Mohon tunggu...
Vampieter Pieter
Vampieter Pieter Mohon Tunggu... -

Berani mengalahkan ketakutan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mau dibawa kemana kampus ini ?

25 November 2011   10:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:12 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah pidato pada acara penyambutan atlet yang meraih medali di POMNAS 2011 Riau, Rektor kampus ini menyampaikan beberapa hal kepada mahasiswa yang ikut menyambut sang atlet tersebut. Pidato tersebut saya simak dengan seksama kalimat demi kalimat. Dalam pidato tersebut sang rektor mengatakan bahwa “ ada dua pengetahuan yang harus dikuasai oleh mahasiswa ketika masih kuliah, pengetahuan itu adalah pengetahuan Softskill dan Hardskill”. Softskill adalah kemampuan yang didapat oleh mahasiswa melalui kegiatan-kegiatan diluar kegiatan akademik seperti kepemimpinan, olahraga atau kegiatan lainnya. Sedangkan kemampuan hardskill adalah kemampuan/pengetahuan yang didapatkan mahasiswa yang berkaitan dengan latar belakang pengetahuan sang mahasiswa. Kedua keahlian ini memang sedang dikembangkan di universitas-universitas lainnya. Namun kondisi yang terjadi berbeda dengan pernyataan rektor tadi. Di kampus ini Tidak terlihat ada program-program untuk mengembangkan sofskill mahasiswa. Ini terlihat jelas, jika sebuah kampus ingin mengembangkan kemampuan softskill mahasiswa, maka kampus tersebut selayaknya melibatkan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan non akademik seperti seminar, workshop atau pertandingan olahraga antar fakultas dll. Tapi sayangnya, kegiatan mahasiswa pun nyaris tidak ada mereka yang bergabung di senat mahasiswa mungkin tidak memilki program kerja untuk pengembangan mahasiswa. Bisa dibilang organisasi senat mahasiswa hanya formalitas belaka layaknya OSIS di SMA/SMP. Jika pun ada kegiatan, maka yang terlibat adalah para staf pegawai maupun beberapa dosen di kampus ini. Sedangkan mahasiswa dengan status mahasiswa biasa tidak bisa terlibat didalam kegaitan-kegaitan tersebut untuk meningkatkan kreatifitasnya. Yang terjadi dikampus ini hanya rutinitas biasa mahasiswa kuliah. Padahal bisa dibilang kampus ini adalah salah satu kampus yang cukup tua dan cukup memiliki nama besar di daerah ini, seharusnya hal-hal diatas bisa diatasi oleh kampus ini. Organisasi kampus, komunitas mahasiswa pun hampir tidak terlihat. Lalu kemudian timbul pertanyaan; Apa yang dilakukan kampus ini untuk mengembangkan kemampuan mahasiswanya ? apakah hanya rutinitas kuliah ? Kemudian uang embel-embel selain uang kuliah yang dibayarkan mahasiswa dipake buat apa saja? Apakah petinggi kampus ini tidak merasa malu jika alumni dari kampus ini hanya menjadi seorang pengangguran intelektual tanpa kreatifitas/kemampuan softskill yang memadai? Hmmmm. Tentunya, karena bukan hak saya untuk menjawabnya. Berbeda dengan kampus-kampus lainnya, mahasiswa diberikan ruang dan waktu untuk berkreatifitas. Kampus akan memfasilitasi dengan memberikan biaya tambahan dan sisanya merupakan usaha para mahasiswa.

Setiap kampus pasti memiliki visi dan misi. Visi dan misi ini yang akan mengarahkan kemana kampusakan berjalan. Namun yang terlihat adalah kampus ini seperti layang-layang “peper” (putus) yang terbang entah kemana arahnya.(rasa-rasa mo gila sa). Mau dijadikan apa mahasiswa kampus ini? Mahasiswa teladan yang setiap harinya hanya kuliah? ; mau dijadikan calon-calon pekerja professional atau pengangguran intelektual. Mengingat banyaknya tingkat pengangguran sarjana di kota ini, seharusnya kampus ini ikut berperan serta mengatasi hal tersebut dengan cara membentuk idealisme mahasiswa untuk bisa kreatif, Bukannya mempersiapkan mahasiswa hanya untuk menjadi pekerja. Kampus harus memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan kemampuan sofskill mahasiswa. Para pengajar juga harus lebih kreatif dalam mendidik mahasiswa agar nantinyadapat berkembang dan kreatif sesuai dengan hobby dan minatnya. Survey menunjukan bahwa, hanya 10 % -15 % dari lulusan perguruan tinggi yang terserap dunia kerja pada setiap satu kali periode wisuda sarjana. Nah, sisanya kemanakan ? ada yang memilih menjadi wirausaha, ada juga yang memilih menganggur sambil menunggu lowongan kerja dibuka lagi atau menunggu rektrutment Pegawai Negeri Sipil tahun berikutnya dan ada juga memilih melanjutkan studi S2. Jika pada satu periode wisuda di kampus ini mewisudakan 500 orang, maka hanya 50 – 100 orang yang terserap kerja, jika dalam setahun ada dua periode wisuda maka akan 1000 orang sarjana baru. Jika diakumulasikan dari jumlah tersebut maka hanya 200 – 300 orang yang akan bekerja. 700 orang sisanya akan jadi apa ? sudah jelas 700 orang sarjan baru ini akan menambahkan angka statistic pengangguran di kota ini. Apakah kampus ini hanya tenang-tenang saja dengan kondisi ini dan tidak mencari solusi untuk mengatasinya ? dan itu akan terjadi setiap tahunnya. Hmmm sungguh kejadian yang kronis.

Ada dua hal yang harus diperhatikan kampus ini, mau jadi research university atau menjadi enterpreneur university ?jika ingin menjadi research university maka kampus ini harus memperbanyak penelitian dan juga paten sehingga dapat menciptakan produk yang dapat menunjang perekonomian di daerah ini. Dan jika ingin menjadi entrepreneur university maka kampus ini harus berpikir lebih keras untuk mendidik mahasiswanya untuk menjadi entrepreneur ketika mereka lulus kuliah. Meskipun entrepreneurship dimasukan kedalam kurikulumm kuliah mahasiswa, tapi kebanyakan hanya berakhir di diktat kuliah tanpa implementasi. Enterpreneurship merupakan salah kegiatan softskill mahasiswa yang harus dikembangkan. Mahasiswa tidak hanya mengetahui proses jual beli (baca : dagang) tetapi juga memahami bagaimana mencari calon pembeli, bagaimana membuat branding yang bagus dari usaha sehingga mahasiswa memiliki jiwa wirausaha yang tinggi dan tidak berharap menunggu lowongan kerja atau menunggu tes CPNS di daerah ini.

Memang dibutuhkan usaha yang keras untuk mengembangkan softskill di kampus ini, dibutuhkan lobi-lobi yang lebih supaya kampus ini mau memperhatikan softskill mahasiswa. Jika memang memilih untuk menjadi reseacrhc university dan entrepreneur university maka kampus ini harus membaginya dalam porsi yang benar-benar berimbang. Kampus ini juga harusnya mau memikirkan akan dijadikan apa nanti mahasiswa setelah lulus nanti. Dengan memperhatikan softskill mahasiswa maka secara tidak langsung kampus ini akan memberikan ruang kreatifitas kepada mahasiswa sebagai bekal dimasa yang akan dating, selain itu dapat menjadikan itu sebagai salah faktor untuk meningkatkan akreditasi semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun