Mohon tunggu...
Vania Augustine
Vania Augustine Mohon Tunggu... Penulis - writer

A story teller.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bayang-Bayang Bullying di Koridor Kedokteran: Tragedi PPDS Undip dan Refleksi Moralitas

6 September 2024   20:11 Diperbarui: 6 September 2024   20:14 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Freepik: Ilustrasi Bullying

Kasus bullying yang terjadi di program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) menjadi sorotan nasional. Peristiwa ini mengungkap sisi gelap dari dunia kedokteran yang selama ini dianggap mulia. Profesi yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan malah melakukan praktik sebaliknya. Kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius, mengundang pertanyaan mendalam tentang moralitas serta sistem pendidikan yang kita miliki. 

Adiyono dkk (2022) menjelaskan Bullying adalah suatu bentuk perilaku kekerasan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih "lemah" oleh seseorang atau sekelompok orang. Di lingkungan pendidikan kedokteran, bullying dapat berupa fisik, verbal, psikologis, atau sosial. Bentuk bullying yang sering terjadi adalah perundungan verbal, seperti hinaan, ejekan, dan ancaman, serta perundungan sosial, seperti pengucilan dan gosip.

Dampak bullying terhadap korban dapat sangat serius dan berkepanjangan. Korban bullying bisa mengalami gangguan psikologis, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pascatrauma. Selain itu, korban juga dapat mengalami masalah fisik, seperti sakit kepala, gangguan tidur, dan penurunan nafsu makan. Dalam jangka panjang, bullying dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional korban, serta menurunkan kualitas hidup mereka. Seperti dikutip dari Tempo.co, sebelum bunuh diri korban menuliskan bahwa keinginannya untuk bunuh diri ialah akibat tidak kuat menghadapi perundungan yang terjadi di lingkungan kampusnya. 

Kasus bullying di PPDS Undip menjadi contoh nyata bagaimana bullying dapat terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Dilansir dari Merdeka.com, terdapat 542 laporan kasus serupa di lingkup kedokteran. Tingginya angka perundungan di dunia kedokteran merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti hierarki yang kaku, beban kerja yang tinggi, kompetisi yang ketat, kurangnya empati, dan kurangnya pelatihan tentang etika profesi. Budaya organisasi yang toleran terhadap perundungan juga memperparah masalah ini. 

Dampak bullying tidak hanya terjadi bagi korban, tetapi juga bagi institusi pendidikan. Bullying dapat merusak reputasi institusi serta menurunkan moralitas staf dan mahasiswa.. Selain itu, bullying juga dapat menyebabkan kerugian finansial bagi institusi, misalnya dalam bentuk hukum dan praktik belajar mengajar. Seperti dikutip dari CNN Indonesia, usai kasus tersebut PPDS Undip dihentikan sementara dan mahasiswa dipindahkan ke RS kampus. Tentu ini dapat merugikan bagi mahasiswa lainnya yang sedang dalam proses belajar. 

Dampak bullying tidak hanya dirasakan oleh korban secara individu, tetapi juga berimbas pada lingkungan sosialnya, termasuk keluarga. Tragedi meninggalnya korban bullying di PPDS Undip, misalnya, telah menimbulkan duka mendalam bagi keluarga, terutama sang ayah yang mengalami penurunan kesehatan akibat kehilangan putrinya, seperti dikutip dari CNN Indonesia. Dalam kasus ini, keluarga korban seringkali menjadi pihak yang paling terpukul. Selain kehilangan anggota keluarga yang mereka sayangi, mereka juga harus menghadapi trauma psikologis yang berkepanjangan.

Untuk mengatasi masalah bullying di lingkungan pendidikan kedokteran, diperlukan pendekatan multidimensi. Langkah-langkah yang perlu diambil meliputi pencegahan melalui pendidikan, pelatihan, dan kampanye anti-bullying; intervensi dengan menyediakan saluran pelaporan yang mudah, membentuk tim tanggap darurat, dan memberikan konseling; serta perubahan sistem dengan mengevaluasi kurikulum, mereformasi sistem senioritas, dan meningkatkan pengawasan. Langkah konkretnya dapat berupa, pertama, institusi pendidikan perlu mengembangkan program pencegahan bullying yang melibatkan seluruh anggota komunitas kampus. Kedua, perlu adanya mekanisme pelaporan yang mudah dan aman bagi korban bullying. Ketiga, pelaku bullying harus diberikan sanksi yang tegas.

Orang tua dan masyarakat juga memiliki peran penting. Orang tua perlu mengajarkan anak-anak mereka tentang pentingnya menghargai perbedaan, bersikap sopan, dan menolak segala bentuk kekerasan. Masyarakat perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dan inklusif bagi semua orang. Selain itu, promosi kesehatan mental juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Intinya, mengatasi bullying bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab institusi dan seluruh komponen masyarakat akademik. Perlu adanya komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan belajar yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan etika.

Referensi:

Adiyono, Adiyono and Irvan, Irvan and Rusanti, Rusanti (2022) Peran Guru Dalam Mengatasi Perilaku Bullying. Al-Madrasah: Jurnal Ilmiah Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 6 (3). pp. 649-658. ISSN P-ISSN: 2620-5807; E-ISSN: 2620-7184.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun