Mohon tunggu...
Vani Abdul Aziz
Vani Abdul Aziz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa sastra yang menyukai musik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Musik, Makna, dan Komoditas

20 Desember 2024   03:39 Diperbarui: 20 Desember 2024   03:39 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Pada 14 Desember 2024, Once Mekel dan Alffy Rev tampil dalam Festival Kebangsaan di Universitas Udayana, Bali, yang bertema "Pesona Tanah Dewata, Inspirasi Harmoni Nusantara". Once Mekel menyatakan bahwa musik adalah bahasa universal yang dapat menyatukan bangsa, dan berharap melalui musik, mereka dapat menginspirasi serta membawa energi positif bagi penonton. Festival ini bertujuan memperkuat kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi dan jati diri bangsa.

           Ada pernyataan yang menarik dari berita tersebut. Once mengatakan bahwa Musik bisa jadi bahasa pemersatu bangsa. Mengapa demikian? Once menyebutkan alasannya bahwa musik dapat menginspirasi dan membawa energi positif bagi seluruh penonton. Musik yang dimaksud bukanlah dalam artian nada yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung ritme dan harmoni. Musik yang dimaksud once ialah musik kontemporer, sebuah musik yang sekarang dijadikan sebuah komoditas. Musik bukan lagi sekedar kesenian, tetapi sudah menjadi barang dagangan. Musik di era kontemporer tidak hanya menyediakan susunan nada yang indah, melainkan konteks yang dijualnya. Konteks pada maksud ini ialah nilai-nilai yang dimaksudkan kepada pasar. Konteks-kontes tersebut berupa emosi, budaya, dan nilai-nilai ekstrinsik lainnya. Contoh paling mudahnya ialah pengklasifikasian genre. Genre adalah upaya pengkotak-kotakan guna mendeskripsikan selera pendengar. Berangkat dari situ, genre akan diperhatikan lebih lanjut yang akan menjadikannya sebuah pasar karena banyak peminatnya dan banyak permintaannya.

            Untuk memahami "konteks" dalam musik era kontemporer, kita perlu memahami isi dari musik tersebut salah satunya lewat lirik. Lirik dalam lagu adalah sebuah ekspresi konkret yang dapat mendeskripsikan isi dan emosi. Namun, pemaknaan dari lirik pun dapat berbeda-beda bahkan berada diambang ambiguitas. Maka dari itu dapat kita gunakan sebuah disiplin ilmu yang dapat menjawab ambiguitas tersebut. Ada disiplin ilmu linguistik yakni, semiotika. Semiotika yang sering dijadikan pisau analisis lagu adalah semiotika Roland Barthes. Pada semiotika Roland Barthes ada konsep pemaknaan secara Denotasi, Konotasi, dan Mitos. Ketiga konsep tersebut memiliki tingkatan yang berbeda. Denotasi adalah makna literal atau dasar dari sebuah tanda. Ini adalah makna yang langsung dirujuk oleh tanda. Contohnya, gambar apel denotasinya adalah buah apel. Konotasi adlaah makna tambahan yang muncul dari asosiasi budaya, ideologi, atau nilai-nilai yang melekat pada tanda. Gambar apel dapat memiliki konotasi "kehidupan," "pengetahuan," atau bahkan "godaan," tergantung konteks budaya. Mitos tanda penanda baru untuk makna yang lebih kompleks yang menjadikannya makna pada tingkat kedua. Salah satu contohnya penulis akan membedah penggalan lirik dari sebuah lagu. Lagunya bertajuk "Lekas Paham" yang ditampilkan oleh Antipoten. Lagu tersebut ditemukan di platform soundcloud. Berikut penggalan lirik lagu yang akan dianalisis:

"Pergelutan belum usai

Kata-kata masih menyerang

Makna masih melayang-layang

Membidik sisi terdalam arti"

MAKNA

"Pergelutan belum usai" Secara denotatif, menjelaskan bahwa sebuah konflik atau belum terlihat titik terang usainya. Pada makna konotasinya, lirik tersebut menunjukkan perjuangan emosional, mental, atau eksistensial, seperti konflik batin atau kehidupan.

"Kata-kata masih menyerang" Kata-kata digambarkan sebagai sesuatu yang menyerang, secara harfiah ini bisa berarti kata-kata diucapkan secara intens. Konotasinya menunjukkan eksplorari dari sebuah ucapan yang bisa menyerang dengan ambisi yang dibawanya.

"Makna masih melayang-layang" Makna dalam konteks ini secara literal dapat diartikan sebagai sebuah ide atau arti yang belum memiliki kejelasan atau tidak konkret. Konotasinya ialah menggambarkan situasi ketidakpastian, ambiguitas, atau pencarian makna dalam hidup.

"Membidik sisi terdalam arti" Ini berarti mencari atau menargetkan makna yang paling dalam dari suatu hal. Konotasinya bisa bermakna introspeksi mendalam atau usaha memahami sesuatu dengan sepenuh hati.

         Makna mitos dalam lirik lagu "Lekas Paham" merepresentasikan kehidupan manusia adalah perjalanan terus-menerus untuk memahami makna melalui bahasa. Lagu ini mengungkapkan betapa pentingnya bahasa sebagai medium utama untuk merangkai dan menggali arti dari kehidupan, yang sering kali kompleks dan sukar dimaknai. Bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai medan pertempuran batin, di mana individu berusaha menjinakkan kata-kata yang "menyerang" untuk menemukan makna yang mendalam. Simbolisme seperti "Makna masih melayang-layang" dan "Membidik sisi terdalam arti"  menegaskan mitos tentang kehidupan sebagai proses menuju pencerahan: dari ketidaktahuan menuju pemahaman, dari keraguan menuju kepastian. Lirik ini mengidealkan perjalanan manusia untuk berdamai dengan makna yang sering kali melampaui kata-kata itu sendiri.

          Demikian analisis lirik lagu menggunakan semiotika Roland Barthes. Lagu tersebut mengungkapkan pentingnya sebuah bahasa dalam kehidupan manusia. Bahasa bukan hanya sebuah alat komunikasi, bahasa bahkan dapat menjadi arena pertempuran batin. Sebuah tutur-tutur yang tak terungkap dari benak. Dari analisis tersebut bisa kita kaitkan kembali bahwa musik sudah menjadi komoditas. Dari lagu "Lekas Paham" dari Antipoten bisa dilihat bahwa konteks yang dibawa ialah sebuah keresahan akan berbahasa dan lagu tersebut memiliki pasar di kalangan bahasa, bisa itu seniman, akademisi bahasa dan sastra bahkan khalayak umum sekalian karena musiknya merupakan beraliran indie-folk yang ramah ketika didengar. Tulisan ini adalah usaha untuk mengingatkan kita bahwa musik, sebagai bentuk seni sekaligus komoditas, memiliki kekuatan untuk merepresentasikan realitas dan mitos kehidupan manusia. Dengan menggali makna-makna tersebut, kita dapat lebih memahami bagaimana musik tidak hanya menyatukan dan menghibur, tetapi juga membuka ruang refleksi yang mendalam tentang eksistensi dan perjuangan kita dalam merangkai makna hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun