Pada puncak pandemi, pesawat A380 sebagai ikon dari salah satu raksasa dalam maskapai penerbangan—Emirates—hanya menerbangkan satu dari 200 stok. Sisanya? Antara grounded atau dibongkar. Ketika era dari raksasa langit ini diperkirakan untuk runtuh, ternyata memiliki comeback yang tidak diduga dalam 2025 mendatang.
Pesawat komersial terbesar di seluruh dunia adalah A380, namun eksistensinya sudah dicap gagal secara global berdasarkan beberapa aspek. Pesawat luar biasa ini memiliki 4 mesin turbin pada bagian sayapnya yang memiliki lebar 262 ft (80 meter). Dengan badan yang luas, pesawat ini mampu menampung 500 orang alias sekitar lebih besar 43% dari pesawat Boeing 747—yaitu pesawat terlaris saat ini. Pertama kali dioperasikan pada 25 Oktober 2007 lalu, waktu yang sama seperti maskapai Singapur-Sydney pertama kali diluncurkan. Akibat jumlah penerbangan yang tak kunjung meningkat dari tahun 2015 hingga tahun 2019, A380 ini mencapai lembaran terakhirnya sejak kelahirannya, ditutup dengan era COVID-19. Kini, investasi berjumlah USD 25 miliar secara resmi sudah ditutup dengan produksi A380 terakhir pada tahun 2021.
Sejumlah permasalahan fatal yang terdapat pada pesawat ini meliputi: ukuran yang tidak kompatibel, prediksi logistikal yang keliru, perjanjian “Open-Skies”, dan keadaan ekonomi yang beroperasi pada semua rute. Dengan kapasitas yang besar, pesawat A380 memerlukan awak sebanyak 23 personil (2 pilot dan 21 pramusaji), gerbang dan runway bandara yang lapang dan kuat, dan banyak kerosene (komponen avtur, bahan bakar pesawat) untuk konsumsi keempat turbin jumbo. Hal ini membuat klaim dari Airbus bahwa “konsumsi bahan bakar yang lebih rendah, dan emisi CO2 yang lebih baik per penumpang dan kilometer yang ditempuh” untuk tidak selalu benar. Ditambah, pada Amerika dan Kanada hanya terdapat 16 bandara yang mampu menjadi tempat landasan untuk pesawat A380, sementara untuk pesawat rivalnya (Boeing 777), terdapat jumlah dua kali lipatnya. Faktor kedua adalah prediksi dari Airbus bahwa model Hub-and-Spoke (di mana sejumlah rute penerbangan kecil akan dikumpulkan pada suatu titik untuk diangkut ke tujuan akhir dengan pesawat yang lebih besar) ternyata kurang efektif daripada penerbangan point-to-point, di mana penerbangan bersifat langsung sampai tujuan tanpa transit, yang mana lebih diminati bagi kebanyakan penumpang. Padahal, melalui prediksi ini, pesawat berukuran besar akan memiliki profit serta minat yang lebih tinggi bila terbukti benar.
Dua faktor tersisa lebih bersifat eksternal, sehingga tidak dapat dihindari oleh pihak perusahaan aviasi Airbus. Pertama, terbitnya “Open Skies Agreement” alias perjanjian antara lembaga kepemerintahan yang memperbolehkan penerbangan bebas antara negara, berkompetisi untuk penumpang dan rute, yang diimplementasikan oleh sejumlah negara yang krusial dalam membuat rute baru penerbangan, contohnya: Begalaru dan Chenaii dimana Delhi tidak menjadi destinasi utama untuk ke depannya di India, begitu pun dengan Cina, dimana Beijing diimbangi dengan Shanghai dan Guangzhou akibat perjanjian ini. Sehingga prediksi “Hub-and-Spoke” pun semakin tidak prominen. Kedua merupakan ekonomi operasi pada semua rute dari A380. Bila ditilik dari tren musiman per tahun, di mana pada saat musim dingin dan panas permintaan yang bervariasi untuk masing-masing negara dapat memuncak/menurun, A380 tampaknya tidak pernah dapat memenuhi kapasitas penuhnya. Hal ini berujung pada komparasi antara A380 dengan rivalnya, yaitu Boeing 747, dengan hanya keunggulan 34% penumpang lbih namun biaya operasional yang lebih besar 60%. Dengan faktogejr-faktor ini, A380 dianggap kurang kayak untuk dioperasikan dalam segi finansial, sehingga produksinya pun disudahi.
Mengejutkannya, simbol dari penerbangan negara destinasi turis UAE, Emirates Airline, telah mengumumkan akan keberlanjutan dari penggunaan Airbus A380 secara perdana kembali pada 1 Januari mendatang, 2025, menandakan kembalinya sang ikon double-decker berdestinasi ibukota Denmark, Danish. Mengapa? Hal ini disebabkan oleh paparan beberapa faktor yang kritis, di antaranya: lonjakan permintaan penumpang, modernisasi armada udara, efisiensi dana, dan keuntungan strategis yang dilihat dari lensa salah satu maskapai paling besar di dunia ini. Faktor pertama terindikasi sejak dahulu kelahiran A380 di mana fiturnya yang luas dan mewah menarik minat hati penumpang untuk perjalanan panjang pasca pandemi. Di sini, pengalaman terbang dengan akomodasi yang efisien dan nyaman untuk rute dengan high-demand seperti benua Eropa dan Asia memungkinkan burung besi raksasa ini untuk mengudara kembali. Dilanjut dengan faktor kedua yaitu pengembangan armada, Emirates telah menginvestasikan USD 2 miliar untuk memperbarui A380 yang menonjol: kelas Ekonomi Premium (kelas untuk menjembatani jarak antara kelas Ekonomi dan Business), kabin yang lebih bervariasi dan modern, dll. Dan juga sementara maskapai penerbangan lain sudah memberhentikan operasi A380 akibat biaya operasional, Emirates justru mengutilisasikan hal ini dengan rute yang berawal dari Dubai-hub dengan kapasitas yang tinggi. Modifikasi yang berlanjut untuk mengembangkan efektivitas biaya sembari mempertahankan daya tariknya. Terakhir, oportunitas ini ditutup dengan bagaimana A380 menjadi komplemen dalam strategi Emirates untuk membangun koneksi antara kota-kota yang prominen di seluruh dunia dengan Dubai. Dengan faktor-faktor di atas yang diciptakan oleh Emirates, diharapkan pengoperasian A380 ini untuk masa depan aviasi komersial yang lebih nyaman, sustainable, dan menjanjikan, tentunya.
Lembaran baru ini ditutup dengan rentetan kesempatan sukses bagi raksasa angkasa A380 untuk tahun 2025. Maskapai Emirates berencana untuk menegakkan A380 kembali sebagai lambang negara gurun pasir tersebut, sebagai kepercayaan yang kuat terhadap keberlanjutan dari relevansi dan daya tariknya, bahkan saat industri aviasi tetap berkembang. Modernisasi ini dapat memberikan tempat bagi Emirates untuk berkompetisi di pasar global dengan pasar yang lebih premium dan berkapasitas tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H