Kegiatan bertani sudah mengakar lama dan dijunjung tinggi di tanah air ini, sehingga potensi keberlangsungannya seharusnya meyakinkan. Lantas, fluktuasi minat yang muncul dari generasi-generasi terakhir tentunya ada dengan pengaruh kemajuan zaman. Untuk menghadapi revolusi industri, ada elemen-elemen yang telah dievaluasi dan masuk ke dalam lapangan bertani, seperti munculnya agribisnis dan agroindustri ke permukaan, yang membuat sektor agrikultur kembali menghijau.
Agribisnis menginkorporasikan usaha pertanian dengan manajemen yang tepat guna dan tepat sasaran, sebuah landasan penting untuk mendukung perkembangan negara dalam berpacu di trek ekonomi yang terjal. Sebagai salah satu keunggulan Indonesia, usaha pertanian yang mulai melandai perlu mengalami restorasi dengan mendukung kesejahteraan pelaku ekonomi secara merata dan bukan semata-mata mencukupi menurut para konsumen akhir.Â
Sehubungan dengan itu, agribisnis yang juga meliputi agroindustry, membangun jembatan antara sistem hulu sampai hilir dengan menetapkan keuntungan yang memadai dari kedua belah pihak. Inilah yang mengangkat rasa percaya dan potensi pertanian Indonesia kembali ke permukaan.
Di tengah situasi pandemi yang dikatakan memutus arus sekian sektor komoditas sekalipun, agroindustry tetap beralaskan tanah dalam melangkah di dunia serba digital dengan mulai mengadopsi teknologi dari segi aksesibilitas komunikasi juga dalam tahap pendistribusiannya. Masa kejayaan Indonesia sebagai negara agraris tidak kunjung luntur bila sektor pertanian dan sekitarnya menjadi media akulturasi kemajuan dunia virtual dengan pembudidayaan bahan pangan.
Pasar domestik Indonesia memungkinkan sejumlah perubahan evolusioner untuk agroindustry karena produk yang berupa hasil alam berpacu dengan rotasi iklim dan musim yang tidak selalu kompatibel untuk bercocok tanam. Hal ini menjadi alasan besar untuk masyarakat millennial sekalipun menjadi bagian dari produksi dan distribusi sektor pertanian, yang luas pula cangkupannya ke ranah pengelolaan. Menjadi bagian sebagai yang didukung dan mendukung pembangunan nasional menunjang semangat para kompatriot bangsa.
Dari lensa  yang lebih kecil, secara tidak resmi pun sudah banyak warga rumahan yang mengadopsi sistem vertical farming untuk domestikasi kegiatan bertani. Sistem ini tidak menuntut adanya lahan luas maupun peralatan yang berlebih untuk bisa diaplikasikan. Hidroponik yang menerapkan sistem ini juga melatarbelakangi maraknya bertani dari rumah karena bisa mengurangi biaya konsumsi bulanan berkat hasil panen pribadi. Di luar Indonesia pun, tren vertical farming sudah semakin signifikan di antara yang lain dikarenakan isu keterbatasan lahan yang memang sedang menjadi kekhawatiran.
Angin musim untuk kembali berlayar ria diantara ilalang persawahan akan hadir untuk waktu yang lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H