Di desa Jetis ada sebuah tradisi unik yang diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap musim panen tiba, desa ini akan menggelar sebuah perayaan yang disebut "Rasulan".Â
Tradisi ini bukan sekadar pesta biasa. Rasulan adalah sebuah ritual suci yang mencerminkan rasa syukur mendalam warga desa atas limpahan hasil bumi yang mereka peroleh. Ketika ladang-ladang menguning dengan padi yang siap dipanen dan kebun-kebun penuh dengan buah dan sayur yang segar, seluruh desa bersiap untuk mengadakan Rasulan.
Suasana desa penuh dengan semangat dan kegembiraan. Saat malam tiba, desa menjadi semarak dengan cahaya lentera. Bunyi gamelan yang merdu mulai terdengar, mengiringi persiapan para dalang yang akan mementaskan wayang. Para dalang, dengan keahlian yang diwariskan dari nenek moyang mereka, memulai pertunjukan dengan cerita-cerita epik yang sarat dengan kebijaksanaan dan pelajaran hidup.
Wayang bukan sekadar hiburan bagi warga desa. Tapi bagi mereka, wayang adalah sebagai penghubung antara mereka dengan leluhur dan alam. Kisah-kisah yang dipentaskan sering kali memuat pesan moral yang dalam, mengajarkan kita tentang keberanian, kebijaksanaan, dan pentingnya menjaga harmoni dengan alam.
Selama pertunjukan berlangsung, suasana menjadi magis. Bayangan wayang yang bergerak di atas layar putih, disertai iringan musik gamelan, menciptakan pengalaman yang memukau. Masyarakat duduk dengan mata yang terpukau oleh gerakan wayang dan suara dalang yang mendongeng dengan penuh perasaan. Hingga membuat orang tau nolstagia.
Rasulan bukan hanya sebuah perayaan biasa, tetapi juga waktu di mana seluruh warga desa bisa berkumpul dan merayakan kebersamaan mereka. Di tengah gemuruh pertunjukan wayang, warga saling berbagi cerita, tertawa, dan menikmati hidangan lezat yang terbuat dari hasil panen mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H