fuki memiliki daun yang lebar banget ya, jadi penasaran kan sebenarnya apa itu tanaman fuki dan apa sih manfaatnya? Yuk simak langsung artikel di bawah ini.Â
Wah dilihat dari gambar di atas, tanamanApa itu fuki?
Apakah kalian pernah mendengar fuki atau japanese butterbur? Hmm mungkin masih terdengar asing ya di telinga orang Indonesia.
Sesuai dengan namanya, fuki atau japanese butterbur (Petasites japonicus) merupakan tanaman yang bisa ditemukan di negara matahari terbit, yaitu Jepang dan mungkin belum terlalu populer di Indonesia (Iwamoto 2009). Tanaman ini biasanya sering dimanfaatkan sebagai obat-obatan karena memiliki manfaat sebagai anti-inflamasi, anti-pasmodik, antioksidan, dan neuroprotective. Keren banget buan?Â
Selain itu, beberapa negara di Asia Timur dan Eropa juga memanfaatkan tanaman ini sebagai salah satu treatment alergi dan penyakit asma, loh. Hal ini karena adanya komponen senyawa aktif seperti bakkenolide, fukinolik, flavonoid, petasiformin A dan asam klorogenat.Â
Tidak hanya itu saja, adapun penelitian yang dilakukan oleh Kim dkk pada tahun 2015 yang menunjukkan bahwa adanya kandungan enzim fibrinolitik yang terkandung dalam pada tanaman fuki.
Manfaat enzim fibrinolitik
Sebelum kita membahas apa manfaat dari enzim fibrinolitik, ada baiknya jika kita pahami terlebih dahulu apa itu enzim fibrinolitik. Enzim fibrinolitik merupakan enzim protease yang dapat mendegradasi protein fibrin.Â
Pada dasarnya, protein fibrin yang terbentuk dari fibrinogen (glikoprotein yang merupakan prekursor dari fibrin) dengan bantuan trombin ini akan berperan penting dalam proses penggumpalan darah atau pembekuan darah.Â
Waduh, pasti cukup membingungkan ya? Nah, sederhananya, protein fibrin sebenarnya akan membantu dalam proses mencegah pendarahan, namun jika kandungan protein fibrin terlalu banyak, maka akan berakibat fatal.Â
Mengapa? Jika protein fibrin ini terdapat dalam jumlah yang banyak di dalam darah, maka akan meningkatkan resiko penyakit, seperti stroke, infark miokard, penyakit jantung iskemik, dan tekanan darah tinggi (Jeong et al. 2014). Seram banget kan?Â