Mohon tunggu...
Rizky Utama
Rizky Utama Mohon Tunggu... lainnya -

Pembelajar ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sebaiknya Rupiah Melemah atau Menguat?

9 Maret 2015   19:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:56 5382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_372196" align="aligncenter" width="580" caption="Rupiah vs USD (Source: http://msa-usbi.com/wp-content/uploads/2014/08/1.jpg)"][/caption]

Berita tentang perkasanya nilai Dollar terhadap mata uang negara lain ternyata memunculkan dampak yang tidak kecil bagi Indonesia. Pemberitaan tentang pergerakan Rupiah terhadap USD kemudian muncul di banyak headline media massa. Pertanyaannya sekarang adalah apakah saat ini sebaiknya rupiah melawan USD untuk menguat? Atau mungkin sebaiknya mengikuti arus melemah seperti yang terjadi di banyak negara. Untuk menjawab pertanyaan tersebut sebetulnya perlu beberapa contoh apakah sebaiknya rupiah menguat atau mengikuti arus melemah seperti negara lain tadi.

Rupiah Melemah Seperti Negara Lain ?

Tren pelemahan nilai tukar yang terjadi di banyak negara pada dasarnya tidak hanya semata-mata karena membaiknya data perekonomian AS saja yang kemudian mengakibatkan investor memindahkan asetnya ke USD. Ternyata banyak negara di dunia melemahkan nilai tukarnya dengan sengaja atau bisa dibilang dengan maksud tertentu. Sebagai contoh Jepang. Pelemahan nilai tukar yg by design ini merupakan dampak dari pertumbuhan ekonomi dari negara tersebut yang terus melambat sebagai akibat konsumsi domestiknya yang lemah.

Jepang kemudian mengandalkan ekspor sebagai basis pertumbuhan ekonomi mereka meskipun ini bersifat temporer. Dengan melemahnya nilai tukar diharapkan barang "made in Japan" akan jadi lebih kompetitif dan akan memberikan pendapatan lebih bagi eksportir sehingga pertumbuhan ekonomi yang berasal dari ekspor diharapkan dapat terlaksana sesuai rencana.

Karakteristik ini nampaknya cocok dengan Indonesia yang memiliki tujuan untuk menurunkan impor dan menggerakkan ekspor. Masyarakat Indonesia yang berada pada kategori middle income, memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengkonsumsi. Kemudian konsumsi tersebut ternyata sampai saat ini masih dipenuhi dengan barang impor yang tidak diimbangi dengan perbaikan ekspor.

Untuk mengurangi tingginya impor agaknya pelemahan nilai tukar dapat menjadi alternatif untuk menahan impor. Karena melemahnya nilai tukar akan membuat harga barang impor menjadi mahal. Cara lain adalah mungkin Pemerintah dapat menerapkan aturan baru terkait dengan pembatasan impor. Namun, dengan pembatasan impor tersebut, kelangkaan barang akan terjadi dan menyebabkan instabilitas harga barang dan akhirnya mempengaruhi inflasi dan perekonomian Indonesia. Untuk itu, Pemerintah juga harus dapat mensubstitusi barang-barang yang dikonsumsi masyarakat dari impor tadi melalui supply dari dalam negeri.

Rupiah Perlu Menguat ?

Terkait dengan apakah Rupiah sebaiknya menguat, mungkin kita juga perlu mencari contoh negara lain. Malaysia merupakan salah satu negara di kawasan ASEAN yang juga mengekspor komoditas seperti Indonesia. Pendapatan valas Malaysia, sekitar 20%-nya disumbangkan oleh minyak mentah, gas dan kelapa sawit menurun sebagai akibat dari melemahnya harga kedua barang tersebut serta adanya bencana banjir yang membuat produksi kelapa sawit terganggu. Kemudian dengan serta merta aliran valas yang berasal dari kedua ekspor utama tadi menyusut dan membuat tipisnya supply USD sehingga membuat nilai tukar Ringgit terhadap USD pun melemah. Apa yang dilakukan pemerintah Malaysia? Ternyata mereka mencoba untuk menahan pelemahan nilai tukar dengan membanjiri USD ke pasar.

Intervensi yang dilakukan dengan menggunakan cadangan devisa yang dimiliki Malaysia pun bisa dibilang sia-sia karena nilai tukar Ringgit terhadap USD tidak terus menguat atau setidaknya bertahan. Padahal, cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang membuat investor percaya untuk menempatkan dananya di suatu negara. Penurunan cadangan devisa secara signifikan akan mempengaruhi persepsi investor terhadap suatu negara. Dua lembaga rating yang menjadi referensi investor di dunia yaitu, Fitch dan Standard & Poor’s memberikan “negatif” outlook kepada Malaysia salah satunya karena cadangan devisa mereka yang berkurang lebih dari USD 20 Milyar dalam kurun waktu 5 bulan terakhir.

1425904709655270394
1425904709655270394

[caption id="attachment_372197" align="aligncenter" width="616" caption="Pelemahan Ringgit Terhadap USD (Source: Bloomberg)"]

1425905349150659862
1425905349150659862
[/caption]

Pilihan bagi Indonesia

Melihat dari kondisi tersebut, menurut pendapat saya, Indonesia rasanya sementara memang lebih baik tidak melawan arus pelemahan mata uang dunia terhadap USD. Namun hal yang perlu dicermati adalah, apabila memang melemah rasanya para regulator perlu terus menjaga volatilitasnya dengan baik, karena ini berhubungan dengan perencanaan bisnis dari perusahaan-perusahaan di Indonesia. Tidak hanya sampai disitu, reformasi struktural perlu terus didorong untuk menciptakan iklim perekonomian yang lebih stabil bagi Indonesia, yaitu dengan mendorong ekspor produk yang memiliki nilai tambah serta mensupply kebutuhan lokal dari dalam negeri sendiri. Selain itu, pendalaman pasar keuangan juga penting untuk ditingkatkan agar dana asing yang sudah masuk tidak akan keluar dengan mudah.

Saya mengibaratkan apabila Bali ingin menjadi destinasi berlibur turis asing dalam jangka waktu yang lama, Bali tidak bisa hanya menyediakan 1 hotel saja. Dengan pilihan hotel dan tempat beraktivitas yang beragam akan membuat turis lebih lama tinggal dan mendukung pemasukan dalam negeri. Begitupun juga dengan semakin banyaknya outlet di pasar keuangan yang diharapkan dapat menahan dana asing untuk tinggal lebih lama. Selain itu, ada satu hal lagi yang mungkin perlu diingat, bahwa kebutuhan akan USD akan dapat berkurang apabila transaksi perdagangan barang dan jasa di dalam negeri tidak ada lagi yang menggunakan mata uang asing khususnya USD.

Apabila masih banyak transaksi di dalam negeri yang menggunakan valas khususnya USD, maka akan menambah beban permintaan USD di dalam negeri dan mengakibatkan USD menjadi lebih mahal. Untuk itu, penerapan UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang mewajibkan penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi di dalam negeri perlu terus didorong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun