Kadang, dalam sebuah peristiwa sederhana pada keseharian kita terdapat sebuah pelajaran berharga yang tidak kita duga sama sekali.
Beberapa hari yang lalu, pagi hari ketika saya berangkat kerja saya mengalami hal sederhana tersebut. Seperti biasa saya berangkat kerja jam setengah delapan pagi. Mengendarai motor suzuki Shogun R butut yang sudah aki-aki yang kadang gairah dan tenaganya Menguap entah kemana ketika saya kendarai.
Aktifitas pagi itu sudah ramai seperti pagi-pagi sebelumnya. Banyak pegawai, kuli dan pedagang berkendara motor pergi ke tempat kerja mereka masing-masing. Jalan dari daerah saya yang masih pedesaan menuju pusat kota berbukit-bukit sehingga jalannyapun naik-turun. Ditambah jalan yang sudah rusak di sana-sini agak membuat sepeda motor saya kepayahan.
Di depan saya seorang pedagang mengendarai motor dengan karung yang ditempatkan di kanan-kiri serta di jok belakang motornya. Saya tidak tahu apa isinya sampai ketika jalan agak menanjak dan berlubang sesuatu jatuh dari salah satu karung orang tersebut. Nanas. Ya, isinya adalah buah nanas yang sudah dikupas kulitnya. Dan salah satunya jatuh “melarikan diri” dari karung. Mungkin tali karung yang tidak kencang ditambah ia kurang hati-hati melewati jalan berlubang membuat si Nanas terpental dan tercerai dari teman-temannya. Menggelinding menimpa jalan aspal dan batu. Dan sialnya orang yang membawa nanas tersebut sama sekali tidak menyadarinya.
Dengan segera saya menghentikan laju sepeda motor saya lalu mengambil nanas yang terjatuh tersebut dengan maksud untuk mengembalikan kepada pemiliknya. Kemudian dengan sekuat tenaga saya pacu sepeda motor saya mengejar sambil memanggil-manggil orang malang tadi. Jarak setengah meter saya berusaha memanggil-manggil namun suara saya kalah keras dari suara motor yang kami pacu. Sedang klakson motor saya sudah lama menyatakan pensiun dini dari jabatannya. Dan sialnya ketika saya berusaha menyalip motor orang tersebut, bukannya ia mengurangi kecepatan malah semakin ngebut dan motor saya tiba-tiba minder dan batuk-batuknya kumat. Ditambah kondisi jalan yang agak menanjak dan rusak di kiri-kanan. Alhasil orang tersebut semakin menjauh dan saya tertinggal sambil memaki-maki motor butut saya yang bertingkah sontoloyo.
Putus asa, sayapun memutuskan untuk membuang nanas yang semula mau saya kembalikan kepada tuannya tadi di semak-semak pinggir jalan. Sementara sang tuan telah jauh di depan saya. Saya berpikir bahwa orang tersebut sudah tidak mungkin lagi terkejar.
Setelah saya buang nanas tersebut, saya melanjutkan perjalanan. Tidak berselang lama kemudian di depan sebuah belokan melewati kampung yang cukup padat saya kembali melihat orang tadi. Ia berjalan agak pelan karena di jalan itu ada beberapa polisi tidur. Mungkin ada sekitar empat polisi tidur dengan jarak yang tidak jauh satu sama lain. Ia memacu motornya dengan pelan. Dan lagi-lagi ketika ia melewati polisi tidur pertama, satu lagi buah nanas malang melompat dan terjatuh dari karung menggelinding ke arah selokan kecil. Untung saja ia tidak jatuh masuk selokan. Dan lagi-lagi sang tuan tidak menyadarinya. Kali ini saya bertindak cepat dengan menyusul orang tersebut. Dan berhasil. Saya bilang padanya bahwa satu buah nanasnya baru saja terjatuh dan menggelinding di belakang. Saya tidak memberitahunya bahwa sebelumnya juga ada yang jatuh, lalu saya ambil tapi tidak berhasil mengembalikan padanya. Iapun berhenti dan mengucapkan terima kasih. Saya lalu kembali melanjutkan perjalanan saya.
Saya sedikit menyesal sebenarnya. Seandainya saya tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan dengan membuang nanas yang jatuh pertama tadi, saya pasti bisa mengembalikan nanas tersebut. Saya terlalu cepat berputus asa. Padahal di depan setelah belokan ada jalan dengan beberapa polisis tidur yang mengharuskan pengendara motor menurunkan kecepatan laju motornya.
Dari kejadian ini sebuah pelajaran yang sangat berharga bisa saya ambil. Saya menyadari bahwa saya masih seringkali terlalu cepat putus asa lalu mengambil sebuah keputusan yang pada akhirnya merugikan saya sendiri. Berpikir negatif pada hal-hal yang belum terjadi. Mengkhawatirkan hal-hal yang ada di depan. Padahal yang dikhawatirkan belum tentu terjadi.
Salah satu penghalang kita dalam meraih apa yang kita impikan seringkali berasal dari diri kita sendiri. Kekhawatiran-kekhawatiran yang tidak berdasar seringkali muncul dan menggoyahkan keyakinan kita. Padahal jika kita tidak menghawatirkan apa-apa yang tidak atau belum pasti terjadi, hal-hal baik yang kita impikan bisa kita raih. Seringkali musuh sebenarnya dari diri kita adalah diri kita sendiri.
Ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan adalah hal yang patut kita hindari dan lawan. Ada sebuah kata bijak mengatakan bahwa, “kita tidak perlu melihat seluruh anak tangga untuk melangkah maju, yang harus kita lakukan hanyalah melangkah menaiki anak tangga pertama dan seterusnya.”