[caption id="attachment_359511" align="aligncenter" width="620" caption="Proyek Infrastruktur (http://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2014/10/23/34/914617/ini-tantangan-pembangunan-infrastruktur-era-jokowi-oOC.jpg)"][/caption]
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator bagi suatu negara untuk mengetahui apakah perekonomian negara tersebut dapat dikatakan baik atau tidak. Setiap negara pasti menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun sayangnya tidak seluruh negara di dunia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena berbagai faktor di dalamnya. Kemudian banyak juga yang berpendapat bahwa dalam perekonomian suatu negara, pertumbuhan ekonomi membutuhkan keseimbangan yang tepat sehingga suatu negara terkadang tidak bisa memaksakan suatu angka tertentu pada pertumbuhan ekonominya dan lebih memilih keseimbangan
Keseimbangan ekonomi
Salah satu cara menghitung pertumbuhan ekonomi adalah dengan menjumlahkan belanja pemerintah (G) dengan investasi (I), konsumsi (C), dan Ekspor yang dikurangi impor (X-M). Atau dalam rumusnya dijelaskan adalah Y = C+I+G+(X-M). Melihat dari struktur perhitungannya, semakin besar angka di C,I,G, dan X maka semakin baik. Pertanyaannya kemudian adalah apakah tingginya angka pada huruf-huruf tersebut kemudian membuat perekonomian suatu negara menjadi sangat baik? Jawabannya tergantung.
Huruf-huruf tersebut memiliki arti yang lebih bermakna ketika kita melihat lebih dalam. Mari kita ambil contoh perekonomian Indonesia. Pertama dari sisi belanja pemerintah (G), dalam APBNP 2013 (kemenkeu.go.id), didapati hampir setiap tahunnya setidaknya sejak tahun 2007 anggaran pemerintah di dominasi oleh anggaran untuk subsidi BBM dan juga belanja pegawai. Sementara belanja modal yang berisi anggaran untuk peningkatan infrastruktur justru berada di posisi yang ke tiga. Pengembangan infrastruktur pada dasarnya dapat menjadi titik terang derasnya investasi di Indonesia khususnya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan peningkatan lapangan pekerjaan. Bagaimana mungkin daerah seperti pelosok Papua ataupun Sulawesi dapat dijadikan tempat berinvestasi kalau untuk menempuh perjalanan daratnya saja membutuhkan waktu berjam-jam. Dengan adanya pembangunan infrastruktur khususnya ke daerah-daerah terpencil akan mendorong perekonomian daerah tersebut termasuk terciptanya lapangan pekerjaan khususnya bagi masyarakat daerah.
Selanjutnya adalah Consumption (C), konsumsi masyarakat di suatu negara merupakan hal yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Apabila dianalogikan, negara konsumsi masyarakatnya tinggi akan mendorong banyaknya produsen dan investasi di dalamnya dan pada akhirnya akan meningkatkan prospek peningkatan lapangan pekerjaan di Indonesia. Saat ini Indonesia memiliki bonus demografi yang kebanyakan warga negaranya berada dalam rentang usia produktif kerja. Masyarakat yang mayoritas dalam usia produktif kerja akan memiliki pendapatan yang akhirnya berkontribusi dalam peningkatan konsumsi. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi tinggi yang didorong oleh konsumsi di Indonesia dipenuhi melalui barang yang berasal dari impor, sehingga keseimbangan ekonomi pun cukup terusik dibuatnya. Karena dengan besarnya impor yang tidak diimbangi dengan ekspor akan membuat timpangnya pemasukan vs pengeluaran negara dalam bentuk valas yang mengakibatkan langkanya valas dan pada akhirnya akan melemahkan nilai tukar rupiah.
Investasi (I) memiliki peran yang sangat penting untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi suatu negara. Investasi dapat diartikan pembelian modal/barang-barang yang tidak dikonsumsi, namun digunakan untuk kegiatan produksi sehingga menghasilkan barang dan jasa. Dengan melakukan investasi suatu korporasi tidak hanya menambah barang modal saja tetapi dapat juga menambah lapangan kerja yang lebih besar seiring dengan meningkatknya produksi yang dilakukan. Investasi dapat saja berarti tidak baik, apabila dalam rangka pemenuhan bahan baku masih dilakukan melalui mekanisme impor.
Ekspor Indonesiamasih di dominasi oleh barang-barang komoditas yang harga dan permintaannya masih ditentukan dunia. Namun hal tersebut berbanding terbalik dimana Impor Indonesia di dominasi barang jadi atau barang setengah jadi. Apabila dicontohkan, saat ini Indonesia mengeskpor biji coklat ke negara-negara di dunia, namun kembali mengimpornya dalam bentuk coklat jadi dalam kemasan. Secara harga dan permintaan ini jelas jauh berbeda. Harga coklat yang sudah dikemas tidak ditentukan oleh harga dunia karena sudah memiliki nilai tambah, baik berupa kemasan, rasa, dll. Ini berbeda dengan yang masih berbentuk biji coklat di mana negara seperti Pantai Gading, Nigeria, dan Ghana juga melakukan hal yang sama seperti Indonesia, sehingga harga tidak dapat ditentukan sendiri. Yang dibutuhkan Indonesia saat ini justru bukan peningkatan ekspor yang signifikan apabila struktur perekonomian masih di dominasi barang impor. Yang terpenting saat ini adalah menurunkan impor sembari pemerintah dan regulator lainnya melakukan pembenahan struktur ekonomi.
Dari penjelasan di atas, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak serta merta memberikan efek positif bagi perekonomian. Namun dengan belanja pemerintah (G) yang lebih bermanfaat, konsumsi (C) yang terjaga, dan Investasi (I) yang tinggi dan berkualitas, serta adanya pengurangan impor yang disertai dengan perubahan struktur ekspor Indonesia yang berorientasi ke barang jadi (X-M) serta iklim ekonomi yang kondusif akan menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi lebih tahan terhadap gejolak global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H