Mohon tunggu...
Valerianus KopongTupen
Valerianus KopongTupen Mohon Tunggu... Jurnalis - Saya tinggal di Kota Bumi - Tangerang

Penulis bekerja pada Kemenag Kabupaten Tangerang sebagai penyuluh agama katolik. Selain itu aktif sebagai penulis dan blogger.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Miskin Perhatian

16 April 2020   06:49 Diperbarui: 16 April 2020   07:04 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

(Sumber inspirasi: Yoh.11:1-45) 

Kematian Lazarus, potret  ketakberdayaan manusia miskin. Lazarus menjadi simbol orang-orang tak berpunya, meninggal dalam kesendirian, dalam kesunyian.  Semasa hidupnya, kehidupan Lazarus jauh dari sentuhan kemewahan bahkan diperlakukan secara tidak adil oleh orang kaya. Ia makan dari rema-rema yang jatuh dari meja si kaya raya. Meja orang kaya dengan Lazarus yang ada di bawahnya, menunjukkan jarak pemisah yang jauh, sulit dipadu dalam satu kesepakatan.

Kehidupannya penuh dengan derita dan perjuangan, dan pada saat  meninggal pun sepertinya jauh dari pantauan masyarakat sekitar. Yesus yang sebelumnya berada bersama mereka tetapi pada menjelang kematiannya, Yesus malah meninggalkan dia. Secara manusiawi dapat dikatakan bahwa di sini memunculkan unsur kesengajaan Yesus. Yesus sengaja, membiarkan Lazarus meninggal, mengalami pembaringan dalam kasih Allah. Allah mengambil alih seluruh hidupnya yang penuh dengan derita. Kematiannya di dunia menjadi tanda pelepasan beban dan keterikatannya dengan simpul keangkuhan orang-orang kaya.

Tetapi apakah kematiannya, untuk seterusnya ia pamit dari dunia ini dan tak pulang lagi? Mari kita membangunkan Lazarus yang sedang tidur. Inilah ajakan Yesus kepada para murid-Nya untuk melihat  Lazarus yang tertidur. Apa yang dikatakan Yesus dimengerti secara utuh atau harafiah? Untuk apa kita pergi membangunkannya?  Karena suatu saat ia akan bangun sendiri. Ini terjadi kesalahan persepsi antara Yesus dan murid-murid-Nya. Di sini, Yesus seakan mengajak para murid untuk tenggelam memahami arti dari rahasia tidur dalam pulasan abadi. Yesus sengaja memperlihatkan sekaligus menunjukkan ke-Allahan-Nya pada para murid tentang apa yang akan dilakukan-Nya.

Yesus selalu memanfaatkan ketepatan "saat" untuk  memproklamirkan keallahan-Nya melalui mujizat. Tentunya Yesus tidak mengadakan "show" religius tetapi Ia menyatakan kepenuhan kerajaan Allah dalam diri orang-orang miskin. Pembangkitan Lazarus dari alam maut menjadi tanda pemerdekaan orang-orang yang tertindas dalam hidupnya setelah mengalami pengalaman Allah selama kematiannya sesaat. Di sini jelas memperlihatkan bahwa Allah sedang "memapah" umat-Nya yang telah derita dalam hidup dan tenggelam dalam dasar maut. Allah tidak membiarkan ia menjerit dalam kesendirian. Jeritan permintaan akan belas kasih juga datang dari Maria dan Marta, saudaranya.

"Seandainya Tuhan masih ada di sini, saudaraku pasti tidak akan meninggal." Inilah rentetan penggalan harapan yang keluar dari mulut saudara Lazarus. Harapan akan "kehadiran" Yesus menjadi tanda untuk mempertahankan kehidupan itu sendiri. Kehadiran Yesus menjadi tanda legitimasi keberadaan atau eksistensi manusia. Tanpa kehadiran Yesus, orang merasa kehidupannya seolah-olah mengalami kesia-siaan. Kecemasan ini pada akhirnya terhapus oleh "peran" dan campur tangan Allah yang menyata dalam diri Yesus. Allah memperlihatkan mujizat lewat Yesus dengan membangkitkan Lazarus dari alam maut. Maut tunduk pada kuasa Yesus dan membiarkan kehidupan baru bersemi kembali dalam diri Lazarus.

Lazarus hidup miskin  secara materi tetapi bukan menjadi halangan baginya untuk menerima kemurahan dan kemahakuasaan Allah. Kebangkitan Lazarus memperlihatkan betapa Allah masih memiliki rasa peduli terhadap mereka yang tersisihkan yang diwakili oleh Lazarus. "Kemiskinan terburuk zaman ini adalah  orang-orang merasa tidak dicintai lagi, jauh dari sentuhan kemanusiaan." ***(Valery Kopong)          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun