Pendidikan sekolah perwujudan pembangungan perilaku SDM dan moralitas bangsa. Sekolah menjadi tempat peraduan anak didik dalam memupuk ilmu dan pengetahuan. Proses yang dijalani nantinya membentuk karakter dan prilaku masing – masing anak.
Banyak fenomena yang kurang patut yang masih melingkupi dunia pendidikan. Walau zaman telah modern, praktek hukuman berbuntut kekerasan masih saja terjadi. D. Douglas (1998) berpendapat, dalih kekerasan itu digunakan akan menggambarkan prilaku, baik secara terbuka maupun tertutup.
Kekerasan dapat diamati langsung seperti perkelahian antar teman, permusuhan dan sebagainya. Tindak kekerasan yang berakibat menyakiti (fisik) dan menggangu mental korban perlu direduksi. Tindakan tak terpuji itu dilakukan di mana tempat persemaian nilai moral dan pendidikan dilakukan.
Kekerasan termasuk bullying kerap terjadi oleh oknum pendidikan. Dalih mengikuti peraturan dan tata tertib, kekerasan pun diberlakukan. Padahal, sekolah seharusnya memberi citra positif dengan pendekatan edukatif.
Kekerasan dalam pendidikan bisa disebabkan buruknya sistem dan kultur sekolah. Pendekatan terhadap siswa hanya mengutamakan aspek kognitif dan melalaikan aspek afektif. Hal ini memengaruhi proses dehumanisasi siswa terhadap lingkungan sekitarnya. Disisi lain, media massa yang memang kian vulgar dalam menampilkan aksi-aksi kekerasan, sehingga mereka dapat mengikutinya.
Untuk memotret masalah ini , perlu ditelaah terlebih dahulu kondisi pendidikan dewasa ini, yakni kondisi internal dan eksternal. Merujuk pada kondisi internal, sejauh ini dijumpai kesenjangan yang cukup antara upaya pemerintah dalam memajukan pendidikan dengan kondisi yang ada dalam lapangan. Pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan.
Kondisi eksternal terutama tampak dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Dimana pelaku pendidikan berada di dalamnya. Hal yang sama pada tayangan pornografi, jika pornografi dibiarkan dan dikonsumsi anak – anak, dekandensi moral anak akan diteracuni.
Guru perlu menghindari istilah claim yang menyudutkan anak. Sebutan anak nakal, bodoh rentan mempengaruhi psikis anak dan membentuk opini teman lainnya. Sebagai guru, tak hanya belajar bersimpati tapi juga berempati kepada setiap anak didik.
Guru harus pandai menyajikan permainan yang bagus sehingga anak didik semangat untuk belajar. Jika ada anak bertindak kurang baik, guru perlu memberi pengarahan tanpa bertindak keras. Pelanggaran yang dilakukan siswa tetap ada hukuman. Hal ini mengajari mereka bagaimana tanggung jawab supaya siswa memiliki sikap disiplin.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H