Namun apapun alat bukti itu, tetap perlu diuji keabsahannya di depan hukum, sebagaimana perintah pasal 183 KUHAP: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”
Sementara pasal 184 KUHAP Ayat (1) menyebutkan Alat bukti yang sah ialah (a) keterangan saksi, (b) keterangan ahli, (c) surat, (d) petunjuk, (e) keterangan terdakwa. Sedangkan bunyi Pasal 184 Ayat (2): Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Untuk unsur ini, apabila polisi mau bertindak fair dan objektif, maka seharusnya berani men-tersangkakan juga tiga ratusan ribu massa yang hadir ketika perbuatan yang disangkakan itu terjadi dengan menerapkan juga Pasal 56 KUHP ayat (1) dan ayat (2):
Dihukum sebagai orang yang melakukan kejahatan: (1) Barangsiapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan itu; (2) Barangsiapa dengan sengaja memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu;
Tampaklah disini, penyidik polisi bertindak subyektif dalam menerapkan pasal untuk mentersangkakan seseorang yang tak bersalah.
Unsur (2): Dilarang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain:
Unsur ini langsung mengarah kepada perbuatan pidana (actus-reus). Perbuatan pidana harus jelas kapan (tempus-delicti) dan dimana perbuatan itu dilakukan (locus-delicti)? Untuk memastikan tempus-delicti, maka penegak hukum harus menjawab pertanyaan penting ini terlebih dahulu, “Apakah benar pada saat perbuatan itu terjadi, perbuatan tersebut dikualifikasi sebagai perbuatan pidana?” Ini erat kaitannya dengan penerapan asas legalitas dalam KUHP.
Merujuk pada fakta dilapangan, maka tersangka Gung Omlet tidak sama sekali sedang melakukan perbuatan pidana, ia tidak merusak, merobek dan menginjak nginjak, membakar atau melakukan perbuatan lain” Bila Polisi beralibi bahwa yang dilakukan Gung Omlet dikategorikan dalam frasa: atau melakukan perbuatan lain. Maka penafsiran tersebut sangatlah gamang dan perlu penyelidikan yang lebih rigit untuk mentersangkakan seseorang. Anehnya, hanya dalam hitungan jam saja, Polisi sudah menetapkan Gung Omlet sebagai tersangka. Ironi.
Unsur (3): Dengan Maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara:
Unsur ini artinya sebelum terjadinya perbuatan pidana, tersangka telah terlebih dahulu mengantongi maksud, niat atau kehendak jahat (mens-rea). Sementara faktanya kejadian tersebut bersifat insidentil, dimana ia tidak sama sekali berniat untuk menodai, menghina apalagi hendak merendahkan kehormatan Bendera Negara.
Frasa dengan maksud juga erat kaitan dengan adanya tindakan kesengajaan yang mana penting bagi polisi untuk mendalami latar belakang dari tertuduh. Gung Omlet adalah pemuda baik-baik yang tidak memiliki satupun riwayat melakukan makar terhadap NKRI, bahkan belum pernah sekalipun dipidana karena melakukan kejahatan terhadap Negara. Sayangnya, jangankan penyidik mendalami motif dan melakukan penyelidikan yang akurat dan obyektif, tapi yang terjadi Gung Omlet sudah terlebih dahulu ditersangkakan.