Mohon tunggu...
Alvitri septiani
Alvitri septiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas mulawarman

mahasiswa yang sedang menjalankan program s1 Administrasi Publik fakultas ilmus sosial dan ilmu politik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kebijakan Pemerintah dalam Menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Tepian Mahakam Kota Samarinda

18 September 2024   14:44 Diperbarui: 18 September 2024   14:45 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di zaman sekarang mencari sebuah pekerjaan adalah hal yang sangat sulit sehingga hal ini menjadi pemicu utama maraknya pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang pinggir jalan raya, konflik kepentingan dari masing-masing kelompok. Seperti Munculnya ketegangan antara pedagang yang mengandalkan lokasi tersebut untuk mencari nafkah serta kebijakan pemerintah dalam menjaga ketertiban dan estetika kota selalu menjadi hal yang bertentangan. Pedagang sering kali beralasan bahwa mereka sudah berdagang di tempay tersebut selama bertahun tahun dan jiika digusur oleh yang berwenang ysaitu satpol pp mereka tidak mempunyai tempat lagi untuk berjualan. Banyak para PKL yang berasal dari ekonomi yang kurang dan juga lapngan pekerjaan yang sulit untuk dicari serta tidak memiliki akses pekrerjaan lain yang lebih layak, penertiban bias berdampak negative pada kehidupan mereka dan menambah beban social jika tidak disertai dengan solusi alternatif seperti bantuan lokasi beragang baru bagi para PKL atau bantuan social. Penertiban tanpa perencanaan dan startegi akan berdampak negatif pada ekonomi lokal. Tetapi kebijakan pemerintah harus tetap berjalan dan dilaksanakan, terkait dengan kepatuhan hokum dan peraturan para PKL sering kali beroperasi tanpa izin resmi otomatis hal tersebut melanggar peraturan yang ada, penegakan hokum dalam hal ini bias menjadi rumit terutama jika adanya ketidaksesuaian antara kebijakan pemerintah dan realitas di lapangan. Banyak kota juga tidak memiliki tempat untuk menampung para pedagang tanpa adanya alternative yang memadai hal ini bias memicu penertiban menjadi tidak efektif, proses administrasi yang tidak transparan dan tidak adil yang pada akhirnya menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan dan dapat memperburuk situasi dilapangan. Aspek kesehetan dan kebersihan juga menjadi faktor yang berdampak buruk baki masyarakat, terkadang PKL beroperasi tanpa memperhatikan standar kesehatan dan kebersihan. Penertiban juga menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah ini. Tetapi juga harus diimbangi dengan solusi yang praktis dan berkelanjutan.

Sejak dulu tepian sungai Mahakam sudah menjadi area rekreasi bagi masyarakat samarinda dan  juga wisatawan lokal, sehingga hal ini berdampak baik bagi perekonomian lokal seperti para pedagang kaki lima disekitaran tepian sungai Mahakam. PKL disatu sisi menjadi peran penting namun disisi lain menimbulkan kepadatan lalu lintas yang membuat trotoar pejalan kaki kehilangan fungsinya. Menurt Pemkot Samarinda kondisi tepian Mahakam sudah tidak kondusif sering terjadi pungutan liar (pungli) terhadap pengunjung, akibat ulah juru parkir (jukir) liar, tak sedikit pula aksi premanisme yang meresahkan bagi pedagang dan wisatawan sering terjadi di kawasan tepian mahakam. Melihat adanya dampak negatif menjamurnya PKL Pemkot Samarinda mengutarakan diperlukan adanya penertiban penataan pada 19 september 2022 Pemerintah memutuskan untuk mengevaluasi aktifitas lapak bagi 27 pedagang yang diizinkan berjualan. Jumlah pedagang tidak boleh bertambah. Banyak PKL yang tergusur mengajukan protes dan meminta kejelasan relokasi atau meminta lapak baru untuk berjualan. Namun, sampai dengan tanggal  5 Oktober 2022, pemerintah tidak memberikan solusi yang pasti terhadap PKL yang tergusur sehingga Para PKL melakukan aksi bentang spanduk meminta Pemerintah bisa memberikan kebijakan baru agar PKL bisa berjualan kembali.
 
Teori Pengelolaan sumber daya bersama (Common-Pool Resources Theory) yaitu pendekatan yang dikembangkan dengan tujuan untuk memahami dan mengelola sumber daya yang dimiliki secara kolektif oleh masyarakat, seperti ruang public, perairan dan hutan, teori ini juga sering digunakan untuk menganalisis bagaimana sumber daya yang terbatas dapat dikelola secara efektif agar tidak terjadi oversure atau penyalahgunaan, dan bagaimana kepentingan berbagai pihak bias dipertimbangakan.

Pemerintah kota samarind beserta jajaran satpol akan melakukan penjagaan atau penertiban di kawasan tepian Mahakam, hal tersebut bertujuan agar parkir liar serta aktivitas jual beli oleh sejumlah PKL di kawasan tersebut berkurang yang dapat berpotensi menganggu arus lalu lintas. Penataan kawasan disekitaran kota tepian adalah salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya mewujudkan penataan kawasan tersebut secara konfrehensif dan menyeluruh, Seperti menata parkir kendaraan untuk kelancaran pembangunan di kawasan tersebut. Pasalnya, masalah parkir di kawasan tersebut kerap menimbulkan masalah sosial dengan kehadiran juru parkir atau jukir liar. Khusus untuk penertiban parkir di kawasan Tepian Mahakam, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Samarinda telah melakukan kordinasi dengan Juru parkir Taman Tepian di depan Islamic Center Samarinda. Ke depan, pengelolaan parkir di Tepian Mahakam akan dikelola oleh Dishub Samarinda.

Adapun kebijakan pemerintah (instansi terkait) dan pengelolaan tepian Mahakam dalam upaya pembangunan tepian Mahakam sampai saat ini yag telah dilakukan adalah:
a. Penataan dan zonasi, Membuat zona khusus untuk PKL di area yang telah ditentukan, seperti pasar kaki lima atau area komersial tertentu, agar tidak mengganggu fungsi ruang publik lainnya. Tujuannya agar Memudahkan pengawasan dan penataan, serta memastikan PKL tidak mengganggu pejalan kaki atau lalu lintas. Tantangannya adalah Memerlukan alokasi ruang yang tepat dan perencanaan yang cermat untuk menghindari penumpukan PKL.
b. Relokasi dan Pengembangan Pasar Baru, Menyediakan lokasi alternatif atau pasar baru yang khusus untuk PKL yang tergusur. Ini bisa berupa pasar semi-permanen dengan fasilitas yang memadai. Sehingga Memberikan solusi jangka panjang bagi PKL, serta mengurangi konflik dengan pengguna jalan lain. Tetapi Memerlukan sistem administrasi yang efisien dan proses seleksi yang transparan.
c. Program Dukungan Ekonomi dan Pelatihan, Menyediakan pelatihan keterampilan, akses ke modal, atau dukungan usaha bagi PKL yang terkena dampak penertiban untuk membantu mereka beradaptasi dengan perubahan. Hal ini juga Memerlukan anggaran untuk pelatihan dan dukungan, serta koordinasi dengan lembaga terkait.

Aktor yang terlibat
a. Dinas pasar, dinas pasar dapat mengatur dan mengordinir pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di kawasan tepian Mahakam.
b. Dinas cipta karya dan tata kelola, melakukan penataan dan perbaikan persegment dikawasan tepian Mahakam.
c. Dinas kebersihan dan pertamanan, melakukan pemeliharaan fisik di kawasan tepian Mahakam, menangani penataan taman serta kebersihan kawasan tepian Mahakam.
d. Satuan polisi pamong praja (SATPOL PP), satpol pp telaj mampu menertibkan pedagang kaki lima (PKL) yang bertujuan tidak pada tempatnya serta telah bertindak langsung memindahkan pedagang di kawasan yang telah disediakan,
e. Pedagang kaki lima (PKL), pedagang kaki lima menjadi actor utama dalam permasalahan ini, mereka berjualan tanpa izin resmi. Dampak negatifnya ialah mengganggu pengguna jalan di jalan raya serta pihak lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun