Mohon tunggu...
Rizky Utama
Rizky Utama Mohon Tunggu... lainnya -

Pembelajar ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money

Mulai dari Gang Nam Style hingga Raja Ampat

5 Agustus 2014   17:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:22 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407221228856561311

[caption id="attachment_336636" align="alignnone" width="663" caption="Gang Nam Style: http://allthingsd.com/files/2012/10/psy-gangnam-style-1.jpeg dan Raja Ampat: http://blog.kagum-hotel.com/wp-content/uploads/2014/07/Gino-Feruci-Raja-Ampat.jpg"][/caption]

Tulisan saya ini merupakan update dan lanjutan dari apa yang pernah saya tulis sebelumnya. Pada tulisan sebelumnya saya menceritakan tentang pelemahan rupiah yang salah satunya berasal dari current account deficit, dimana impor barang atau jasa kita lebih besar dibandingkan ekspor. Pada kesempatan kali ini, saya justru ingin membahas tentang bagaimana kestabilan nilai tukar yang didapat dengan current account surplus melalui “nilai” dari suatu negara. Nilai yang akan saya bahas disini lebih kepada value suatu negara apabila negara tersebut dianggap sebagai merek (brand). Menurut penelitian Brand Finance, merek suatu negara dapat menambah PDB (pertumbuhan ekonomi) sekitar 1-5%. Sebagai contoh China yang baru –baru ini mengganti trademark “Made in China” menjadi “Made in PRC” yang diartikan People’s Republic of China. Alasan dibalik digantinya trademark itu ternyata karena banyak orang meyakini “Made in China” dikonotasikan sebagai produk murah dan tidak berkualitas, seperti yang diungkapkan Samir Dixit, Director Brand Finance Asia Pacific. Sehingga, China mengganti trademark-nya agar produknya diekspektasikan memiliki value lebih tinggi.

Merek yang sangat mengakar memiliki kelebihan dan kekurangan. McDonald’s, merupakan merek yang dicari siapapun ke negara manapun apabila menginginkan burger, tetapi sebaliknya orang akan menerima segala jenis merek air mineral di Indonesia meski hanya dengan menyebutkan “Aqua”. Bagi McDonald’s ini sangat menguntungkan karena mereka menjadi top of mind untuk produk burger, tetapi bagi Aqua ini merugikan karena mereknya “dipinjam”. Merek menjadi hal penting yang perlu dijaga. Orang akan terus membeli merek yang mereka percaya konsisten dalam penyajian dan pelayanan. Di sisi lain, pengembangan pun menjadi hal yang krusial agar merek tidak ditiru dan orang tidak mudah beralih.

Lalu, perlukah Indonesia menjaga dan mengembangkan “merek”? Pendapat pribadi saya, perlu! Menurut penelitian yang dilakukan Brand Finance pada tahun 2013, Indonesia mendapatkan ranking ke-28 dari 50 negara yang diteliti. Indonesia memiliki “merek” sebagai negara tujuan wisata. Menurut situs International Business Time, Indonesia yang diwakili Bali menjadi satu-satunya negara di Asia masuk menjadi top 10 destinasi wisata turis di dunia. Sedangkan National Geographic menetapkan Raja Ampat menjadi salah satu dari 20 tempat yang harus dikunjungi di dunia. Namun, satu hal yang perlu diyakini apakah benar saat ini Indonesia sudah berbuat banyak bagi perkembangan wisata tanah air yang dapat menjadi pengerak ekonomi dan pendapatan dalam negeri? Merek sebagai tempat wisata yang indah sebaiknya tetap dengan konsisten dipertahankan dengan terus meningkatkan pelayanan dan perbaikan infrastruktur serta pengembangan, misalnya dengan menawarkan hal-hal unik baru dan tempat liburan lain selain yang sudah terkenal saat ini.

Beberapa hal yang perlu disadari juga, bukan bermaksud anti dengan globalisasi, saya juga pernah berpikir saat ini pizza, burger, ayam goreng ala western, sushi mulai bisa menjadi subtitusi makanan pokok kita terutama di daerah perkotaan. Kemudian saya berpikir, apakah bisa makanan pokok Indonesia menjadi subsitusi makanan di belahan dunia lain. Ini pelajaran dan peringatan bagi kita bahwa negara asing dapat mendunia bukan dengan sekejap mata, tetapi dalam jangka waktu yang panjang serta didukung oleh masyarakatnya. Lima belas tahun yang lalu, saya termasuk orang yang tidak meyakini merek-merek dari Korea Selatan seperti LG, Samsung, Kia, Hyundai. Lalu bagaimana sekarang? Korea pun mendunia. Samsung sudah menjadi salah satu merek elektronik yang sangat diperhitungkan di dunia. Hal yang perlu diperhatikan, Korea Selatan mencapai level saat ini tidak dalam waktu singkat. Kepintaran memanfaatkan knowledge dan investasi yang masuk menjadi sesuatu yang sangat menghasilkan bagi mereka. Dan satu lagi, mereka tidak berpuas diri. K Pop, drama Korea, hingga Gang Nam Style pun mendunia. Efek dari merek yang dikenal juga merangsek sampai ke budaya yang mereka tularkan, berimplikasi kepada banyak hal mulai dari makanan khas Korea sampai pariwisata. Mereka mampu mengemas dengan apik, sehingga pemasukan negara terdiversifikasi dan meningkat. Apabila dihubungkan dengan current account surplus menjadi relevan, dimana pemasukkan devisa negara lebih besar dibandingkan pengeluaran negara untuk impor. Sehingga supply dollar lebih banyak dibandingkan demandnya yang pada akhirnya dapat menjaga kestabilan nilai tukarnya.

Lalu peran apa yang perlu dilakukan pemerintah dan masyarakat Indonesia saat ini? Indonesia cukup ternama dengan tempat wisatanya. Mungkin kita perlu konsisten dalam menjaga ini, misalnya dengan membangun infrastruktur baru seperti akses masuk yang mudah, akomodasi yang layak, sampai kepada kualitas kebersihan, keamanan, dan kenyamanan yang terjaga. Alangkah sangat disayangkan apabila National Geographic memberikan penghargaan Raja Ampat sebagai salah satu tempat yang harus dikunjungi di dunia, namun akses ke sana masih cukup sulit dan mahal. Apabila pembangunan infrastruktur sampai kepada penguatan kualitas tempat liburan dilakukan dengan serius, tentunya akan berdampak kepada banyak hal. Tidak hanya pada pemasukkan negara yang pada akhirnya berdampak pada kestabilan nilai tukar. Perekonomian daerah diharapkan juga dapat terangkat yang berdampak juga pada meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Ini hanya merupakan salah satu contoh bagaimana Indonesia perlu memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya dengan kreatif, konsisten, dan bijak. Tidak perlu mencontek negara lain untuk berkembang dan maju, tetapi semangat yang sama dari pemerintah dan masyarakat untuk memperbaiki struktur ekonomi negara ini akan membuahkan hasil pada saatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun