Tommy kecewa. Dia menyesal sudah pergi ke rumah Kimaya. Saat ini dia kembali ke kostnya lalu menyibukkan diri dengan berbagai rencana, terutama menyelesaikan tugas akhir yang dia tunda.
Namun kelebat sosok Kimaya pagi itu tidak segera hilang dari benaknya. Inikah yang namanya cinta? Pikirnya. Aku tidak suka ini. Tommy yang selalu jadi pujaan cewek di kampus, sekarang kena batunya.Â
Dia buka HP untuk mencoba mengirim pesan pada Kimaya. Mau bertanya tentang kapan bisa bertemu. Tommy tetap ingin berusaha. Hanya saja notifikasi muncul banyak sekali. Dia lupa, sejak bangun, HPnya tidak konek ke internet.
"Tom, ketemuan, yuk?" salah satu teman kuliah mengajaknya.
"Eh, aku ultah nih, kamu datang ke resto ya, ini link mapnya," satu cewek menyapanya. Sebuah undangan.
Tommy ingat, kedatangannya pada sebuah acara sangat ditunggu-tunggu serombongan cewek. Ketika dia datang, jeritan sopran dan mezo sopran tak terhindarkan. Dia yakin itu akan terjadi lagi. Malas.
"Ayo, ngopi, Tom, kamu sudah janji ...," cicit satu teman. Dia ingat, cewek ini pernah kasih coklat di hari Valentine. Tapi lupa, nama dia siapa. Di chat ini masih berbentuk angka nomor telpon yang tidak dia simpan. Tak akan pernah.
Ketukan di pintu membuatnya kembali kepikiran Kimaya. Dia mendesah.
"Ya, siapa?" Tommy tidak bisa menghindar lagi dari ketukan yang tiada henti itu.