"Axl, ada Pim tuh," ternyata Mia juga memperhatikan kedatangan mereka. "Cakep-cakep, bening-bening."
"Nggak kayak kita," suara Axl terdengar mengeluh.
"Hey, ganti sana kalau merasa nggak pantas menemui Pim!" teriak Mia kesal. Dia paling tidak suka dengar keluhan dan komplain yang tidak ada gunanya. Dia nyaman pakai flanel dan jeans, tak seorang pun bisa mengubah pendiriannya.
"Menurutmu aku harus menemui Pim?" tanya Axl polos. Mia hanya mengedikkan bahunya tanda dia tidak peduli. Axl hanya mendesah, bingung.
"Guys, bantu aku ya, yang reservasi sudah datang, jumlahnya lebih banyak dari yang dipesan. Kalian pakai seragam tosca, Mia, tolong ambil di lemari belakang, sudah aku cuci kaosnya. Jangan lupa pakai apron coklat gelap, jangan kebalik pasang logonya!" Tim sudah ribut memberi instruksi kelima temannya yang sebenarnya mau makan gratis di situ.
Bagaimanapun Tim adalah teman baik mereka dan mereka tidak mau mempermalukan Tim di launching cafenya. Mia sudah biasa jadi barista bersama Josh, mereka langsung menempatkan diri. Axl dan yang lain hilir mudik menerima pesanan, mengisi loyang yang kosong dan mengirim kopi dan minuman lain yang sudah ready.
Axl tidak mempedulikan Pim. Kalau gadis itu mengenali dia, biarkan saja. Dia harus fokus membantu Tim. Bisa saja acara ini menjadi promosi yang bagus buat launching cafe.
"Tuh, sepupu Tim udah mau mulai menembak," kata Josh.
"Eh, Pim yang ditembak?" bisik Mia pada Axl yang terperanjat karena bibir Mia menempel risih di kupingnya.
"Pim ulang tahun?" Axl pura-pura baru tahu.Â
"Halah, kamu pasti ingat ultah dia, kan? Kamu tuh kelihatan banget kalau peduli, dari tadi melirik ke arah sana kok," Mia memang tidak bisa dibohongi.