Mohon tunggu...
Vania Andari Damanik S.H
Vania Andari Damanik S.H Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Hukum Universitas Sumatera Utara

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

DeepFake AI Sebagai Senjata Kejahatan Pornografi: Upaya Penanggulangan Dalam Bentuk Kebijakan Hukum Pidana (Penal) dan Non Hukum Pidana (Non Penal)

8 Desember 2024   03:59 Diperbarui: 8 Desember 2024   04:02 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
   (Sumber: Ambito Financiero/Pinterest)

Teknologi di era ini berkembang pesat dan memberikan Inovasi-inovasi yang tidak hanya meningkatkan efisiensi dan kenyamanan bagi masyarakat, tetapi juga membuka peluang baru yang sebelumnya tidak terbayangkan. Teknologi saat ini memberikan dampak besar dalam kehidupan kita, dan kemungkinan-kemungkinan baru terus bermunculan seiring dengan perkembangan yang terus terjadi.

Salah satu yang menunjukkan perkembangan teknologi yang sangat pesat di lingkungan masyarakat ialah dengan munculnya deepfake yang didorong oleh kemajuan kecerdasan buatan (AI). Deepfake merupakan teknik sintetis citra manusia yang berdasarkan pada kecerdasan buatan/AI. Ini digunakan untuk menggabungkan serta menempatkan gambar dan video yang ada ke sumber gambar atau video menggunakan teknik mesin belajar yang dikenal sebagai jaringan generatif adversarial (generative adversarial network) atau GAN.

Sayangnya, seiring dengan berjalannya waktu teknologi AI deepfake ternyata banyak dipergunakan secara tidak etis dan tidak bertanggung jawab sama seperti teknolgi-teknologi yang lain karena terdapat kemudahan untuk mengakses aplikasi-aplikasi berbasis deepfake. Pengguna dapat secara leluasa menggunakan deepfake ini untuk mengedit gambar dan video dengan wajah seseorang sesuai keinginannya. Hal inilah yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan baru di masyarakat karena AI deepfake ini justru digunakan untuk kejahatan-kejahatan.

Teknologi deepfake sendiri sebenarnya baru populer di tahun 2017 melalui pengguna forum Reddit. Jaringan generatif adversarial atau GAN ini kemudian dikembangkan melalui Tensor Flow sebuah perangkat lunak dari Google untuk menempelkan wajah public figure tertentu ke tubuh perempuan yang ada dalam suatu film porno. Kemudian pada bulan Januari 2018, muncul suatu aplikasi menggunakan teknologi deepfake yang dapat diunduh oleh siapa saja, aplikasi tersebut bernama FakeApp. Aplikasi inilah yang kemudian menjadi salah satu jalan terjadinya kemungkinan penyebaran video maupun foto deepfake pornografi.

Menurut penelitian perusahaan asal Belanda yang berfokus pada penciptaan teknologi pendeteksi deepfake, dalam kurun waktu tujuh bulan, jumlah video deepfake meningkat dua kali lipat. Pada Desember 2018, jumlah video deepfake hanya sebanyak 7.964 video. Pada Juli2019, jumlah video deepfake sudah mencapai 14.678 video. Yang lebih memprihatinkan, menurut penelitian ini, sampai saat ini sebanyak 96 persen dari jumlah video deepfake yang tersebar di internet itu bermuatan pornografi. Video-video yang diunggah dalam empat situs khusus video deepfake porno pun sudah ditonton hingga lebih dari 134 juta kali. Seluruh video yang ditemukan di situs-situs tersebut menyasar perempuan di mana 99 persen di antaranya berisi selebritas serta musisi perempuan dan sisanya berisi pekerja industri media perempuan.

saat ini Indonesia masih belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara komprehensif dan spesifik mengatur mengenai teknologi AI yang disalahgunakan untuk melakukan deepfake pornografi. Namun berdasarkan jenis kejahatan tersebut merujuk pada ketentuan dalam UU ITE dan perubahannya, UU PDP, UU Pornografi, atau UU 1/2023 tentang KUHP baru. Sehingga dalam hal ini menimbulkan pertanyaan tentang batasan-batasan hukum yang ada dalam penanganan kasus-kasus Deepfake Porn, serta bagaimana masyarakat dan individu dapat melindungi diri dari potensi penyalahgunaan teknologi ini.

pada kasus deepfake yang menyebarluaskan konten palsu edit foto atau video akan dikenakan UU ITE sebagaimana dianggap lex specialis atau hukum khusus yang secara khusus mengatur masalah berkaitan dengan transaksi elektronik, termasuk penyebaran konten deepfake yang melibatkan pornografi, pelecehan, atau pencemaran nama baik. Masalah seperti penyebaran pornografi dalam bentuk informasi elektronik telah termuat dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE yaitu bahwa :”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”. Dalam undang-undang tersebut, juga ditentukan mengenai larangan mentransformasikan atau menyalahgunakan informasi elektronik sehingga seolah-olah tampak asli. Aksi kriminal pelaku yang memanipulasi foto misalnya foto seseorang yang ditransformasikan dari tidak bugil menjadi bugil (seakan-akan foto orisinal) merupakan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 sebagai berikut :”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik. Adapun pelaku dijatuhi sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak dua belas miliar rupiah. Pernyataan tersebut selaras dengan isi Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagai berikut :”Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”.

Mengingat deepfake pornografi merupakan pelanggaran hukum pornografi, secara logis, hal ini juga terkait dengan KUHP, yang mengatur pelanggaran pornografi di Indonesia.Pornografi termasuk dalam klasifikasi tindakan ilegal yang melanggar etika moral sesuai dengan Bagian Keempat Belas mengenai Tindakan Melanggar Kesusilaan dalam KUHP, yang meliputi Pasal 281 hingga 283 KUHP.

deepfake yang terus berkembang menjadi sarana penting untuk menemukan konten yang telah dimanipulasi.Oleh karena itu, kita dapat melindungi masyarakat dari ancaman deepfake dan menjaga integritas data digital dengan undang-undang yang kuat, teknologi identifikasi yang canggih, dan etika yang ketat saat menggunakan teknologi deepfake.Upaya lintas sektor yang holistik sangat penting untuk mencegah pornografi deepfake dan melindungi masyarakat dari bahayanya. Peraturan yang ketat dan efektif harus menjadi dasar penegakan hukum terhadap pelaku deepfake. Teknik identifikasi deepfake yang terus berkembang menjadi sarana penting untuk menemukan konten yang telah dimanipulasi. Sangat penting bagi upaya ini untuk melindungi korban, yang mencakup akses ke layanan hukum dan partisipasi masyarakat dalam melaporkan konten mencurigakan. Kolaborasi antar negara juga penting karena pelaku pornografi deepfake sering berasal dari berbagai negara. Pendidikan publik tentang keadaan digital dan evaluasi terus-menerus keberhasilan tindakan pencegahan adalah komponen penting dari upaya ini. Untuk menangani deepfake, pengembangan hukum internasional, kerja sama dengan platform online, pengembangan etika digital, dan dukungan kepada korbanadalah komponen penting. Kita dapat melindungi masyarakat, mengurangi risiko pornografi deepfake, dan mencegah penyebaran konten yang merugikan dengan menerapkanpendekatan holistik yang melibatkan semua elemen ini. Penyebaran kesadaran publik yang luas akan membantu menemukan dan mengidentifikasi deepfake, sedangkan kolaborasi antarnegara akan memungkinkan penerapan undang-undang yang lebih ketat dan hukuman yang lebih berat bagi mereka yang melanggarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun