Lagi-lagi saya memang simpatisan JKW-JK. So, melihat Mahfud menjadi ketua timses Prahara, bikin saya heran. Bukannya, Mahfud dulunya seperti pengen dilamar JKW untuk menjadi cawapresnya, kok bisa berbalik 180 derajad begitu. Ada apa gerangan? Saya sendiri ga masalah siapa cawapres JKW. Entah JK atau Mahfud. Tetapi sebenarnya, pengen tokoh lain yang baru seperti Mahfud.
Penasaran saya terjawab sudah di Mata Najwa. Meskipun sudah menduga alasannya, saya kok berusaha menolak kenyataan itu. Ah, Mahfud tidak sekerdil itu deh. But, oh no, terima kasih Najwa atas tayangannya.
Wajar bila Mahfud sakit hati dengan Cak Imin diluar kebenaran ceritanya. Mahfud sakit hati karena Cak Imin kurang menjual Mahfud sebagai cawapres baik di kedua belah kubu. Tetapi hal ini memberikan persepsi bagi saya. Mahfud pengen banget jadi cawapres, tanpa peduli siapa capresnya. Waduh, pak, kok segitunya sih. Sampai merasa kejegal karena merasa jalannya untuk menjadi cawapres di kedua kubu seperti ditutup oleh cak Imin.
Selain persepsi tersebut, ada beberapa persepsi saya yang lain setelah menonton mata Najwa tentang Mahfud. Cerita bahwa sebenarnya Gerindra ingin agar Mahfud menjadi cawapresnya daripada Hatta dan mempersilahkan Najwa mengkonfrontir ke Fadli Zon, bikin saya geleng-geleng. Entah karena Mahfud ga mau kalah level dengan Hatta sampai harus mengatakan hal tersebut di media TV. Penegasan ga mau kalah mungkin kalau dia ga jadi cawapres, bukan karena dia kurang pantas, tetapi kurang mujur. Entah pula angin segar itu dilontarkan Fadli Zon hanya untuk menyenang-nyenangkan Mahfud. Bingung saya, mana yang childish, Mahfud atau Fadli Zon? Apapun itu, kok ya curcol di TV sih, kan ditonton seluruh Indonesia. Ga salah tuh Mahfud. Entah setelah ini, dicabut wewenangnya sebagai ketua Timses, yang malah gembosin sendiri. Ya iyalah, Mahfud malah menyatakan bahwa Hatta adalah ban serep. Oh my God..
Sekali lagi, wajar bila mahfud sakit hati. Sampai harus 3 hari 3 malam untuk membuat keputusan kontroversial, pake acara menangis pula katanya. Tetapi awalnya saya ga percaya, Mahfud yang sudah berpengalaman politik yang lumayan lama, kok ya bisa begitu ya. Sebegitu sakit hatikah beliau. Mungkin hanya pak Mahfud yang bisa merasakannya.. Bagi saya, beratnya membuat keputusan menunjukkan sebenarnya pak Mahfud tak ingin berkeputusan begitu, tapi mungkin karena sakit hati itulah. Ah, mungkin karena bayang-bayang harus menjadi capres atau cawapres itukah sehingga membuta mata hati pak? Sayang sekali..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H