Sejak awal Maret 2020 hingga saat ini, Indonesia sedang berjuang mengalahkan pandemi virus corona. Perjuangan ini tentu tidak mudah dan mengorbankan banyak sekali hal, bahkan nyawa sekalipun. Masyarakat Indonesia diminta untuk berada di rumah dan melaksanakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum menaati PSBB. Alasan mereka beragam. Ada yang memang harus keluar rumah untuk mencari nafkah, ada juga yang memang sengaja keluar rumah untuk memenuhi ego sementara. Tenaga medis pun kewalahan menangani peningkatan kasus yang tidak kunjung selesai. Beberapa dari mereka ada yang melawan dengan tagar #Indonesiaterserah sebagai bentuk protes kepada masyarakat yang masih membandel dan meremehkan keberadaan virus ini. Pemerintah Republik Indonesia tidak tinggal diam.
Baru-baru ini, ada istilah baru yang digaungkan pemerintah. Istilah tersebut bernama The New Normal atau Normal Baru. Dilansir dari Kompas.com, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menegaskan bahwa istilah The New Normal merupakan sebuah perubahan budaya masyarakat yang menitikberatkan untuk berperilaku hidup sehat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa masyarakat harus dapat tetap produktif dan berdamai dengan virus covid-19. Ini dilakukan dengan menetapkan protokol kesehatan. Tapi apakah hal seperti ini efektif?
Selama 2 bulan terakhir, terjadi perubahan kehidupan bermasyarakat dengan sangat cepat. Seluruh aktivitas dilakukan di rumah dan masyarakat tidak dapat lagi berinteraksi sosial secara langsung. Kegiatan perkuliahan maupun belajar mengajar di universitas dan sekolah dilakukan secara daring. Penerbangan komersial ditutup sampai dengan bulan Juni. Perekonomian melambat karena berkurangnya transaksi jual beli dan melambatnya perputaran uang. Orang yang akan bepergian diminta untuk memutar balik kendaraannya. Keadaan tidak akan menjadi normal sebelum pandemi ini berakhir. Virus corona sudah menyebar sangat cepat dan luas sehingga mustahil untuk hilang. Sekarang adalah bagaimana masyarakat dan pemerintah menanggapi hal tersebut.
Baik pemerintah dan masyarakat harus menyadari bahwa tidak ada yang kekal, termasuk pandemi ini. Semua ini akan berakhir. Keadaan akan menjadi normal kembali. Masyarakat akan lebih sensitif dan peduli terhadap kesehatan. Perekonomian akan pulih. Hanya saja, akan ada budaya-budaya lama yang berkurang, berubah bentuk, atau hilang dari masyarakat. Hiburan yang menimbulkan keramaian tidak akan diminati lagi. Kerumunan pasti akan terjadi tetapi ketika mendesak saja, seperti lalu lalang masyarakat yang akan berangkat atau pulang bekerja. Penggunaan teknologi akan lebih maksimal dan efisien. Protokol kesehatan akan menjadi hal yang diwajibkan. Urbanisasi akan menurun drastis. Hal-hal tersebut akan terjadi selama the new normal ini tetapi tidak selamanya.Â
Dalam jangka panjang, keadaan akan kembali lagi seperti semula. Ketika tidak ada lagi kasus baru dalam jangka waktu yang lama, masyarakat perlahan-lahan akan beradaptasi dengan kehidupan semula. Ini bukanlah masalah yang harus terus dipikirkan. Masyarakat pada dasarnya merupakan makhluk sosial. Ketika kegiatan sosial dibatasi, maka perlawanan akan terjadi. Lalu, apa yang dapat kita lakukan?
Kita harus berusaha untuk tetap produktif. Teknologi sudah canggih. Banyak hal yang dapat kita lakukan dengan teknologi tersebut. Banyak hal yang dapat kita pelajari. Selama pandemi ini berlangsung, ikuti protokol kesehatan. Lakukan ini untuk diri sendiri terlebih dahulu, kemudian untuk orang lain dan tenaga medis. Apabila kita bisa selalu sehat, maka beban tenaga medis dapat dikurangi.
Semoga kita selalu sehat dan pandemi ini dapat ditangani dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H