Mohon tunggu...
Sylvania Hutagalung
Sylvania Hutagalung Mohon Tunggu... -

Saya orang yang berfikir sederhana. Tertarik dengan arsitektur, sejarah, cerpen, dan puisi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Constantin Brâncuşi : The Essence of Things

26 Februari 2011   00:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:16 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Constantin Brâncuşi 1876-1957

[caption id="" align="aligncenter" width="397" caption="Constantin Brâncuşi 1876-1957"][/caption] Tulisan iseng untuk memeperingati pertemuan tak sengaja dengan Brancusi minggu lalu ;p (Constantin Brâncuşi adalah Google Doodle akhir pekan edisi Februari - memperingati 135 tahun kelahirannya)

***

Percayakah anda pada cinta pandangan pertama? Bagi kebanyakan kaum muda saat ini, istilah itu bisa berkonotasi murahan atau basi. Bahkan mungkin cenderung muluk-muluk dan tak nyata. Mungkin karena cinta pada pandangan pertama terdengar berlebihan dan dangkal, maka dia tergambarkan seperti sebuah kebohongan. Terus terang, sayapun berfikir begitu! Dilahirkan dan tumbuh besar dalam generasi dimana kebenaran itu bisa dan boleh digugat otentisitasnya, membuat saya percaya bahwa banyak hal yang tampaknya sederhana pada kenyataannya sama sekali tidak sederhana. Seperti halnya cinta. Walau banyak orang percaya bahwa cinta itu sederhana, tapi saya percaya bahwa cinta yang sederhana itu hanya akan terlihat indah ketika dia terlepas dari semua tetek bengek dan kerumitan yang tak perlu. Dan itu berarti cinta tidak akan pernah instan, tidak akan pernah mudah, dan akhirnya pasti tidak akan pernah sederhana. Tapi kembali ke pertanyaan awal, 'apakah cinta pada pandangan pertama ada', maka saya harus jawab ADA! Kenapa? Karena dia nyata dan saya pernah merasakannya. Dan walaupun saya (selalu mencoba) tidak percaya dengan berbagai argumen dan bukti-bukti, tapi itu tidak bisa mematahkan fakta bahwa cinta pada pandangan pertama itu ada dan itu bisa terjadi pada siapa saja. Ini adalah sebuah sisi unik dari sesuatu yang abstrak seperti cinta. Sering kali kita bisa menuangkannya dalam berlembar-lembar puisi tanpa bisa mengerti, lalu kemudian suatu hari kita tiba-tiba bisa mengerti tanpa bisa menjelaskannya. Tak heran seorang filsuf Timur pernah berkata, "Yang mengerti tak mengatakannya, dan yang mengatakannya tak mengerti." Constantin Brâncuşi mungkin berangkat dari kesadaran ini ketika dia berkata, "Il y a des imbéciles qui définissent mon œuvre comme abstraite, pourtant ce qu'ils qualifient d'abstrait est ce qu'il y a de plus réaliste, ce qui est réel n'est pas l'apparence mais l'idée, l'essence des choses." Ada beberapa orang bodoh yang mengatakan bahwa bahwa karya-karyaku adalah abstrak, padahal apa yang mereka kira abstrak itu adalah sesuatu yang lebih riil dalam kenyataannya. Karena definisi riil bukanlah tentang apa yang terlihat, tapi tentang ide yang ada didalamnya : esensi dari segala yang ada. Lalu apakah sebenarnya esensi dari segala yang ada itu? Apakah hanya sampai sebatas ide? Lalu bagaimana mungkin ide itu bisa terbaca atau dinikmati oleh orang lain jika tidak dituangkan kedalam sebuah karya? Dan apakah karya harus dilekati oleh banyak nama dan analisa untuk mendapatkan definisinya? Apakah yang lebih penting, nama atau makna? Belajar atau mengerti? Pakaian atau tubuh? Makanan atau hidup? Tidak seperti yang (mungkin) banyak orang fikirkan, menyederhanakan sesuatu hingga ke batas-batas kebenaran sejatinya tidaklah pernah mudah, apalagi sederhana. Mengapa? Karena penyederhanaan mengandung arti bahwa segala sesuatu yang tidak penting harus dibuang sehingga kebenaran sejati itu bisa tampak keluar dengan sendirinya. Ini kemudian berimplikasi pada sebuah kenyataan dimana 'bentuk' menjadi hal yang tidak penting karena hanya berperan sebagai kulit pembungkus. Nama tereduksi menjadi sekedar 'kata' yang mengandung terlalu banyak arti sehingga membingungkan dan harus dibuang. Dan detail-detail yang terlalu ramai menjadi 'distractions' dari inti yang sebenarnya coba kita gali, sehingga kekosongan menjadi hal yang perlu hadir sebagai pengganti. Begitu banyak atribut yang harus ditanggalkan sementara disisi lain kita terbiasa mengandalkan penglihatan kita dalam mengenali banyak hal. Tanpa kehadiran bentuk, nama, dan detail-detail yang biasa kita lihat, kita akan mengalami kebingungan dan keterpisahan dengan kebenaran itu sendiri. Sebuah kontradiksi akhirnya! Inilah mungkin pergumulan yang selalu dirasakan Brâncuşi ketika memikirkan dan menuangkan idenya dalam sebuah karya. Karya-karya Brâncuşi memang terkenal sangat revolusioner karena terdapat perpaduan kesederhanaan dan kerumitan pada saat yang bersamaan. Bentuk-bentuk yang hadir hanyalah bentuk-bentuk geometri sederhana, namun permainan garis dan perpaduan materialnya menjadikan bentuk tersebut hadir tidak lagi sebagai tubuh, melainkan suara yang menjadi narasi bisu dari ide itu sendiri. Makna menjadi lantang tersuarakan, namun tetap diselubungi misteri karena bentuk yang hadir seperti memutus realita dengan kebenaran yang terbaca. Kita diajak untuk mengerti melalui mendengarkan sesuatu yang bersuara melalui bentuk. Sebuah proses mengalami yang hanya dapat terjadi pada tahap tidak sadar! Inilah kiranya alasan banyak kurator dan pengulas seni yang mengkatergorikan karya-karya Brâncuşi sebagai seni abstrak, walau Brâncuşi sendiri selalu membantahnya. [caption id="attachment_93195" align="alignleft" width="318" caption="ki-ka: Prometheus-Leda-Newborn-Sleeping Muse-Madmoiselle Pogany-Bird in Space-The Kiss"]

1298674678759595658
1298674678759595658
[/caption] Jika kita melihat karya-karya beliau, seperti L'Oiseau Dans L'Espace (Bird in Space), Le Coq, Sleeping Muse, Promethus, Le Baiser (The Kiss), dan banyak lagi, jelas karya-karya beliau tidak bisa dikatakan realis, tapi kita juga tidak sepenuhnya bisa mengatakan bahwa itu adalah abstrak. Alasannya sederhana saja, karena memang Brâncuşi tidak pernah mencoba membengkokkan atau mengacak-acak bentuk (dan ide) didalam karya-karyanya. Dari semua proses kreatif beliau yang pernah tercatat, jelas terbaca bahwa yang beliau lakukan hanyalah proses penyederhanaan, bukan abstraksi. Proses kreatif Brâncuşi memang bisa dikatakan panjang, penuh kontemplasi, dan dilakukan dalam kesederhanaan yang sunyi. Namun kita bisa melihat betapa fokusnya dia pada satu hal (dan hanya satu hal), yaitu ketertarikannya pada esensi dibandingkan apa yang terlihat. Baginya inilah inti sari kebenaran yang sejati itu, sesuatu yang tidak bisa berubah atau dihilangkan. Dan karenanya pencariannya akan esensi merupakan pencariannya akan kebenaran itu sendiri. Kesederhanaan Brâncuşi sendiri memang dilatarbelakangi oleh sejarah hidupnya. Brâncuşi yang lahir pada 19 Februari 1876 di Hobiţa, Romania berasal dari keluarga petani yang miskin. Sejak kecil dia memang terkenal sangat cakap dalam seni mengukir kayu, keterampilan yang merupakan pengaruh budaya tanah kelahirannya. Karena keterampilannya ini pula akhirnya ada seorang pengusaha masa itu yang menyekolahkannya ke Craiova School of Arts and Crafts (Şcoala de meserii). Setelah lulus dengan sangat memuaskan, Brâncuşi meneruskan pendidikannya ke Bucharest School of Fine Arts dimana dia akhirnya mendapatkan pelatihan mematung secara akademis. Brâncuşi adalah seorang pekerja keras dan sangat tekun. Dalam waktu singkat dia mengukirkan namanya dalam jajaran pematung yang diakui di Romania. Inilah yang kemudian membawanya melanglang buana hingga ke Munich dan Paris. Di Paris dia akhirnya dia bertemu komunitas seniman yang sedang naik daun kala itu. Terpengaruh dengan semangat para seniman muda ini, dia memutuskan untuk tinggal beberapa tahun di Paris dan bekerja di studio Antonin Mercié  di École des Beaux-Arts selama dua tahun. Ini kemudian menjadi batu loncatannya menuju studio Auguste Rodin, seorang mestro yang sangat dikaguminya. Meski demikian, dia hanya bertahan dua bulan distudio Rodin. Alasannya lagi-lagi sangat sederhana, "Nothing can grow under the big tree," begitu katanya. Seorang 'pencari kebenaran' tidak boleh menetap atau dikekang. Tercatat dalam rentang 50 tahun dia berkarya, dia selalu berproses tiada henti. Dia mencoba dan terus mencoba menemukan kebenaran sejati dibalik semua hal yang dilihatnya. Berangkat dari sebuah keyakinan bahwa kebenaran harus bisa membahasakan keindahan yang universal sehingga seharusnya dapat dimengerti oleh siapa saja, dia lalu sampai pada kesadaran bahwa kebenaran seperti ini haruslah sesuatu yang sederhana dari sebuah tubuh yang mungkin tampak rumit. Bagian yang bersifat abadi dari sesuatu yang fana, yang merupakan bagian terkecil namun menjadi esensi dari keseluruhan. Sesuatu yang adalah absolute dan takkan pernah berubah. Sebuah alur berfikir yang kemudian membuatnya sampai pada pertanyaan, "Apakah awal dari segala sesuatu?" [caption id="" align="alignleft" width="139" caption="Sleeping Muse"]
Sleeping Muse
Sleeping Muse
[/caption] Jika kita memperhatikan karya-karya Brâncuşi, maka kita seperti melihat autobiografi dan proses belajar yang tak pernah berhenti dari Brâncuşi sendiri. Dalam 50 tahun berkarya, Brâncuşi terkenal sangat setia pada bentuk-bentuk dan tema-tema yang berhubungan dengan mitologi dan dongeng-dongeng rakyat yang bercerita tentang awal kehidupan. Salah satu karya Brâncuşi yang sangat terkenal, yaitu Beggining of The World, merupakan salah satu opus corona diantara karya-karyanya yang lain. [caption id="" align="alignright" width="233" caption="Prometheus"]
Prometheus
Prometheus
[/caption] Proses ini dimulai dari diciptakannya Sleeping Muse dan Sleeping Child yang berupa pahatan berbentuk bulat telur dan mempunyai ukiran yang melambangkan mata, hidung, mulut, dan rambut, walau sangat halus. Brâncuşi dikemudian hari membuat beberapa versi dari Sleeping Muse dan terus memperbaiki detailnya, dimana ukiran yang menunjukkan interior pahatan (mata, hidung, mulut, dan rambut) menjadi kian tipis dan akhirnya menghilang sama sekali pada karya Prometheus. Prometheus dan The First Cry adalah versi lanjut dari seri Sleeping Muse dan Sleeping Child yang lebih bersih dari ornamen. Pada Prometheus kita tidak lagi berbicara umur, jenis kelamin, atau rupa; hanya manusia! Jelas terbaca dari bentuknya yang sangat terasa seperti kepala walau tanpa bantuan ornamen mata, hidung atau mulut. [caption id="" align="alignleft" width="175" caption="Beginning of The World"]
Beginning of The World
Beginning of The World
[/caption] Beginning of The World, yang merupakan versi lanjut dari Prometheus, adalah puncak pencarian Brâncuşi akan kebenaran itu. Bentuknya yang bersih dari ornamen, dan mempunyai guratan penanda yang menjadikannya asimetris, mengundang banyak sekali penafsiran. Mulai dari bentuk kepala seorang perempuan, bentuk sperma, biji, bahkan sebuah dunia. Semua hal yang akhirnya bermuara pada satu kata: 'PERMULAAN'. Bahkan beberapa tafsiran lanjut mengatakan bahwa Beginning of The World adalah sebuah karya dimana bentuk tidak akan pernah berhenti pada satu bentuk yang mapan. Ini jelas terlihat karena bentuknya yang asimetris akan selalu memberikan penampakan yang berbeda-beda bila dia bergerak (berguling), seperti halnya dunia ini yang terus berubah dan berkembang. Dan ini juga memperlihatkan bahwa Brâncuşi sendiri mungkin akhirnya menyadari bahwa kebenaran ini tidak bisa dipenjarakan hanya dalam sebuah nama atau karya sehingga setiap orang harus diberikan kesempatan untuk mendefinisikan kebenarannya sendiri. Sebuah pertemuan dengan sesuatu yang abstrak, namun juga nyata dan jernih. Sangat bisa dimengerti walau juga sulit untuk dijelaskan. Seperti pengakuannya, "I ground matter to find the continuous line. And when I realized I could not find it, I stopped, as if an unseen someone had slapped my hands." [caption id="" align="alignleft" width="147" caption="Maiastra"]
Maiastra
Maiastra
[/caption] Konsistensi pencarian Brâncuşi akan kebenaran juga banyak ditunjukkannya dalam karya-karyanya yang lain seperti beberapa seri patung Maiastra (burung emas sakti dalam mitologi Romania), yang dikemudian hari disempurnakannya dalam L'Oiseau Dans L'Espace (Bird in Space) dan Le Coq (ayam jantan). [caption id="" align="alignright" width="125" caption="bird in space"][/caption] Seri patung Brâncuşi yang bertema burung ini juga sebenarnya ada hubungannya dengan obsesi Brâncuşi akan misteri 'permulaan segala sesuatu'. Beberapa artikel mengatakan bahwa Brâncuşi tenggelam dalam pertanyaan legendaris tentang apakah yang diciptakan terlebih dahulu; ayam ataukah telur? Sehingga dia memberi perhatian besar terhadap burung. Bahkan pernah dia mengumpamakan dirinya sebagai ayam betina yang menghasilkan telur (Sleeping Muse, Prometheus, dan Beginning of The World). Tapi tentu saja, nilai dari patung-patung burung karya Brâncuşi tidak terdapat pada rumornya, namun pada makna yang tersembunyi didalamnya. [caption id="" align="alignleft" width="136" caption="Table of Silence"]
Table of Silence
Table of Silence
[/caption] Brâncuşi mungkin bukan seniman yang senang bermain dengan akrobat-akrobat bentuk yang aneh, atau 'twist-twist' berlebihan nan rumit, namun bukan berarti juga dia tidak berani bermain dengan bentuk. [caption id="" align="alignright" width="92" caption="The Endless Coloumn"][/caption] Dalam karya-karyanya yang lain seperti Le Baiser (The Kiss), Brâncuşi keluar dengan bentuk kotak yang 'fixed' dan mengandung ornament. Pada The Târgu Jiu Memorial, dia memberi aksen horizontal yang kental pada The Table of Silence, lalu mengkontraskannya dengan elemen vertical yang kuat pada The Endless Coloumn, dan mengakhirinya dengan sesuatu yang 'bulky' dan kaya ornament pada The Gate of Kiss. Semuanya, sekali lagi, terasa seperti bermain-main dengan bentuk walau impresi yang diberikan oleh ketiganya tidak lagi hanya disebabkan oleh bentuk dan proporsinya. [caption id="" align="alignleft" width="205" caption="The Gate of Kiss"][/caption] Melihat dan mencoba mengerti karya-karya Brâncuşi mungkin akan membuat kita bisa merasakan misteri yang melingkupinya. Brâncuşi sendiri mungkin adalah sebuah misteri seperti semua karya-karyanya. Walau banyak yang mengkategorikan karya-karyanya sebagai seni modern, tapi sebenarnya Brâncuşi adalah seniman yang selalu mempertahankan kualitas-kualitas seni konvensional. Jelas terlihat dari ketelitiannya dalam memperhatikan detail, dan pilihan material (dia lebih suka memakai kayu dan marbel daripada logam seperti kebanyakan seniman patung modern). Dan jika melihat bagaimana dia mentransformasikan idenya kedalam karya, kita dapat melihat jelas bahwa dia tidak melakukan sesuatu yang benar-benar baru dan radikal. Justu sebaliknya, sangat konvensional! Namun begitu, dalam waktu yang bersamaan dia juga menghasilkan sebuah bentuk dan kualitas sebuah karya yang jauh dari kesan konvensional, karena karya-karyanya tidak lagi berbicara bentuk dan proporsi, tapi IDE! Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh seorang revolusionist sepertinya. Saya berkeyakinan bahwa dalam pencariannya akan kebenaran, Brâncuşi pasti juga mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama dengan kebenaran itu sendiri. Sebuah pengalaman jatuh cinta yang cepat, sederhana, namun indah. Cepat dan sederhana, karena dari awal hingga akhir dia tak sedetikpun teralihkan dari pencariannya. Indah karena cinta ini tidak lagi berbicara bentuk, warna, maupun rupa, namun sebuah kesadaran akan esensi dasar dari sesuatu yang ada. Mungkin bukan sebuah keindahan yang meriah, tapi pasti terasa kuat dan benar; sebuah kekayaan dalam sebuah kesederhanaan. Pengalaman yang mau-tidak-mau menggiringnya untuk melihat kebelakang, ke titik permulaan dari segala sesuatu yang ada. Sebuah proses pemurnian diri dengan belajar mengenali apa yang penting dan kekal, dan karenanya melahirkan sebuah kerelaan untuk melepaskan apa yang fana dan sia-sia. Sampai akhirnya yang dilihatnya hanyalah kebenaran, dan hanya kebenaran itu saja. Brâncuşi meninggal pada usia 81 tahun dalam keadaan yang sangat sederhana. Tentu saja bukan karena alasan kesulitan finansial, tapi karena dia telah melepaskan apa yang menurutnya tidak penting lagi. Beberapa orang dekatnya mengatakan dia menghabiskan waktu-waktu terakhir hidupnya dengan berbicara pada patung-patung ciptaannya; seakan mereka adalah ciptaannya yang mempunyai nyawa. Sebuah kenyataan yang juga sebuah penegasan akan totalitas dan kesungguhannya dalam berkara selama hidupnya. Dia tidak mengukir kayu dan menempa logam hanya sekedar untuk menghadirkan karya seni, namun lebih jauh: melahirkan sebuah jiwa! "Work like a slave; command like king; create like God," seperti kata-katanya. Saya tidak tahu tepatnya apa yang dirasakan seorang Constatntin Brâncuşi dengan semua pencarian dan pencapaiannya. Tapi belajar dari perjalanan hidupnya, saya bisa melihat sebuah titik kosong yang sunyi pada akhir perjalanannya. Mungkin titik itu bagi banyak orang adalah sebuah antiklimaks dari sebuah hidup yang seharusnya meriah, penuh puja-puji dan penghormatan. Tapi saya yakin bahwa kekosongan dan kesunyian itu dinikmati oleh Brâncuşi dengan cara yang berbeda. Saya yakin dalam kekosongan dan kesunyian itu dia sedang menikmati kebenaran yang begitu indah dan besar, karna hanya itulah yang tersisa untuk dinikmati. Begitu mengagumkannya hingga dia tak mungkin memenjarakannya hanya dalam satu nama atau rupa. Sesuatu yang tak tampak, namun nyata. Sesuatu yang sederhana namun juga sangat rumit. Sesuatu yang hanya bisa dimengerti tanpa bisa dijelaskan. The essence of life and art!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun