Mohon tunggu...
Cuap Cuap
Cuap Cuap Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang gambar kehidupan

blog uwanurwan.com IG @uwansart

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Negeri yang Tak Lucu

9 Mei 2016   15:07 Diperbarui: 9 Mei 2016   15:13 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukum seolah sebuah permainan yang dapat ditertawakan bersama.

Bukan kali pertama saya mendengar kebobrokan hukum di Indonesia. Sebenarnya bukan di Indonesia saja sih. Tapi karena saya tinggal di Indonesia, banyak bahasan yang kemudian membuat saya mengurangi konsumsi tayangan via televisi dan media lain yang berbau politik. Media punya banyak kepentingan, sehingga apa yang disampaikan sering kabur, hanya mementingkan titik kepopuleran yang berujung uang.

Melalui hukum, orang tak bersalah seringkali menjadi korban untuk diberi label "terpidana". Justru yang benar-benar melakukan tindak kejahatan terlindungi. Seperti yang pernah saya tulis mengenai Indar Atmanto (Baca di sini). Hakim justru menjebloskan Indar Atmanto ke dalam jeruji untuk alasan janggal. Hal yang sama terjadi pada kasus Jero Wacik, mantan Menteri Pariwisata dan Menteri ESDM. KPK menahan Jero Wacik sejak 5 Mei 2015 dengan tiga tuduhan, penyalahgunaan Dana Operasional Menteri (DOM), penyalahgunaan wewenang, dan diduga menerima gratifikasi.

Saya jadi ingat kasus yang benar-benar lucu, sampai dibuat bahan candaan oleh netizen, seperti ujaran hakim Pengadilan Negeri Sumatera Selatan (Sumsel) , "Membakar hutan itu tidak merusak lingkungan hidup karena masih bisa ditanam lagi." Ini sangat lucu. Bagaimana bisa ia menjadi hakim dengan pernyataan sekonyol itu. Tanaman memang bisa tumbuh lagi jika ditanam, tapi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berukuran besar dan tinggi. Masih ada kasus lucu lagi? Ada. Banyak. Hanya saja seolah itu hanya jadi bahan tawa saja. Lelucon yang sebenarnya tidak lucu.

Jadi, saya hanya bisa menatap dan mulai menelan ludah sebanyak mungkin jika saya berniat menjadi pejabat. Niat diri ingin memperbaiki bangsa bisa berbelok atau berakhir di dalam jeruji. Tulisan saya tentang Jero Wacik belum usai karena ini baru pemanasan. Saya akan kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun