Mohon tunggu...
Vampieter Pieter
Vampieter Pieter Mohon Tunggu... -

Berani mengalahkan ketakutan

Selanjutnya

Tutup

Money

“Manajemen Penjilat” Virus yang Mematikan

18 Mei 2010   00:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:09 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sejarah peradaban dunia, saya melihat ada begitu banyak cerita-cerita kepahlawanan yang menggambarkan peristiwa heroic, sikap-sikap patriotic, sifat-sifat keberanian hingga tidak luput pula sikap kepribadian oportunis. Dari cerita Kehebatan Musa memimpin Bani Israel keluar dari perbudakan Mesir hingga cerita panjangFidel Castro menolak Hegemoni AS. Atau mungkin cerita kepahlawanan The King of David ketika mengalahkan Raksasa Goliath hingga George Soros yang menggagahi sebagian besar Ekonomi dan Keuangan Dunia.

Masih begitu hangat pula di pikiran kita, ketika Media-media publik diawal bergulirnya tahun 2008 tak henti-hentinya menayangkan gugurnya Tokoh Utama “Kekaisaran” Orde Baru. Seorang public figure yang mencatatkan dirinya dalam sejarah kelam Tata kelola Pemerintahan Indonesia, seolah dibangunkan kembali kejayaannya oleh Media-media massa tersebut. Tapi, tak apalah. Itu semua tidak perlu kita besar-besarkan. Karena memang ternyata masih banyak orang-orang yang pernah menikmati nikmatnya serta indahnya orde pembangunan “fisik yang kapitalis” di era pak Harto. Konkritnya, orang-orang yang sukses menerapkan ilmunya sebagai seorang manager yang fasih berkata “Menurut Pentunjuk Beliau” (MPB) dan memiliki prinsip “Cari Muka” (CM) serta berpedoman pada “Asal Bapak Senang”(ABS).

Tidak luput pula masyarakat disekitaran dinamika tempat saya mengekspresikan diri, virus-virus MPB, CM, dan ABS ternyata bukan barang baru. Jika mau ditelisik lebih jauh, ternyata virus-virus inilah yang telah mengangkat, menggerogoti sekaligus menumbangkan kejayaan Soeharto pada masanya. Dengan menerapkan “Manajemen Penjilat”, atau tata kelola organisasi yang mengendus-endus di pantat kekuasaan untuk tujuan mengamankan diri, maka seseorang menganggap dirinya akan mendapatkan kesejahteraan dan kenyamanan hidup sejalan dengan jejak penguasanya.

Tapi perlu diketahui, sudah banyak bukti jika di sekeliling penguasa tumbur subur jamur para Penjilat, maka itu pertanda bahwa kekuasaan dan institusi mulai lapuk dan menuju ke ambang kehancuran. Logikanya, Pemimpin kehilangan kontrol akibat dari legitimasi semu orang-orang disekelilingnya. Walhasil, institusi tidak dapat dewasa dalam menghadapi perbedaan-perbedaan pendapat yang mengkontrol, karena fungsi pengendalian terhegemoni dengan kekuasaan. Selanjutnya, organisasi tidak dapat belajar dari turbulensi perubahan karena bergantung pada cara berpikir dan wawasan dari penguasa. Apalagi di masa sekarang sangat sulit mencari pemimpin berani menanggalkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, lalu tulus mendedikasikan hidupnya bagi khalayak.

Rasa-rasanya kita perlu memerangi para penganut Manajemen Penjilat, dalam hal ini ABS dan CM. Sama halnya ketika Orde Baru getol dengan memerangihebatnya ajaran Marxisme. Terutama di sebuah Institusi pendidikan,“Terapi” bagi para komprador harus di dilakukan, karena bahaya laten Penjilat-isme. Karena kita ketahui itu bukan suatu bentuk dukungan bagi seorang pimpinan yang kita gadang-gadang. Tetapi merupakan Virus yang mematikan perlahan-lahan sebuah kepemimpinan dan akan menciderai institusi yang kita cintai.

Ciri-ciri penganut Ajaran Manajemen Penjilat :


  1. Melaksanakan pengelolaan organisasi berpedoman pada Asal Bapak Senang.
  2. Tujuannya adalah kepentingan mengamankan diri
  3. Berdinamika mengandalkan prinsip-prinsip Cari Muka, lalu setelah menemukannya cenderung bermuka dua.
  4. Bersikap reaksioner dan responsif ketika ketika menghadapi isu.
  5. Menganggap keberhasilan organisasi adalah karena kehebatan dirinya, lalu melupakan Pemimpinnya sendiri.


oleh : Rudi Latupeirissa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun