Mohon tunggu...
Vallens KebyTermas
Vallens KebyTermas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hubungan Internasional UMY S1

suka membaca dan menulis sesekali

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Toleransi Politik-Keagamaan Muslim di Indonesia: Dekendolasi Demokrasi dan Faktor-faktornya

21 Juni 2023   03:08 Diperbarui: 21 Juni 2023   03:19 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan freedom House, Indonesia sempat menjadi negara bebas penuh, tapi turun menjadi negara setengah bebas dalam sebelas tahun terakhir. Kebebasan di Indonesia dianggap terkonsolidasi, sebagaimana negara ini dulunya diberi label bebas penuh baik dalam hak politik maupun kebebasan sipil yang adalah dua indikator utama yang digunakan oleh Freedom House yang merupakan penilai internasional demokrasi negara-bangsa yang paling dihormati. Melongsornya kebebasan ini diyakini berkaitan dengan intoleransi terhadap kelompok-kelompok agama atau paham agama minoritas, secara khusus intoleransi muslim terhadap non-Muslim.

Dekonsolidasi demokrasi Indonesia terjadi ketika kebebasan beragama atau toleransi beragama memburuk. Kebebasan sipil, khususnya toleransi beragama, merupakan isu krusial yang mengancam konsolidasi demokrasi suatu negara. Demokrasi elektoral, yang dicirikan oleh pemilu bebas yang diadakan secara rutin, tidak cukup untuk konsolidasi demokrasi. Kurangnya toleransi, khususnya jaminan negara atas hak- hak minoritas, telah menjadi penyebab kegagalan banyak negara demokrasi. Menurut para sarjana terkemuka budaya politik demokrasi, saling percaya dan toleransi diperlukan selain partisipasi politik formal untuk membuat demokrasi berjalan dan tetap stabil.

Toleransi beragama-politik di Indonesia dibentuk oleh Pancasila. Prinsip- prinsip ini memandu Konstitusi, yang awalnya diadopsi pada tahun 1945 pada saat Revolusi Kemerdekaan, dan merupakan kerangka ideologis penting untuk menengahi masalah negara yang luar biasa kompleks. Salah satu isu adalah hubungan kausal antara keterlibatan kelembagaan dan toleransi agama-politik.

Menurut penelitian studia islamika Indonesian Journal for Islamic Studies menemukan bahwa Muslim Indonesia, 87% dari populasi nasional, tidak toleran secara agama-politik. Mereka tidak toleran terutama terhadap pejabat publik non-Muslim. Ditemukan juga bahwa sipil dan politik keterlibatan ditemukan tidak signifikan dalam memprediksi toleransi agama-politik. Keanggotaan dalam asosiasi sipil mana pun dan kepentingan politik tingkat tinggi tidak secara otomatis meningkatkan toleransi.

Ketaatan beragama di kalangan Muslim memang memperlemah toleransi politik-keagamaan, tapi kondisi elonomi-politik dan keamanan, sikap peduli pada institusi, peduli politik, komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, dan warga suku bangsa Jawa memperkuat toleransi tersebut. Kalau faktor-faktor ini mengalahkan faktor agama dan ketaatan beragama maka toleransi politik-keagamaan di Indonesia akan membaik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun