Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Makan Gratis: Southeast-Asian Cuisine

25 Agustus 2012   07:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:20 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13458876591147175958

[caption id="attachment_195010" align="aligncenter" width="306" caption="Southeast-Asian cuisine (foto: v4vita)"][/caption] Salah satu ciri khas mahasiswa di perantauan adalah mencari cara agar bisa makan gratis. Entah pergi ke pesta atau ditraktir teman. Ini juga berlaku bagi mahasiswa di negeri orang. Saya, yang sedang studi doktoral di Australia, paling rajin mendaftar di acara Free Lunch di universitas saya, Monash University. Biasanya makan gratis ini diadakan pada bulan-bulan aktif semester, sekitar bulan Maret-Juni dan Agustus-November. Pendaftaran secara online ini harus dilakukan cepat setelah mendapat notifikasi email dari MPA (Monash Postgraduate Association) yang seperti BEM di Indonesia, sebab jatahnya dibatasi sekitar 100 orang. Biasanya dalam waktu kurang dari empat hari setelah pendaftaran dibuka jatah ini sudah habis dan yang telat mendaftar akan masuk dalam 'waiting list' berharap ada yang membatalkan untuk datang (walau jarang sekali terjadi). Nah, bulan Agustus ini saya beruntung mendapat urutan ke 25. Keberuntungan ini karena teman saya, Ros dari Perth, memberitahu tentang email dari MPA. Ros sendiri belum pernah ikut Free Lunch, mungkin karena teman-teman bulenya jarang ikut dalam acara-acara gratisan di kampus. Hari Selasa (21/8) saya menikmati makan siang gratis dengan menu Asia Tenggara. Saya duduk bersama dengan dua orang Indonesia lain yang baru saya kenal di situ, Hema dan Rini. Kami langsung akrab. Kemudian Yonnie dari Hongkong datang dan duduk di sebelah saya. Yonnie ini 'my free-lunch friend'. Saya hanya bertemu dengannya di acara makan gratis di kampus Clayton karena kampus dia di Caulfield yang jarang ada makan gratis. Kami geli sendiri dengan model perkawanan ini. Karena duduk di tengah-tengah dan hanya saya yang kenal dengan orang Indonesia, saya berinisiatif memperkenalkan Ros dan Yonnie pada teman-teman baru Indonesia saya. Kemudian kami menikmati nasi dan sayur tumis daging sapi, paprika dan jagung muda. Komentar kami semua adalah kurang sambal! Sayurnya tidak pedas sama sekali. Mungkin karena mengantisipasi perut bule ataupun orang bukan Asia yang tidak biasa makan pedas. Kami berpendapat seharusnya tetap ada sambal dalam wadah terpisah dan kerupuk sebagai ciri khas makanan Asia. Saya jadi ingat novel karya Hsu-Ming Teo yang berjudul 'Love and Vertigo' tentang laki-laki Singapura yang harus doyan pedas. Di novel itu Sonny yang tidak doyan cabe diberitahu ayahnya bahwa mitos tentang kelelakian yang dihubungan dengan makan pedas itu tidak benar. Ayahnya tidak mengharuskan Sonny suka pedas. Ini novel yang mendobrak tradisi. Kembali ke acara makan gratis. Teman saya Ros tidak suka pedas, pacarnya blasteran Chinese-Japanese suka pedas walaupun tidak bisa makan makanan yang pedas sekali. Tapi Ros punya tips bagaimana membuat tanaman cabe/lombok bisa memproduksi 'kepedasan' yang tinggi. Yaitu dengan cara mengganggu akarnya ketika tanaman sedang mulai berbunga. Tanaman cabe ini akan berpikir bahwa dia sekarat sehingga akan mengerahkan segala cara supaya bisa sehat kembali. Nah karena semua batang dan daunnya pastinya sehat maka energi ini terarah ke buahnya. Dijamin cabenya pedas sekali. Ros pernah membuktikan ketika ada tetangga mabuk dan memecahkan pot tanaman cabenya. Pada masa panen cabe saat itu adalah cabe terpedas dari segala panen. Makan selama satu jam itu diwarnai juga dengan sharing Ros tentang Perth. Yonnie ingin tau kemungkinan kerja dan tinggal di sana. Terungkap bahwa dua orang teman saya ini yang umurnya sekitar 25-30 tahun suka 'travelling' dan tidak mau menetap lama di suatu tempat. Tiga tahun sudah maksimal. Ros akan mencoba cari pengalaman kerja di Asia. Ketika saya tanya bagaimana hubungan dengan pacarnya, dia dengan mantap berkata bahwa pacarnya akan ikut. Hm ini beda dengan kebiasaan negeri kita yang umumnya wanita mengikuti kemana suami pergi. Mereka beruntung punya keinginan dan kemampuan untuk pergi ke manapun. Semoga orang Indonesia muda juga punya semangat dan kesempatan yang sama! Sampai bertemu pada acara Free Lunch bulan depan :) Foto: koleksi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun