dan norma yang memfasilitasi perdagangan bebas, serta menyelesaikan sengketa antarnegara. Selain itu, liberalisme mengaitkan perdagangan bebas dengan penyebaran nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia. Negara-negara yang menjalankan sistem demokratis cenderung lebih terbuka terhadap perdagangan internasional, yang pada gilirannya dapat memperkuat prinsip-prinsip liberal. Perdagangan bebas menciptakan lingkungan yang lebih kompetitif, mendorong inovasi dan efisiensi. Dengan lebih banyak pelaku ekonomi yang terlibat, produk dan jasa menjadi lebih beragam, yang pada akhirnya menguntungkan konsumen. Secara keseluruhan, liberalisme mendukung ide bahwa perdagangan bebas bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga dapat berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas internasional. Melalui prinsip-prinsip ini, liberalisme telah menjadi landasan bagi banyak kebijakan perdagangan yang mengedepankan liberalisasi pasar di seluruh dunia.

Liberalisme percaya bahwa hubungan internasional didominasi oleh kerjasama, bukan konflik. Anarki internasional tidak membuat negara saling curiga, tetapi justru mendorong mereka untuk bekerja sama guna mengurangi ketidakpastian. Negara menciptakan institusi atau rezim yang mengatur kerjasama, yang dikenal sebagai liberalisme institusional. Ini bertujuan untuk menjembatani perbedaan antara realisme dan liberalisme. Tujuan lainnya adalah menekan adanya lack of trust antar negara karena negara bergantung satu sama lain (interdependence) sehingga hal tersebut mampu mencegah terjadinya perang.

Neo Liberalisme

Neoliberalisme dalam studi hubungan internasional dapat dipahami sebagai penggabungan elemen-elemen dari neorealisme dan liberalisme klasik. Meskipun berakar pada prinsip-prinsip liberalisme yang menekankan pentingnya kerjasama dan institusi internasional, neoliberalisme juga mengakui skeptisisme terhadap negara dan sifat anarkis dari sistem internasional, yang diusung oleh neorealisme.

Neoliberalisme menunjukkan bahwa, meskipun lebih optimis tentang kemungkinan kerjasama, ia tetap mengakui bahwa negara tidak selalu bertindak sebagai entitas yang rasional dan kooperatif. Pandangan ini mencerminkan skeptisisme neorealis, di mana negara sering kali mementingkan kepentingan nasional dan keamanan, yang dapat menghambat kerjasama internasional. Selain itu, neoliberalisme mengakui bahwa dunia internasional bersifat anarkis, di mana tidak ada otoritas global yang mengatur semua negara. Dalam konteks ini, meskipun negara memiliki kepentingan yang berbeda dan sering bersaing, neoliberalisme berpendapat bahwa kerjasama tetap mungkin terjadi melalui pembentukan aturan, norma, dan institusi internasional.

Neoliberalisme menekankan bahwa kerjasama internasional dapat diatur melalui institusi dan norma yang mengurangi ketidakpastian serta meningkatkan kepercayaan antar negara. Melalui kerjasama ini, negara-negara dapat menciptakan mekanisme untuk mengelola konflik dan memfasilitasi interaksi yang lebih harmonis. Konsep habitat sosial juga muncul dalam neoliberalisme, di mana dengan adanya kerjasama, aturan, dan norma, perilaku negara dapat diselaraskan untuk mencapai hasil yang lebih baik bagi semua pihak. Hal ini berbeda dengan pendekatan realis yang lebih pesimis dan fokus pada konflik. Dengan demikian, neoliberalisme berfungsi sebagai jembatan antara pandangan optimis liberalisme klasik dan pandangan skeptis neorealisme. Ia berargumen bahwa meskipun dunia bersifat anarkis dan negara memiliki kepentingan yang beragam, institusi internasional dan norma kolektif dapat membantu mengatasi ketegangan serta memfasilitasi kerjasama yang produktif. Neoliberalisme, dengan demikian, menawarkan pandangan yang lebih dinamis tentang interaksi internasional, mengakui kompleksitas hubungan antara negara sambil tetap meyakini potensi kerjasama yang dapat menguntungkan semua pihak.

 

Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa membandingkan teori dalam ilmu merupakan hal yang sia-sia. Thomas Kuhn menjelaskan bahwa dua teori tidak bisa dibandingkan karena keduanya melihat fenomena dengan cara yang berbeda. Sebagai contoh, ada cerita tentang dua orang buta yang mencoba menggambarkan seekor gajah. Ketika ditanya, "Gajah itu seperti apa?", mereka memberikan jawaban yang berbeda. Orang buta pertama meraba kepala gajah dan bilang, "Gajah itu punya belalai dan dua gading." Sedangkan orang buta kedua meraba ekornya dan berkata, "Tidak! Gajah itu punya ekor yang bergerak." Dari sini, kita bisa melihat bahwa cara pandang yang berbeda menghasilkan jawaban yang berbeda. Jadi, apakah ada gunanya memperdebatkan pendapat mereka?

Dalam studi Hubungan Internasional, ada dua teori utama yang sangat berpengaruh yaitu realisme dan liberalisme. Keduanya membantu kita memahami dunia dan menentukan bagaimana kita meneliti berbagai isu, serta membimbing pembuatan kebijakan. Realisme dan liberalisme memiliki pandangan yang berbeda tentang politik global, seperti siapa yang berperan dalam hubungan internasional dan bagaimana mereka melihat sifat hubungan tersebut. Keduanya sering dianggap sebagai pandangan tradisional karena pengaruhnya yang besar setelah perang. Realisme merasa berhasil setelah mengalahkan idealisme Wilsonian, yang dianggap tidak melihat kenyataan bahwa negara sering berperang. Sementara itu, liberalisme mulai muncul pada tahun 1970-an ketika hubungan internasional semakin kompleks karena adanya fenomena transnasionalisme. Sejak saat itu, perdebatan antara kedua teori ini terus berlangsung, dengan masing-masing pihak saling menyerang dan membela argumen mereka. Sehingga tidak ada teori yang lebih efektif melainkan bagaimana atau kacamata apa yang kita pakai untuk memandang fenomena yang terjadi dalam studi Hubungan Internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun