Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan mulai 2024 Dana Desa diprioritaskan untuk permodalan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
"Ini artinya, pada tahun anggaran 2024 harus dijalankan amanat prioritas pemanfaatan Dana Desa untuk permodalan BUMDes yaitu BUMDes, BUMDes Bersama, dan BUMDesa Bersama Lembangan Keuangan Daerah (LKD)," kata Gus Halim, sapaan akrab Abdul Halim Iskandar, dalam keterangan yang diterima oleh Lembaga Kebijakan Publik Indonesia (LKpIndonesia).
Â
Hal tersebut, lanjutnya, berlaku setelah BUMDes diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN 2024. Dia mengatakan pula kebijakan tersebut sejalan dengan revisi Undang-Undang (UU) Desa, tepatnya Pasal 72A UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa.
Â
Aturan itu, kata dia, menegaskan pendapatan desa diprioritaskan untuk pendidikan kemasyarakatan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan perekonomian, dan peningkatan kesejahteraan. Jika ditemukan indikasi yang mencurigakan terkait pengelolan pendapatan desa ini, tidak diprioritaskan sesuai yang tadi saya sampaikan, silahkan laporkan dan pihak desa bersama pengurus BUMDes harus mempertanggungjawabkan terkait hal  tersebut baik secara administratif maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku tentunya.
Menanggapi pernyataan Gus Halim tersebut Lembaga Kebijakan Publik Indonesia (LKpIndonesia) kembali menyoroti potensi korupsi dalam pengelolaan Dana Desa yang dialokasikan untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Menurut Andre Vetronius, kurangnya transparansi dan kapasitas pengelola BUMDes menjadi celah utama terjadinya penyelewengan dana.
"Meskipun Dana Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, namun jika tidak dikelola dengan baik, justru akan menjadi sumber masalah baru. Kami menemukan banyak kasus di mana dana BUMDes digunakan tidak sesuai peruntukan atau bahkan dikorupsi oleh oknum tertentu."ujarnya
LKpIndonesia Soroti Risiko Korupsi Dana Desa di BUMDes
LKpIndonesia kembali menyoroti potensi korupsi dalam pengelolaan Dana Desa yang dialokasikan untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Menurut Ketua Umum LKpIndonesia, kurangnya transparansi dan kapasitas pengelola BUMDes menjadi celah utama terjadinya penyelewengan dana.Â
Salah satu kasus yang kami soroti dan dalam penanganan terkait Dana Desa melalui BUMDes. Hal ini berlokasi di Desa Tanah Merah, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Insya Allah kami dari LKpIndonesia akan bersilaturahmi ke Desa Tanah Merah  dan tentunya ini sebagai suatu bentuk komitmen kami dalam menanggapi laporan dari masyarakat desa di Indonesia, khususnya Desa Tanah Merah.
Dalam upaya mencegah terjadinya korupsi Dana Desa di BUMDes, LKpIndonesia mengajak masyarakat untuk ikut aktif dalam mengawasi pengelolaan dana tersebut. Alumni Universitas Andalas ini mengatakan, "Transparansi adalah kunci utama dalam mencegah korupsi. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana desa digunakan dan apa saja hasil yang sudah dicapai."
LKpIndonesia juga memberikan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan pengelolaan Dana Desa di BUMDes, antara lain:
- Penguatan kapasitas pengurus BUMDes:Â Melalui pelatihan dan pendampingan, pengurus BUMDes diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam mengelola keuangan dan menjalankan usaha.
- Peningkatan transparansi:Â Pengelola BUMDes harus terbuka terhadap publik dengan menyediakan laporan keuangan yang mudah dipahami dan dapat diakses oleh masyarakat.
- Penguatan pengawasan:Â Pemerintah desa dan pemerintah daerah perlu memperkuat pengawasan terhadap pengelolaan Dana Desa di BUMDes.
Meskipun risiko korupsi selalu mengintai, BUMDes sebenarnya memiliki potensi besar untuk meningkatkan perekonomian desa. Andre mengatakan, "BUMDes dapat menjadi motor penggerak perekonomian desa dengan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mengembangkan berbagai produk unggulan desa." Kami dari LKpIndonesia siap membantu mengawasi serta mengawal BUMDes ini" terangnya.
Namun, agar BUMDes dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi masyarakat, diperlukan pengelolaan yang profesional dan akuntabel.Â