Rapat tertutup, yang dilakukan Adipati Anom dengan Trunojoyo untuk membangun sebuah koalisi tersembunyi, masih dapat dilihat di jaman ini. Jika koalisi itu diketahui, kedua pihak setuju tidak akan menyangkutpautkan pihak masing-masing dan dianggap perjanjian itu tidak pernah ada. Sama seperti kondisi pemerintahan sekarang, penguasa menyangkal tidak kenal dengan mereka yang telah dibantu dan membantunya untuk mendukung mendapatkan kursi kuasa. Rekaman pembiacaraanlah yang akhirnya berbicara. Kini rakyat bisa menilai, hanya dengan rekaman. Dan seperti tidak tahu malu, setiap muncul di media massa bawaanya selalu mengeluh akan dilengserkan. Berharap rakyat akan kasihan. Memangnya rakyat itu bisu tuli plus buta?
Kesombongan dan kepercayaan diri pada dirinya yang terkata sendiri bersih, bebas dari praktek KKN, sepertinya telah meracuni suara hatinya. Si pengeluh itu mungkin sudah menganggap apa yang dikatakannya itu wajar saja…maklum ya, politisi-bukan negarawan. Apa kenyataannya?! Historia est Magistra Vitae lagi! Prabu yang sudah lengser dicontohnya lagi, lewat pembelajaran di perjalanan hidupnya dia mulai membangun kerajaan bawah laut, yang sulur-sulurnya kemudian dapat dikatakan sebagai Gurita. Jika satu sulurnya sudah membuka perjanjiannya, maka sulur itu dengan mudah dipotongnya, dianggap tidak pernah kenal seumur hidup, tidak pernah tahu ada yang bernama ini itu.
Dan inilah yang dapat saya simpulkan dari pemikiran saya di atas; Masa lalu dan masa sekaran tidaklah berbeda, hanya waktu yang dapat membuatnya berulang, de javu yang tidak pernah sama secara spesifik memang, tetapi semuanya itu berasal dari kecerdasan yang membuat niat baik dan selanjutnya yang mengerjakan adalah kelicikan dengan akhir yang buruk.
Salam!
oleh: Lyra Vetra, http://lyravetra.co.cc
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H