Mohon tunggu...
valentinequeen chintary
valentinequeen chintary Mohon Tunggu... -

Queen adalah Queen, gak bisa jadi orang, dan orang tidak bisa jadi queen.

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Dinasti Politik Ratu Atut Jelek dan Merusak Demokrasi"

16 Oktober 2013   11:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:28 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Dinasti Politik Ratu Atut Jelek dan Merusak Demokrasi"


Dinasti politik keluarga Gubernur banten, Ratu Atut Chosiyah, dinilai tidak berkualitas dan merusak tatanan demokrasi. Hal itu diperparah dengan cara-cara kotor dan korupsi untuk meraih jabatan.

“Dinasti politik Ratu Atut sangat jelek dan merusak demokrasi. Sebenarnya tidak ada larangan bagi setiap warga negara untuk berpolitik, namun ketika mereka dipaksakan menjadi pejabat publik tanpa melalui tahapan dan seleksi, maka hasilnya ya seperti itu,” kata pengamat politik, AS Hikam.

Menurutnya, dinasti politik terjadi tidak hanya karena pejabat dan kroni-kroninya melainkan juga ditentukan oleh partisipasi rakyat. Sebagai pemilih, rakyat tidak memperhatikan latar belakang orang yang dipilihnya namun lebih pada money politik yang bakal diterimanya.

“Memang tidak bisa disalahkan itu terjadi karena Atut beserta keluarganya, tapi rakyat sebagai pemilih sering terbuai dengan berapa uang yang diterima untuk memilih calon tersebut,” ujarnya.

Dia menambahkan, aturan pembatasan dinasti politik tidak bisa dilakukan karena melanggar hak asasi manusia. Pasalnya, setiap warga negara mempunyai berpolitik untuk memilih dan dipilih.

“Yang perlu diatur itu proses kompetisinya. Semuanya harus melewati tahapan dan fase yang sama tidak ada pembedaan. Jangan karena anak atau adik gubernur lalu dapat dengan mudah mendapat jabatan,” urainya.

Dinasti politik untuk melanggengkan kekuasaan tidak hanya di Banten, melainkan juga terjadi di sejumlah partai politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun