Indonesia adalah negeri yang memeluk keberagaman budaya yang terus memancarkan pesona sejarahnya melalui berbagai elemen warisan. Di tengah gemerlapnya kota Bandung, terdapat sebuah tempat yang menjadi penjaga kekayaan budaya Indonesia yaitu Museum Sri Baduga.
Museum ini bukan hanya sekadar gudang pengetahuan, melainkan sebuah perjalanan mendalam sebuah sejarah. Di mana setiap sudutnya merangkum cerita panjang perjalanan bangsa.
Dalam artikel ini, kita akan memandang lebih dekat bagaimana Museum Sri Baduga di Bandung menjadi tempat yang memikat para pengunjung, khususnya melalui koleksi baju pengantin tradisional adat Karawang yang memukau. Museum ini terletak di Jl. BKR No. 185 Bandung dimana museum Sri Baduga adalah museum untuk umum tingkat Provinsi Jawa Barat.
Dulunya, bangunan museum ini bernama Kawedanan Tegallega yang berfungsi sebagai divisi administratif di Bandung. Kemudian, pada 1980, secara resmi museum ini dikenal dengan nama Museum Negeri Provinsi Jawa Barat.
Kemudian pada 1990, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, museum ini berganti nama menjadi Museum Negeri Provinsi Jawa Barat Sri Baduga. Penamaan Museum Sri Baduga diambil dari nama seorang raja Sunda bernama Sri Baduga Maharaja.
Sri Baduga Maharaja berkuasa sejak 1482 hingga 1521, di sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sunda Galuh Sebab, di bawah pemerintahan Sri Baduga, Kerajaan Sunda Galuh berhasil mencapai masa emasnya.
Berkat ketermasyhuran dalam kehebatannya memimpin kerajaan inilah nama Sri Baduga kemudian diabadikan menjadi nama museum di Bandung, Jawa Barat.
Pada tanggal 5 Juni 1980 bangunan ini diresmi- kan menjadi Museum oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Prof. Dr. Daoed Joesoef. Konsep penyajian koleksi pada ruang pameran tetap Museum Sri Baduga dibuat berdasarkan pendekatan tematik. Untuk pakaian pengantin Jawa Barat itu sendiri terdapat di lantai dua.
Sebelum masuk kepembahasan mengenai busana pengantin Karawang, kira-kira kalian tau ga sih kota Karawang itu dimana?
Jadi, kota Karawang itu terletak di bagian utara Provinsi Jawa Barat. Kota Karawang wilayahnya meliputi Kecamatan Karawang Barat dan Kecamatan Karawang Timur. Asal usul nama “Karawang” yaitu karena bentuk geografis sebagian besar wilayah Karawang meliputi hutan belantara dengan rawa-rawa. Dalam bahasa Sunda, Karawang berasal dari kata ke-rawa-an yang berarti berawa-rawa.
Nah, sekarang Udah tau kan? yuk simak pembahasan pokok dari artikel ini!
Busana Pengantin Karawang lebih dikenal dengan sebutan Kembang Ageung. Pemberian nama tersebut diambil dari hiasan kepala wanita yang beraneka ragam dan cukup banyak.
Busana ini mendapat pengaruh dari Cina dan Arab. Ini terjadi karena sejarah seorang patron bernama Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi yang terkenal dengan sebutan "Syekh Quro" merupakan seorang utusan Raja Campa yang mengikuti pelayaran persahabatan ke Majapahit dari Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho (China).
Sehingga akhirnya 2 kebudayaan tersebut berbaur antara Arab dan China yang membuat pakaian adat tersebut menjadi satu kesatuan antar budaya. Busana Pengantin Karawang ini biasanya dipakai oleh masyarakat umum pada upacara arak-arakan.
Pengantin wanita biasanya mengenakan rok berwarna hijau dan blus tangan panjang berwarna pink yang dilengkapi dengan selendang berwarna kuning. Pengantin pria lebih sederhana hanya mengenakan celana pangsi berwarna hitam, jas hitam, kemeja putih, dan kopeah berwarna hitam.
Rambut pengantin wanita disanggul membentuk seperti keongan atau cepolan. Pada dahi pengantin wanita dihias seperti sisir emas dan siger. Wajah pengantin wanita tertutup dengan hiasan terawangan motif sulur dan beruntaikan biji mentimun berwarna putih yang panjangnya sampai dagu. Pakaian adat pernikahan tersebut tidak hanya sekadar tren mode, tetapi juga sebuah bentuk penghormatan terhadap tradisi leluhur.
Setiap elemen pakaian memiliki makna mendalam yang melibatkan nilai-nilai sosial, spiritual, dan budaya yang terus dijaga agar tidak pudar seiring berjalannya waktu.
Upacara perkawinan tersebut dilengkapi dengan "Seeng "dan "padaringan" sebagai barang bawaan yang utama pada upacara seserahan atau "ngabesan". Langseng dalam bahasa sunda disebut seeng, yakni tempat menanak nasi zaman dulu. Tetapi, seeng saat ini seperti beralih fungsi menjadi syarat adat budaya untuk ‘seserahan’ pernikahan.
Adapun acara lain yang berkaitan yaitu “Parebut Seeng” atau disebut juga “Rampag Seeng” yang merupakan salah satu kesenian bela diri khas tatar Sunda yang melegenda.
Tradisi ini menampilkan ketangkasan bela diriyaitu silat yang konon disebut sebagai upaya untuk menguji keseriusan dari mempelai pria dalam melamar Wanita.
Kemudian penyerahan barang bawaan atau seserahan tadi diawali dengan atraksi yang merupakan simbol kegadisan sang mepelai Wanita. Rampag Parebut Seeng biasa dipentaskan oleh laki-laki, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Dalam penampilan ini, para peserta diharuskan mengenakan pakaian hitam-hitam khas tradisional sunda yang dikenal dengan nama baju kampret dan kepala yaitu totopong.
Cara kerjanya yaitu, satu orang membawa seeng atau tungku nasi dengan gerakan silat. Kemudian peserta yang lain harus bisa menyentuh tungku nasi tersebut. Jika tungku nasi berhasil disentuh, maka peserta yang lain harus merelakan tungku tersebut berpindah tangan. Kemudian ada pendaringan, padaringan adalah wadah makanan pokok seperti beras yang terbuat dari tanah liat atau tembikar.
Padaringan ini memiliki arti bahwa wanita yang sudah menikah yaitu sebagai isteri harus mampu menjadi pedaringan. Artinya, mampu menjadi tempat menyimpan segala macam rezeki yang diperoleh dari suami. Disini sang istri harus mampu membedakan kebutuhan pokok dengan keinginan agar dapat menyimpan penghasilan suami dengan baik.
Selain itu sang istri juga harus mampu membelanjakan untuk hal-hal positif dan berguna bagi kebutuhan rumah tangga dengan penuh kontrol, tidak terkesan boros demi menciptakan ekonomi keluarganya nanti yang stabil. K
emudian selanjutnya ada ngabesan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh keluarga mempelai pria untuk mengantarkan mempelai untuk akad. Pihak pria atau besan mendatangi mempelai perempuan dengan sejumlah sanak-saudaranya dan lainnya
Pada kegiatan ini, segala macem hal dibawa yang berhubungan untuk hantaran kepada mempelai wanita. Seperti makanan, pakaian, perlengkapan dapur, perlengkapan kamar, perlengkapan mandi bahkan sampai perlengkapan dandan. tradisi ini juga dianggap sangat bagus karena tujuannya untuk membuat kedua belah pihak lebih jauh saling -mengenal dan memperat tali silaturhami di keluarga baru antara pihak besan dan perempuan.
Dalam era modern ini, pakaian adat pernikahan Karawang tetap menjadi bagian integral dari pernikahan. Meskipun mungkin mengalami inovasi dalam desain dan pemilihan warna, nilai-nilai dan makna tradisional tetap dijunjung tinggi. Pakaian adat Karawang tetap menjadi lambang kebesaran budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Pakaian adat pernikahan Karawang bukan hanya penanda status pernikahan, tetapi juga sebuah perwujudan dari kekayaan budaya dan tradisi yang mengakar kuat dalam masyarakat setempat.
Melalui pakaian adat ini, setiap pernikahan di Karawang menjadi sebuah perayaan yang mempersatukan nilai-nilai lama dan keindahan masa kini. Sebuah persembahan indah yang merayakan kebesaran dan keharmonisan dalam pernikahan tradisional Karawang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H