Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nilai Jawa: "Ngelih, Linuwih, Sugih"

29 Februari 2020   21:22 Diperbarui: 29 Februari 2020   21:18 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: budayajawa.id

Tulisan ini terinspirasi dari homili atau kotbah Romo Sapto, Pr di gereja dalam misa sore tadi. Romo mendasari kotbahnya dari bacaan-bacaan kitab suci yang bertema "hati-hati dalam mendengarkan".  Tidak semua yang kita dengar itu baik, bisa saja gosip atau hoaks atau bertujuan mempersuasi merusak jiwa kita.

Bacaan pertama tentang Hawa yang 'mendengarkan' omongan Sang Ular tentang Pohon Pengetahuan. Hawa percaya saja bahwa apa yang dikatakan Ular itu lebih benar daripada peringatan Tuhan (bahwa buah pohon itu tidak boleh dimakan). Hawa terpersuasi Sang Ular yang mengatakan bahwa setelah makan buah tersebut dia akan seperti Tuhan, mengetahui hal yang baik dan yang jahat. Padahal itu tidak penting, kan? Untuk apa dia tahu itu, sama halnya gosip yang betah kita dengarkan.

Bacaan kedua yang mirip adalah Bacaan Injil tentang Yesus dicobai iblis setelah berpuasa 40 hari. Jelas Yesus tidak terpersuasi. Menariknya, yang iblis katakan adalah bahwa kalau Yesus menuruti kehendaknya dia akan mendapatkan kenikmatan, kekuasaan dan kekayaan - yaitu kemewahan dunia. Apa juga pentingnya semua itu? Apakah kita pasti bahagia bila memiliki kekayaan? Kebahagiaan sejati adalah berbuat baik bagi sesama.

Kemudian Romo menghubungkan dengan nilai-nilai dalam budaya Jawa bahwa ada orang yang hanya akan 'mendengarkan' orang lain bila berhubungan dengan "ngelih" atau lapar, "linuwih" atau kekuasaan, dan "sugih" atau kekayaan. Tiga hal itu bisa mempersuasi orang supaya melakukan apa saja biar dapat ketiga hal tersebut. Maka sebagai orang bijak dan dewasa, janganlah mudah terpengaruh bila mendengar ketiga hal tersebut. Nilai-nilai bisa dihubungkan dengan ungkapan Harta dan Tahta, uang dan kekuasaan.

NGELIH atau lapar saya artikan di sini sebagai usaha untuk 'survival' atau mempertahankan diri. Bila dalam bahaya atau di ujung kematian, orang akan memikirkan dirinya sendiri bukan kepentingan umum. Sederhananya akan memikirkan 'perutnya' sendiri, bagaimana dia bisa bertahan hidup mulai dari perut, nantinya berujung ke duit juga yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Dia akan 'mendengarkan' orang yang akan menghadiahi dia kenyamanan perut.

LINUWIH atau kekuasaan bisa menjadi iming-iming untuk menghalalkan semuanya. Keduniawian diwujudkan dalam salah satunya kekuasaan. Mungkin seseorang tidak kaya, namun bisa punya kuasa dengan pengaruhnya atau koneksinya yang banyak atau usaha dia untuk membuat orang lain berhutang budi padanya. Kuasa bukan karena uang tapi jasa atau pengaruh. Siapa juga yang tidak mudah terpersuasi atau terbujuk rayu dengan pemberian kuasa? Hati-hati dengan iming-iming ini.

SUGIH ... lagi-lagi uang (kayak lagu aja) paling mudah sebagai motivasi orang untuk berbuat sesuatu terutama bila bisa mendapatkan dengan instan dan banyak. Bisa saja uang malah menjadi satu-satunya tujuan untuk melakukan sesuatu. Dalam hal ini, gaji tidak termasuk karena itu hak kita. Menjadi kaya dengan cepat tapi merugikan orang lain dan malah itu menjadi tujuan utama dalam hidup membuat orang mudah diatur tindakannya dengan iming-iming lembaran kertas.

Tiga nilai ini semoga menjadi refleksi hidup untuk menjadi jiwa yang lebih baik dan menjadi berkat bagi lebih banyak orang.

+++

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun