Teriknya Matahari Tak Membuatnya Bermalasan
Oleh: Vani Diaz
Mereka hanya mengharapkan dapat hidup dengan baik
Di bawah terik matahari, pria dewasa dengan tubuh yang mungil dan berotot, berbalut dengan kulit yang hitam legam dengan handuk yang menggantung di bahunya yang besar dan bidang, serta topi untuk melindungi kepalanya, sedang mengangkat dan memindahkan barang-barang dari truk ke dalam gudang. Teriknya matahari sehingga keringat bercucuran di sekujur tubuhnya tidaklah menjadi sebuah alasan untuk tidak melakukan pekerjaannya. Kerjasama satu sama lain terlihat begitu indahnya, canda tawa mengiringi mereka dalam bekerja sebagai suatu hiburan dalam menjalani rutinitas pekerjaan mereka, meskipun tergambar dari mata mereka bahwa adanya keinginan untuk keluar dari rutinitas ini dan beralih kepada rutinitas yang lebih baik lagi.
Para buruh bekerja di bawah teriknya matahari dengan mengangkat benda-benda berat yang membuat tangan mereka menjadi kasar, menahan tebalnya debu-debu jalan di kawasan pergudangan pabrik tanpa adanya alat bantu, seperti masker, sarung tangan, dsb, berada di bawah tekanan atau pun yang harus menguras tenaga mereka dari pagi hingga malam hanya untuk memenuhi target pengusaha, yang terkadang tanpa adanya suatu penghargaan dari para pengusaha atas kerja keras mereka. Hal ini dapat dilihat pada saat mereka harus lembur untuk mengejar target agar target dapat segera tercapai, namun uang lembur yang mereka peroleh tidaklah seberapa dibandingkan dengan pekerjaan yang mereka lakukan pada saat lembur. Mereka harus mengangkat dan memasukkan barang ke truk pada saat malam hari, dimana kegelapan telah menyeliputi aktivitas pekerjaan lembur mereka dan cahaya penerangannya pun agak kurang untuk dapat menyinari mereka saat bekerja lembur.
Di saat matahari tersenyum dengan begitu indahnya tuk menghangatkan bumi. Terlihatlah sosok seorang anak muda, buruh pabrik (pergudangan) yang sedang berbincang dengan temannya, berhenti sejenak dari rutinitas pekerjaannya, dengan busana yang lusuh, kotor, keringat bercucuran, dan bau harum keluar dari tubuhnya. Hendra, demikian orang memanggil dirinya. Usianya menginjak dewasa, namun keinginannya untuk melanjutkan sekolahnya pupus karena masalah ekonomi keluarganya, sehingga dia langsung bekerja untuk membantu orangtuanya.
Ia merupakan anak dari salah seorang buruh pabrik (pergudangan) di tempatnya bekerja sekarang. Hendra telah bekerja selama 1 tahun sejak ia telah menyelesaikan SMA-nya. Ia begitu ramah dan bersahabat ketika diajak berbincang. Perbincangan terjadi mengalir begitu saja, tanpa beban, meskipun ada kepala buruh pabrik yang berdiri di dekat kami. Seorang anak muda dari keluarga sederhana dengan dua orang adik yang dimilikinya ini melakukan pekerjaan yang telah menjadi tugasnya, mencatat data barang yang masuk dan keluar dalam gudang, bahkan seringkali membantu teman-temannya untuk mengangkat barang-barang yang masuk dan keluar gudang.
"Pendapatan gue sekitar 800 ribuan lah, tapi belum termasuk uang makan itu", demikian kata Hendra ketika kutanyakan penghasilannya perbulan. Hal ini cukup apabila hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadinya, namun tidak akan cukup apabila untuk membantu kebutuhan hidup keluarganya.
Ayahnya yang tengah menginjak kepala lima, yang bekerja di tempat yang sama dengan Hendra, telah bekerja selama 8 tahun, dengan penghasilan yang diperoleh sama dengan Hendra dapatkan, tanpa adanya kenaikan penghasilan. Meskipun terjadi kenaikan penghasilan, maka penghasilan ayahnya hanyalah 1 juta/bulan. Tidak adanya kenaikan jabatan ataupun penghargaan yang diberikan dari pengusaha kepada ayahnya, dimana ayah ini harus memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan tiga orang anak yang dimilikinya. Pendapatannya pun di bawah upah minimum regional (UMR) Prov. DKI.
Menurut Wikipedia Upah Minimum Regional (UMR) Prov. DKI tahun 2010 Rp. 1,118,009 berlaku 1 Januari 2010 dan tahun 2011 Rp. 1,290,000 berlaku 1 Januari 2011. UMR dalam USD pada tahun 2010 125,33 USD dan tahun 2011 143,33 USD dengan perhitungan dimana 1 USD = Rp. 9,000. Pendapatan subyek < UMR (di bawah 1,3 juta/bulan). Berdasarkan Pergrub DKI 196 tahun 2010 menetapkan Upah minimum DKI Jakarta (UMP/UMR DKI Jakarta) tahun 2011, yaitu sebesar Rp 1.290.000 perbulan/orang. Oleh karena itu, entah bagaimana ayah Hendra dan Hendra dapat mencukupi kebutuhan keluarganya.
Delapan tahun ayah ini harus berjuang di Jakarta untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, tidaklah mengubah nasib maupun statusnya hingga saat ini, meskipun Hendra, anaknya, telah membantu dengan bekerja di tempat yang sama dengannya. Mereka harus bolak-balik Bogor-Jakarta untuk bekerja.