Mohon tunggu...
Vanilla Kusuma Hartawan
Vanilla Kusuma Hartawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Vanilla Kusuma Hartawan NIM:143241046 FEB AKUNTANSI/UNIVERSITAS AIRLANGGA

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Penggunaan Second Account Sebagai Self Disclosure Generasi Z

10 Desember 2024   10:35 Diperbarui: 10 Desember 2024   10:35 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

   Dalam era digital dengan berbagai perkembangan teknologinya seperti di zaman sekarang, media sosial tak luput menjadi bagian yang melekat dengan kita dalam kehidupan sehari-hari, terutama di kalangan generasi Z yang tumbuh besar dalam era modern. Salah satu platform popular adalah Instagram. Sebagai digital natives, Instagram tidak hanya digunakan untuk berbagi unggahan dan konten, tetapi juga sebagai sarana membentuk personal branding, berinteraksi dengan berbagai orang, dan bahkan digunakan sebagai wadah untuk mengungkapkan perasaan dan ekspresi diri. Faktanya, generasi Z di zaman sekarang tidak hanya mempunyai satu akun Instagram fungsional tetapi hingga mempunyai 2 akun yang dinamakan second account. Salah satu fenomena menarik yang patut kita ulas ialah mengenai penggunaan second account sebagai bentuk self disclosure atau pengungkapan diri yang tak terpisahkan dengan generasi Z. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai pengertian, sebab-akibat serta dampak fenomena ini dari berbagai sudut pandang.

     Second account atau akun kedua merujuk pada akun yang digunakan seseorang yang biasanya memiliki tujuan berbeda yang sangat signifikan dari akun utama. Akun utama Instagram biasanya dipakai oleh generasi Z untuk berbagi unggahan yang lebih publik seperti foto bersama teman, kegiatan sosial, kegiatan sehari-hari, liburan atau berbagai pencapaian hidup mereka yang terkesan memiliki nilai estetika dan membuat mereka percaya diri untuk mengunggahnya ke audiens yang lebih luas. Sebaliknya, akun kedua ini cenderung digunakan untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas, pemikiran dan perasaan yang lebih intens dan mendalam ataupun identitas sifat yang tidak ingin diketahui lingkungan sosial yang lebih signifikan. Istilahnya, tempat untuk mengungkapkan identitas yang tidak sepenuhnya diungkapkan dalam kehidupan di akun utama. Hal tersebut dapat kita sebut sebagai Self Disclosure.

     Self disclosure didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain (Wheeles, 1978). Hal ini merujuk pada tindakan dalam membagikan hal pribadi yang dapat meliputi pemikiran, perasaan, pendapat, keinginan bahkan juga perhatian. Self Disclosure atau pengungkapan diri ini bersifat kontekstual yang secara umum dapat di artikan sebagai proses dimana seseorang berbagi informasi pribadi atau perasaan mereka dengan orang lain yang mereka percaya dan nyaman yang bertujuan untuk memelihara hubungan yang akrab. Pada generasi Z, hal ini dapat terjadi secara online dimana kita bertukar kabar dan berkomunikasi sebagian besar melalui sosial media terutama Instagram. Konteks fungsi second account adalah laman untuk berbagi aspek kehidupan yang lebih pribadi atau santai dengan orang-orang terdekat tanpa takut penilaian pengikut yang lebih luas. Berikut beberapa alasan mengapa generasi z lebih memilih mempunyai second account:

1.Keinginan membatasi privasi terhadap audiens: Generasi Z cenderung lebih sadar akan urgensi privasi dan keamanan informasi dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka lebih selektif dalam berbagi kehidupan pribadi, terutama di Instagram dengan jangkauan luas. generasi Z lebih memilih untuk bercerita dan berbagi kepada orang yang mereka kenal lebih lama, orang yang mereka nyaman dan percaya. Second account juga berfungsi sebagai platform untuk berbagi perasaan atau masalah pribadi mendalam yang mungkin sulit diungkapkan di akun utama yang dilihat banyak orang.  Dengan berbagi di ruang yang menurut mereka lebih pribadi dan aman, mereka dapat merasa tervalidasi perasaannya dan tanpa takut dihakimi oleh pandangan orang lain.

2.Pemisahan Identitas yang lebih bebas: Di akun utama, seringkali ada tekanan untuk tampil sempurna, postingan sesuai dengan nilai estetika zaman sekarang, atau bahkan untuk memenuhi standar media sosial yang ada. Ekspetasi sosial yang mendominasi ini membuat  second account memberikan kebebasan bagi pengguna untuk mengungkapkan diri dan mengekspresikan rasa kebebasan tanpa perlu khawatir penilaian orang lain.  Generasi Z pun seringkali berada pada tahap pencarian identitas yang membuat mereka mencoba gaya hidup, minat, atau personal yang berbeda. Biasanya, akun kedua bersifat lebih non formal terhadap identitas yang akan dibagikan ke laman Instagram.

3.Kebutuhan menjaga citra publik: Banyak generasi Z yang ingin menjaga personal branding atau citra diri yang mereka bangun sehingga ‘menyembunyikan’ karakter maupun sifat pribadi asli dari pandangan umum. Second account membuat mereka mempunyai sarana untuk berbagi konten pribadi, mengekspresikan sisi emosional mereka tanpa merusak maupun mengubah citra publik yang mereka buat. Bahkan, generasi Z sekarang hanya ingin mengunggah hal di akun utama yang berbau dengan estetika dan pencapaian besar sehingga mereka membatasi diri sendiri untuk berekspresi.

     Penggunaan second account (akun kedua) sebagai self disclosure bagi generasi Z mencerminkan hal positif dimana mereka bisa membedakan mana kebutuhan maupun hal yang bisa dikonsumsi secara publik ataupun pribadi. Second account lebih membebaskan seseorang untuk berekspresi tanpa harus takut akan standarisasi sosial. Akan tetapi, hal ini perlu mendapatkan perhatian serius, terutama bisa menyebabkan tekanan psikologis karena harus menjaga konsistensi persona pribadi dan publik sehingga diri yang ditampilkan tidaklah nyata dan dapat menimbulkan tekanan. Oleh karena itu, bijaklah dalam menggunakan second account Instagram untuk tujuan membatasi hal pribadi dan privasi, pintarlah mengatur keseimbangan antara dunia maya dan nyata. Penting pula dicatat bahwa untuk tidak terjebak dalam pencitraan diri yang berlebihan dan tetap menjaga kesehatan mental dengan mengenali batasan dalam bersosial media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun