Gambar kemaluan ini terpampang sejak  empat hari yang lalu. Bentuknya tentu tak sempurna. Jangan membayangkan karya-karya agung dengan kemaluan yang sempurna seperti David karya Michaelangelo atau Farnese Hercules karya Glykon von Athen. Ini adalah gambar kemaluan yang memalukan dengan ukuran yang cukup besar.
Sementara tetanggaku, kakek-kakek tua berbadan kurus kerempeng mendapatkan gambar payudara perempuan yang sangat besar. Saking besarnya hingga menutup sebagian jendela kaca di samping tembok depan rumahnya. Jendela kaca itu biasa digunakan Mbah Awu, begitu kami para tetangga menyebutnya, untuk melihat keadaan di luar rumah dari dalam kamarnya.
Aku sengaja memberikan kesempatan untuk para bajingan jalanan itu untuk mencorat-coret tembok rumahku asalkan mereka bisa memberikan hal yang sama pada tembok Mbah Awu juga. Mereka bergerombol, satu.. dua... tiga... mungkin tiga sampai lima orang, pikirku. Yang kutahu mereka adalah sekelompok pemuda badung yang ingin membebaskan diri dari kebosanan mereka.
Jika mereka hendak mengungkapkan ekspresi hendaknya tumpahkan saja di kanvas atau di buku gambar. Katarsis menurut pemahamanku.
Esoknya, gambar itu sudah tumpah ruah ke rumah-rumah tetanggaku. Ya, itulah gunanya aku membiarkan seluruh gambar itu tumpah ke dalam komplek perumahanku, supaya mereka juga merasakan energi yang dipendam oleh berandal itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H