Ingatan itu masih bersinar di dalam benakku, terukir dengan indah pada tanggal 13 Desember 2008, sebuah hari yang seakan-akan telah diukir dalam batu kenangan. Bukanlah suatu kebetulan semata, melainkan sebuah perjumpaan antara kehendak dan takdir yang membawaku memasuki dunia yang indah, sebuah dunia yang penuh dengan puisi yang memikat hati.
Cinta terhadap puisi telah menyelinap masuk ke dalam lubuk hatiku sejak masa SMP. Aku telah menghasilkan beragam puisi, meskipun hanya sedikit yang berkesempatan melihat cahaya dunia, dan kemenangan dalam lomba-lomba puisi adalah hal yang sering terlepas dari genggamanku.
Aku ingat dengan jelas, waktu itu aku tengah larut dalam kata-kata indah puisi, melalui layar ponsel pintarku. Ponselku dilengkapi dengan fitur merekam suara yang memungkinkanku merekam sendiri. Impian itu, impian untuk merekam kata-kata puitis dengan suara sendiri, melayang begitu tinggi dalam pikiranku. Namun, pada saat itu, aku masih tak tahu caranya merekam dengan profesional, dan kendala uang selalu menghalangi langkahku. Maka, aku pun memulainya dengan sederhana, hanya dengan ponselku, merekam puisi-puisiku dan mengunggahnya ke SoundCloud.
Perjalanan ini juga tak terlepas dari kehidupan kampusku. Aku aktif dalam organisasi pers fakultasku, sering kali menggunakan perekam suara berupa Walkman kaset untuk wawancara. Suatu hari, tanpa perencanaan, aku merekam salah satu puisiku. Takdir yang tak terduga memutar kasetku di hadapan seorang seniorku, dan suara puisiku tersebar di antara mereka. Rasa malu menyergap, tapi juga rasa senang yang tak terbendung karena mereka mendengarkan. Aku tak bisa menyangkal, rasa bahagia melihat perhatian yang mereka berikan, meskipun di saat yang sama, rasa malu itu masih terasa.
Namun, kisah ini tak berakhir di situ. Senior-senior memintaku untuk membacakan puisiku dalam acara open house fakultas. Ini adalah kesempatan luar biasa. Bersama seorang kakak tingkat, kami menghadap banyak mata yang penuh perhatian. Meskipun gemetar, ada rasa bangga yang mendalam karena aku berhasil melewati tantangan itu. Mereka mendengarkan dengan sungguh-sungguh, tertawa saat menemukan humor dalam kata-kata puisiku yang penuh dengan komedi dan sindiran. Suasana itu membuatku merasa dihargai, dan tepuk tangan yang menggema setelah aku selesai membacakan puisi menjadi hadiah paling indah yang pernah kurasakan.
Dalam momen-momen seperti itulah, aku merasakan dukungan yang hangat dari teman-teman. Walaupun ketakutan dan gemetaran masih menghantui, aku mampu melampaui semuanya dan memberikan penampilan yang menggetarkan hati. Itu adalah momen yang tak terlupakan, di mana aku merasa diperhatikan, dihargai, dan penuh kebahagiaan atas cinta terhadap puisi. Mengagumkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H