Peristiwa gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) 30 September 1965 atau dikenal dengan G 30 S/PKI merupakan pengkhianatan terbesar terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, secara simbolis, peringatan G 30 S/PKI harus tetap penting untuk meningkatkan kesadaran kolektif bangsa Indonesia terhadap ancaman terhadap kedaulatan negara. G 30 S PKI merupakan upaya kudeta PKI untuk menggantikan ideologi komunisme Pancasila.
Jika komunisme anti agama, maka bukan hanya anti Islam, tetapi juga menolak semua agama. Karena merupakan ancaman, pemerintah dan masyarakat harus bersatu untuk melanjutkan revitalisasi sistematis ideologi Pancasila. Perlu dirumuskan cara, cara dan pola baru yang paling tepat untuk memahami Pancasila, melaksanakannya, mengamalkannya dan mewujudkan bangsa Indonesia yang dari waktu ke waktu turun temurun. Bukan dengan indoktrinasi, pemaksaan dan ancaman, tetapi melalui proses sistematis ilmia, budaya dan kesadaran yang tertanam di hati warga negara Indonesia.
Hal lain yang juga penting untuk mendapatkan perhatian bersama bangsa ini adalah terus berupaya meningkatkan kesadaran agar kita terus mengingat sejarah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta menjadi menyadari sepenuhnya jati diri bangsa Indonesia.
Kita sadar ketika kita menyadari bahwa bangsa ini adalah bangsa yang besar. Ada banyak ulasan yang menggambarkan besarnya Indonesia bahkan dibandingkan dengan negara-negara besar di dunia dalam hal luas, lautan, pulau, penduduk, suku, agama dan budaya. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia dibangun di atas cita-cita dan konsep besar yang mampu menaungi kebesarannya. Bangsa ini dibangun oleh orang-orang hebat Indonesia.
Dengan modalitas ini, setiap warga negara Indonesia harus selalu berpikir dan berjiwa besar, menyadari realitas kebesarannya dan menjawab berbagai tantangannya di masa depan. Sebagai bangsa yang besar, kita tidak boleh membiarkan diri kita terombang-ambing, terseret, apalagi terbelah oleh cara-cara bangsa lain. Cukup kembali dan tenggelamkan diri Anda dalam konsep bangsa ini, yang memanifestasikan dirinya dalam platform dan konsep kebangsaan kita: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.
Presiden Soekarno pernah berkata, "Tidak ada dua negara yang cara berperangnya sama. Setiap bangsa memiliki cara berperangnya masing-masing, memiliki ciri khasnya masing-masing. Oleh karena itu, bangsa sebagai individu pada hakikatnya memiliki kepribadiannya sendiri. Kepribadian memanifestasikan dirinya dalam berbeda-beda, dalam budayanya, dalam ekonominya, dalam wataknya, dan sebagainya (Soekarno, 1958).
Apa saja sifat dan kepribadian bangsa Indonesia yang ada di benak Karno? Itu Pancasila. Pancasila memberikan warna (pola) pada identitas karakter sebagai suatu bangsa. Jadi, jika ada pentanyaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, jawabannya adalah Pancasila. Lima kaidah dalam Pancasila diambil dan diambil dari nilai-nilai luhur yang ada dan berkembang dalam diri bangsa Indonesia itu sendiri.
Pancasila adalah visi peradaban Indonesia: manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kemanusiaan yang adil dan beradab, mampu mengembangkan persatuan, penuh kearifan dan keadilan sosial. Pancasila adalah common denominator yang mempersatukan bangsa Indonesia. Pancasila sebagai falsafah dan norma dasar (basic norm) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (philosophisce grondslag). Akibatnya, Pancasila menjadi dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum di negara ini.
Tugas kita hari ini adalah menanamkan nilai Pancasila secara terus menerus di masyarakat, khususnya di lembaga pendidikan dan di kalangan Pemuda Indonesia. Pemerintah juga harus melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk membina dan memberikan pendidikan moral yang baik bagi setiap warga negara. Dengan menanamkan nilai tersebut, akan memberikan pemahaman yang baik tentang pentingnya peningkatan kesadaran nasional akan bahaya komunisme, dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional berdasarkan Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara.
Para pendiri menginginkan Indonesia menjadi negara yang bertaqwa, negara yang rakyatnya juga memiliki Tuhan. Secara gamblang dikatakan oleh Soekarno dalam Pidato 1 Juni 1945 yang kemudian diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila, "Bukan hanya bangsa Indonesia yang berketuhanan, tetapi setiap orang Indonesia harus memiliki Tuhan dan harus menjadi Negara Indonesia yang bernegara Tuhan Yang Maha Esa. "
Dengan sila ketuhanan ini, nampaknya kuat keinginan para pendiri bangsa untuk menjadikan Negara Pancasila sebagai negara agama. Dengan pemahaman ini, kita tidak menganut paham sekuler ekstrim yang memisahkan "agama" dan "negara" dan menganggap menyudutkan peran agama ke dalam ruang privat/komunitas. Walaupun kita juga bukan negara agama, dalam artian hanya satu agama yang diakui sebagai dasar negara Indonesia. Menjadi negara bangsa yang religius berarti negara melindungi dan mengembangkan kehidupan beragama. Lebih dari itu agama didorong untuk memainkan peran publik terkait penguatan norma dan etika sosial. Dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai ketuhanan (nilai agama/religiusitas) harus dijadikan sebagai sumber etika dan spiritualitas. Nilai-nilai vertikal-transendental ini menjadi landasan etis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga sangat jelas bahwa kebangsaan kita adalah kebangsaan yang saleh.
Konstitusi, UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa negara ini berdiri atas dasar ketuhanan. Oleh karena itu, di negeri ini tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Tuhan dan anti agama. Tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang menghina dan perbuatan agama. Demikian pula tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang mengerdilkan peran agama. Aktualisasi keagamaan tidak hanya diberi ruang, tetapi didorong terus menerus untuk menjadi landasan moralitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, segala upaya sekularisasi kehidupan berbangsa dan bernegara benar-benar tidak mendapat tempat di Indonesia dan bertentangan dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.