Mohon tunggu...
valery ichsan
valery ichsan Mohon Tunggu... -

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Susahnya Menjaga "Semangat"

6 November 2014   04:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:31 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selalu tumbang, kebobolan delapan gol dan hanya sempat membuat dua gol. Posisi juru kunci, tentu saja. Itulah catatan resmi di tabel klasemen akhir Grup B PialaAsiaU19 Myamnar 2014. Kita,Indonesia, kembali hanya akan bermimpi untuk tampil di Piala Dunia tahun depan di Selandia Baru.

Entah ucapan saya terkesan pesimis, sebenarnya risih juga jika kita bermimpi untuk bisa tampil di ajang elit dua tahun tersebut. Tak salah memang. Tapi jika berkaca dengan keadaan kita yang sesungguhnya, serasa jauh panggang dari api.

Tak usahlah bicara level Asia, yang kita baru saja hanya menjadi bulan-bulanan, di Asia Tenggara saja kita sudah terlampau ketinggalan. Sang tuan rumah,Myanmar, bersama kekuatan terbesar Asean,Thailand, memastikan menjadi dua terbaik dari Grup A. Sementara Vietnam, meski juga menutup perjalanan mereka di ajang ini serupa Indonesia, satu poin masih mampu mereka bawa. Kita adalah satu-satunya kontestan yang gagal meraih poin.

Sudah jamak kita lalukan. Saat timnas kita tampil, tak peduli di level usia berapapun, selamalivedi tv nasional, diskusi dadakan semarak di mana-mana. Penulis dengan salah satu rekan wartawan yang ikut jalan-jalan ke Timur Tengah saat skuat Indra Sjafri mempersiapkan diri sepakat jika tak perlu ada yang disalahkan dari hasil ini.

Jika ada yang menyebut, persiapan kita terlampau banyak di level ujicoba. Adakah cara lain yang lebih efektif untuk mengasah jam terbang pemain sekaligus penerapanstrategiselain bertanding? Sementara kita tak memiliki kompetisi yang regular di level usia dini dan kenyataannya para pemain muda kita hanya segelintir yang menjadi anggota klub profesional.


Media terlalu memblow up hingga pemain muda kita lupa daratan? Bukannya dengan seperti itu media punya dagangan? Jika ada yang menyebut, para pemain sudah jenuh. Entahlah. Tentu di jajaran manajemen timnas U19 ada bagian psikiater.

Taktik kita sudah dengan mudah dibaca lawan? saya setuju dengan taktik Indra Sjafri. saya bukan pelatih atau mantan pemain bola yang dengan enteng memberi komentar detil seputar taktis hingga teknis bagaimana cara menendang voli dengan kura-kura kaki seperti yang kita dengar di siaran langsung.

Indra Sjafri memang keukeuh dengan taktik yang dia usung dari awal. Tak peduli siapapun lawannya. Indra Sjafri tentu lebih mengerti di level manapuncakpenampilan pemain muda kita dan apa resiko jika menerapkan taktik dan strategi tersebut. Bisa jadi, bahkan, Indra Sjafri sudah mengerti jika kita hanya akan menjadi bulan-bulan di Myanmar. Tapi tak ada taktik bertahan yang diperagakan.


Apakah menjadi sebuah cara yang pas dan tepat untuk level usia seperti Ravi Murdianto dkk. memaksakan mereka bermain seperti gaya timnas di bawah Ivan Kolev saat kita nyaris bisa menahanArab Saudidi Gelora Bung Karno tahun 2007?

Kiprah kita sudah usai. Itulah perjuangan maksimal kita. Paulo Sitanggang dan Muhammad Dimas Drajad setidaknya bisa mengukir nama mereka di lembaran kisah perjalanan karir sepakbola mereka yang masih panjang.

Jika ingin mencari koreksi, tentu segudang masalah bisa dengan mudah dilontarkan. Kita yang terbiasa dengan bahasa komentar bisa mendadak serasa lebih memahami taktik dari pelatih timnas. Serasa lebih paham mengelola persepakbolaan dari orang-orang di PSSI. Bukan bermaksud membela Indra Sjafri, penulis dan rekan wartawan dalam diskusi juga sepakat jika timnas muda kita memang sedari awal sudah memikul segudang masalah. Masalah yang selalu ada. Tapi berlindung di balik alasan itu tentulah sikap yang keliru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun