[caption caption="Jalan Protokol di Jakarta (Sumber: 1hal.com)"][/caption]
Kota besar selalu punya daya tarik bagi banyak orang di dunia. Sebagaimana kota besar lainnya di dunia, kota besar di Indonesia juga punya magnet yang kuat bagi kebanyakan orang di Indonesia. Beberapa kota besar di Indonesia seperti Medan, Palembang, Makassar, dan seluruh kota besar di pulau Jawa saja sudah merepresentasikan 10% dari total penduduk di Indonesia (www.un.org, 2011). Diantara kota-kota besar di Indonesia tersebut, kota yang memiliki penduduk terbanyak adalah DKI Jakarta. DKI Jakarta sendiri memiliki jumlah penduduk sekitar 10,1 juta jiwa pada tahun 2011 (bappenas.go.id). Besarnya jumlah penduduk pada dasarnya juga akan berhubungan langsung dengan aktivitas ekonomi di tempat tersebut.
Jumlah penduduk yang besar umumnya akan diikuti dengan size ekonomi yang juga besar. Hal ini sangatlah wajar terjadi karena aktivitas ekonomi dari banyak orang akan mendukung pergerakan perekonomian di daerah tersebut. Aktivitas ekonomi secara sederhana dapat dilihat dari kegiatan orang dalam mencari pendapatan dan kemudian membelanjakan kembali uang hasil pendapatan tersebut untuk kebutuhannya. Pernahkan anda terpikir bahwa dengan dibangunnya rusun-rusun di daerah tertentu khususnya yang perekonomiannya masih belum maksimal tergarap merupakan salah satu asa dalam menjaga pemerataan aktivitas perekonomian di suatu wilayah. Pernahkan terpikir bahwa daerah di sekitaran Cikarang merupakan daerah yang tidak terjamah sebelumnya. Tengoklah ketika daerah tersebut mulai dipenuhi dengan sentra pabrik dan juga gudang-gudang besar. Seketika itu juga, banyak pembangunan dilakukan mengikuti perkembangan perekonomian di sana. Saya mencoba menganalogikan, apabila ada 1 toko kelontong di daerah Cikarang yang omsetnya dalam sehari dulunya hanya 50rb Rupiah, dengan banyaknya jumlah orang yang bermigrasi ke daerah tersebut bisa dibayangkan omset toko kelontong misalnya bisa menjadi 200rb Rupiah per harinya. Tidak hanya sampai di situ, seiring dengan jumlah permintaan yang semakin banyak, lapangan kerja di toko kelontong tersebut juga akan bertambah. Apabila dilihat lebih jauh lagi, penyedia barang bagi toko kelontong juga terkena efeknya seiring dengan naiknya permintaan toko kelontong tadi. Hal seperti ini disebut sebagai multiplier effect dari pembangunan.
DKI Jakarta sendiri merupakan kota di Indonesia yang memiliki size ekonomi yang besar. Beberapa indikator perekonomian di DKI Jakarta menunjukan sumbangsihnya yang besar terhadap perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta memakan porsi sekitar 16% dari perekonomian nasional, begitupun juga dengan inflasi yang memakan bobot 20% dari inflasi nasional. Selain itu, menurut data, jumlah uang beredar khusus bulan puasa saja 29%nya berada di Jakarta (Mengutip pernyataan Bank Indonesia yang dikumpulkan dari berbagai sumber media). Hal inilah yang menjadi alasan Jakarta perlu mendapat sorotan yang sangat tajam dalam mengelola perekonomiannya.
Suka atau tidak suka size ekonomi yang besar dari kota padat penduduk ini punya keuntungan dan kerugian. Dilihat dari sisi keuntungan, apabila pengelolaan perekonomian mulai dibenahi dan menuju ke tingkat yang optimal, perekonomian DKI Jakarta akan membantu perekonomian secara nasional. Bayangkan jika inflasi di Jakarta dapat dikendalikan, sudah barang tentu inflasi nasional akan dapat dikendalikan sekitar 20%nya, hal yang sama juga berlaku dengan pertumbuhan ekonomi. Saat ini perekonomian DKI Jakarta sedang berusaha untuk menuju ke jalan yang optimal. Beberapa terobosan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti pengendalian inflasi pada saat bulan puasa kemarin. Seperti disadur dari berbagai sumber pemberitaan, inflasi di Jakarta pada saat bulan puasa kemarin banyak dipengaruhi oleh kelompok bahan pangan seperti daging-dagingan, telur dan juga beras. Sejumlah langkah antisipasi seperti melakukan operasi pasar secara rutin serta langkah ke depan untuk menggerakan BUMD seperti Dharma Jaya, PD Pasar Jaya serta Cipinang Food Station dalam mengelola stok khususnya yang mempengaruhi inflasi akan membantu dengan sangat signifikan menebas para spekulan harga bahan makanan dan menjaga inflasi ke depannya.
Selain inflasi, pembangunan di DKI Jakarta harus diarahkan dengan lebih produktif dan optimal. Seperti rencana Pemerintah Pusat dalam melakukan reformasi struktural yang diantaranya dengan optimalisasi pembangunan infrastruktur di Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga dalam beberapa hal mulai melakukannya. Pembangunan MRT merupakan asa bagi banyak warga di Jakarta untuk tidak lagi bermacet-macetan di jalan protokol. Efek dari kemacetan tidak hanya membawa dampak yang buruk bagi masyarakat. Bagi negara yang masih melakukan subsidi dalam energinya, hal ini juga akan terus memakan uang subsidi BBM. Meski sekarang langkah Pemerintah dalam mengurangi subsidi BBM sudah dilakukan dengan menetapkan subsidi tetap, namun alangkah baiknya jika pemindahan moda transportasi dari kendaraan pribadi kepada transportasi umum yang nyaman, aman dan lebih pasti akan menambah penghematan negara yang dapat dialokasikan ke tempat yang lebih bermanfaat.
Celah kerugian bagi kota dengan padat penduduk pastilah ada. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah sementara jumlah lahan serta lapangan kerja yang terbatas pastinya akan membawa dampak yang negatif bagi perekonomian. Selain potensi pengangguran, efek lain yang juga dapat terjadi adalah meningkatnya kriminalitas. Untuk itu DKI Jakarta tetap tidak bisa sendiri bekerja. DKI Jakarta tetap harus berkoordinasi dan bahu membahu dengan pemerintah pusat ataupun daerah serta instansi lain untuk menata perekonomian DKI Jakarta yang lebih optimal.
Selain itu, pembangunan seharusnya tidak hanya terpaku pada pembangunan fisik saja, pembangunan manusia yang beretika dan bermental baik juga perlu dilakukan. Mengutip dari beberapa sumber, sistem kurikulum di Indonesia saat ini memang perlu diarahkan lebih optimal kepada pembangunan karakter manusia yang unggul. Salah seorang sahabat pernah bercerita ke saya ketika anaknya mengambil pendidikan dasar di luar negeri, beliau bercerita anaknya sampai level 2 atau kira-kira sama dengan kelas 2 SD masih sulit untuk menghapal perkalian dasar di pelajaran matematika. Tetapi anaknya terbiasa dengan kedisiplinan dan ketertiban seperti menghormati budaya antri, terbiasa dengan mengemukakan pendapat dengan sopan, dan hal-hal lain yang lebih mengarah kepada karakteristik seorang manusia. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi Indonesia atau setidaknya yang saya pernah rasakan di Indonesia. Beberapa kali saya melihat orang menyerobot antrian, tidak beraninya mengungkapkan pendapat karena takut dinilai salah ataupun kelihatan bodoh, dll. Bisa jadi salah satu penyebabnya adalah fokus pendidikan di Indonesia lebih kepada substansi materi ilmu pengetahuan. Tanpa bermaksud tidak hormat, karakteristik manusia sebagai bagian dari sumber daya utama perekonomian juga perlu dibangun dengan lebih optimal sehingga sistem yang nantinya dibangun akan dijalankan dengan lebih optimal dengan karakteristik manusia yang kompeten dan hal ini tidak berlaku untuk DKI Jakarta saja, tetapi juga untuk Indonesia. Kota si padat penduduk pada akhirnya diharapkan dapat mengoptimalkan seluruh sumber dayanya guna berperan dalam perekonomian regional ataupun nasional. "Ayo Bikin Jakarte Tambah Kece dengan Membangun Budaye Yang Oke Punye"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H