Mohon tunggu...
Vanessa Mulano
Vanessa Mulano Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Mazhab Hukum Positivisme dalam Kasus Pelanggaran Lalu Lintas

26 September 2024   18:45 Diperbarui: 26 September 2024   18:48 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

3. Legitimasi Hukum: Hukum yang ditegakkan dengan pendekatan positivisme memiliki legitimasi yang kuat karena aturan tersebut dibuat oleh otoritas yang sah, yaitu negara. Dalam kasus ini, undang-undang lalu lintas yang disahkan oleh pemerintah menjadi dasar bagi polisi untuk menjalankan tugasnya.

Kritik terhadap Pendekatan Positivisme

Meskipun memberikan kepastian dan konsistensi, pendekatan positivisme dalam kasus pelanggaran lalu lintas juga tidak lepas dari kritik. Salah satu kritik utama adalah bahwa pendekatan ini terlalu kaku dan tidak mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual yang mungkin penting dalam menilai suatu pelanggaran.

Sebagai contoh, seorang pengendara yang menerobos lampu merah karena kondisi darurat medis mungkin merasa bahwa sanksi yang dikenakan kepadanya tidak adil. Namun, karena positivisme berfokus pada hukum tertulis dan bukan pada keadilan substantif, kondisi tersebut tidak akan menjadi bahan pertimbangan dalam penegakan hukum. 

Selain itu, dalam konteks pluralitas hukum di Indonesia, pendekatan positivisme juga sering dianggap mengabaikan aspek-aspek lokal atau sosial yang mungkin tidak secara eksplisit diatur oleh hukum tertulis.

Kesimpulan

Penerapan mazhab hukum positivisme dalam kasus pelanggaran lalu lintas, seperti pelanggaran lampu merah, memberikan banyak manfaat dalam hal kepastian dan konsistensi penegakan hukum. Aturan tertulis yang jelas memastikan bahwa setiap pelanggar diperlakukan secara adil sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, pendekatan ini juga memiliki keterbatasan, terutama dalam hal fleksibilitas dan keadilan substantif. Dalam beberapa situasi, pendekatan yang lebih kontekstual dan sensitif terhadap kondisi sosial atau moral mungkin diperlukan untuk mencapai keadilan yang lebih menyeluruh.

Mazhab hukum positivisme memang cocok untuk kasus-kasus yang bersifat administratif seperti pelanggaran lalu lintas, tetapi dalam kasus yang lebih kompleks, mungkin dibutuhkan pendekatan hukum yang lebih terbuka terhadap pertimbangan moral dan keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun