Mohon tunggu...
Vanessa ShabirahCornella
Vanessa ShabirahCornella Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Airlangga

mahasiswa kedokteran gigi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kontroversi Hak Pengelolaan Tambang oleh Ormas Keagamaan

12 Juni 2024   16:21 Diperbarui: 12 Juni 2024   18:14 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Presiden Joko Widodo alias Jokowi memberikan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang dikeluarkan pada 30 Mei 2024. Keputusan ini memungkinkan badan usaha milik ormas keagamaan mendapatkan "penawaran prioritas" untuk mengelola WIUPK yang sebelumnya diprioritaskan untuk badan usaha negara. 

Namun, ormas keagamaan hanya dapat memperoleh izin konsesi untuk komoditas batubara di wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Substansi kebijakan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang memprioritaskan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada BUMN dan BUMD. 

Jika BUMN dan BUMD tidak berminat, penawaran baru dapat diberikan kepada swasta melalui proses lelang, sementara ormas keagamaan tidak termasuk pihak yang dapat menerima penawaran prioritas sesuai dengan UU Minerba tersebut.

Isu mengenai ormas mengelola tambang mendapatkan berbagai respon. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan respon positif namun menolak konsesi tambang yang berada di pemukiman atau lahan dengan hak ulayat, sementara Muhammadiyah (MU) merasa perlu melakukan kajian internal sebelum mengambil sikap. 

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menolak kebijakan ini, sedangkan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) mendukung dengan syarat ada pendampingan dari pemerintah. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengapresiasi kebijakan tersebut namun tidak ingin terlibat, dan komunitas Buddha belum memberikan respon. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan ada enam lokasi PKP2B yang meliputi bekas lahan tambang batubara dari PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung. Jika ormas keagamaan yang dimaksud tidak mengambil penawaran Izin Usaha Pertambangan (IUP), maka lahan tambang tersebut akan dikembalikan kepada pemerintah dan selanjutnya akan dilelang kepada pihak swasta.

Pendapat saya, meskipun niat pemerintah untuk melibatkan ormas keagamaan dalam pengelolaan tambang mungkin dimaksudkan untuk memberdayakan mereka, keputusan ini perlu dipertimbangkan kembali mengingat bertentangannya dengan undang-undang yang ada. 

Selain itu, perhatian serius harus diberikan pada dampak sosial dan lingkungan, terutama terkait lahan dengan hak ulayat dan pemukiman. Pendampingan dari pemerintah juga harus dijamin untuk memastikan bahwa pengelolaan tambang dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun