Mohon tunggu...
Inovasi

Mitos Jurnalisme

3 Juni 2016   15:55 Diperbarui: 3 Juni 2016   16:09 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Era reformasi membuka peluang untuk terbukanya alam kebebasan pers. Pers yang selama orde baru seolah “disetir”, kini menemui kebebasan. Pers seakan menemukan rohnya sebagai penyuara fakta dan kebenaran. Namun apakah saat ini pers sudah benar-benar menyuarakan fakta dan kebenaran?

Momentum pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden 2014 seolah menunjukkan dengan gamblang bahwa pers Indonesia belum sepenuhnya netral, objektif dan independen. Pers seolah terbelah menjadi dua, masing-masing mendukung salah satu calon. Dalam hal itu, subjektivitas dukungan. Parahnya lagi, kondisi ini terjadi hampir di setiap pemberitaan. Mulai dari media cetak dan elektronik. Pemberitaan yang disajikan sering ditambahi “bumbu-bumbu” yang kadang tidak objektif dan sering ditemukan berita yang tidak cover both side.

Buku ini mencoba menelaah jurnalisme secara detail. Fokus utamanya adalah dari sisi konten berita yang disajikan. Buku ini mengangkat berita yang dibenturkan dengan mitos, sehingga akan terlihat, berita mana yang benar-benar produk jurnalisme murni dan berita yang hanya sekedar mitos.

Sepanjang sejarahnya, komunikasi mengenal dua aliran/ mazhab pemikiran. Yakni aliran perpindahan pesan (mazhab transmisi) dan aliran pertukaran makna (mazhab semiotika). Aliran penyampaian pesan adalah yang pertama dan tertua. Ia berkembang di Amerika Serikat, tepatnya sebelum Perang Dunia II. Elemen pokok dari aliran transmisi ini adalah komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dalam perspektif ini, komunikasi adalah sebuah proses perpindahan pesan atau komunikasi bisa dipahami sebagai proses-proses penyampaian pesan, baik verbal maupun nonverbal.

Sedangkan aliran pertukaran makna digagas datang belakangan. Tepatnya datang setelah Perang Duni II. Ia berkembang di Eropa. Makna menurut Charles Sanders Peirce dibangun dalam teori segitiga makna atau triangle meaning. Elemen utamanya adalah sign, object,dan interpretant.Aliran ini (di sebut aliran semiotik) memamndang komunikasi dalam sebuah proses yang rumit. Menurut mazhab ini, komunikasi tidak sesederhana perpindahan pesan dari komunikator ke komunikan. Tetapi proses komunikasi melibatkan budaya masing-masing elemen. Artinya, satu simbol tertentu akan dipandang berbeda oleh authordan reader.Kedua aliran komunikasi tersebut turut mewarnai perkembangan di dunia jurnalisme.

Kemudian, apakah itu teori kontruksi realitas sosial? Berikut buku ini menjelaskan. Teori kontruksi realitas sosial adalah khas Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Sejak dicetuskan pada 1966, teori ini banyak menginspirasi kajian di ranah ilmu sosial, termasuk komunikasi. Secara umum, teori ini membahas tentang sosiologi pengetahuan. Teori ini berusaha mengembalikan hakikat dan peranan sosiologi pengetahuan dalam kerangka ranah sosiologi. Menurut teori ini, kenyataan dibangun secara sosial, sehingga sosiologi pengetahuan harus menganalisis terjadinya kenyataan tersebut. Setiap individu dalam masyarakat merupakan pihak yang membangun masyarakat, pengalaman individu tidak bisa dipisahkan dengan gerak dan dinamika masyarakatnya.

Bagaimana dengan teori realitas media? Menurut Akbar S. Ahmed, ada beberapa karakteristik media. Pertama, media tidak setia dan tidak ingat teman. Kedua, media memperhatikan warna kulit dan pada lahirnya bersifat rasis. Ketiga, media adalah pengabdian diri dan bersifat sumbang. Keempat, media massa telah menaklukan kematian. Kelima, pada dasarnya media bersifat demokratis dan mewakili masyarakat umum. Keenam, media telah membuat fakta menjadi lebih asing daripada fiks, sehingga fiksi lebih enak dilihat dan didengar. Ketujuh, media dengan dingin bersifat netral terhadap posisi-posisi moral dan pesan-pesan spiritual. Kedelapan, media kuat karena teknologi tinggi, tetapi lemah karena antropologi kultural. Kesembilan, dalam dunia kita media memainkan peran kunci dalam masalah internasional dan akan terus meningkatkan peran tersebut.

Salah satu pembentuk konstruksi realitas di dunia modern adalah media masssa. Burhan Bungin menyebutkan media massa, termasuk surat kabar, menjadi variableyang sangat substantif dalam proses eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi. Karena pengaruh media masssa itulah, Burhan Bungin memunculkan teori bagus sekaligus revisi terhadap teori Berger dan Luckman dengan tiga terminologi, yaitu eksternalisasi, subjektivikasi dan intersubjektif. Inti dari teori ini terletak pada sirkulasi informasi cepat dan luas yang disebarkan oleh media massa, sehingga konstruksi sosial akan berlangsung sangat cepat dan sebarannya merata.

Bahasa dan kontruksi realitas media. Manusia adalah makhluk yang berbahasa. Pada tahap selanjutnya, bahasa tutur mengalami perkembangan yaitu bahasa tulisan yang bisa di dokumentasikan. Sebab bahasa tidak sekedar alat urutan bunyi yang dapat dicerna secara empiris tetapi juga kaya dengan makna yang sifatnya non empiris. Oleh sebab itu, lumrah bila kini kita mengenal bahasa tulisan yang salah satunya diproduksi oleh media cetak.

Kemudian dalam buku ini disebutkan juga “Representasi Makna Media”. Kata representasi menunjuk pada penjelasan orang-orang membantu mendefinisikan kekhasan kelompok-kelompok dan juga merujuk pada penggambaran perbagai institusi. Representasi menunjuk pada pembuatan makna. Makna tentang dunia dan makna tentang cara memahami dunia. Representasi merupakan tindakan untuk menggantikan sesuatu yang bisa terjadi atau tidak bisa menghadirkannya sendiri. Pengertian representasi nyaris sama dengan pencitraan yaitu proses pembentukan citra melalui proses yang diterima oleh khalayak, baik secara langsung maupun melalui media sosial atau media massa.

Kita menuju kepada Jurnalisme Online. Dalam buku ini, dijelaskan, media mengalami beberapa tahap perubahan transformasi, dan bahkan metamorfosis. Bermula dari surat kabar, buku, film, radio, televisi dan internet. Media massa yang terakhir adalah internet, kemudian mempopulerkan istilah media baru (new media).Kehadiran internet selanjutnya mengubah secara drastis dan dramatis perkembangan media massa. Beberapa karakteristik media/ jurnalisme online, antara lain:

  • Unlimited space (jurnalistik online memungkinkan halaman tak terbatas)
  • Audience control (jurnalistik online memungkinkan pembaca lebih leluasa memilih berita/informasi)
  • Non-lienarty (dalam jurnalistik online masing-masing berita berdiri sendiri)
  • Storage and retrieval (jurnalistik online memungkinkan berita “abadi”, tersimpan, dan bisa diakses kembali dengan mudah)
  • Immediacy (jurnalistik online menjadikan informasi bisa disampaikan secara sangat cepat dan langsung)
  • Multimedia capability (jurnalistik online memungkinkan sajian berita berupa teks, suara, gambar, video, dan komponen lainnya sekaligus.
  • Interactivity (jurnalistik online memungkinkan interaksi langsung antara redaksi dengan pembaca, seperti melalui kolom komentar dan social media sharing)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun