[caption id="attachment_362195" align="aligncenter" width="500" caption="Nilai Tukar Rupiah vs USD (manajemenppm.files.wordpress.com)"][/caption]
Pergerakan nilai tukar rupiah pada bulan Desember 2014 ini kembali teruji. Menurut kurs harian Bloomberg pada hari Rabu (17 Desember 2014) bahkan sempat bertengger di posisi 12,900/USD. Depresiasi ini bahkkan menjadi yang depresiasi terdalam sejak tahun 1998. Beberapa pemberitaan juga mulai mengaitkan bahwa depresiasi nilai tukar mata uang garuda ini sudah seperti kejadian di tahun 1998. Untuk mengetahui kebenaran dari hal ini, pada dasarnya kita tidak dapat melihat hanya satu indikator saja seperti nilai tukar. Namun perlu dilihat lebih luas lagi dari indikator – indikator perekonomian Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah di Indonesia lebih karena besarnya ketergantungan terhadap dana asing yang mampir di Indonesia. Sedangkan ekspor yang juga menjadi andalan masuknya valas di Indonesia tidak bisa diharapkan karena faktor harga dan melambatnya permintaan dunia.
Krisis Politik 1998 dan Pengaruhnya ke Nilai Tukar
Tidak bisa dipungkiri pada tahun 1997-1998 Indonesia dihantam berbagai masalah. Mulai dari demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa yang ingin melengserkan pemerintahan yang berkuasa, kerusuhan dan penjarahan yang terjadi di berbagai tempat, rupiah yang melemah, bank yang kolaps, dan masih banyak hal kelam lain yang menimpa bangsa ini. Hal ini memicu ketidakpercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia dan membuat dana asing keluar secara besar-besaran. Krisis ketidakpercayaan juga menginggap ke warga negara Indonesia sendiri kepada pemerintahannya. Ketidakpercayaan rakyat Indonesia terhadap pemerintahan merupakan krisis politik. Krisis ekonomi yang terjadi khususnya karena diakibatkan oleh krisis politik akan membuat negara seperti Indonesia yang masih sangat tergantung terhadap dana asing menjadi rentan karena investor melihat stabilitas negara guna menempatkan investasi dan pengembalian yang sepadan bagi mereka.
Aliran dana asing yang keluar dari Indonesia memberikan efek terhadap stabilitas nilai rupiah. Contoh lain yang paling aktual adalah Rusia yang saat ini mengalami pelemahan nilai tukar yang luar biasa besarnya. Hal ini disebabkan oleh politik yang menjalar ke perekonomian. Rusia merupakan negara yang sangat besar bergantung pada hasil buminya yaitu minyak dan gas. Karena perseteruan politiknya dengan AS, membuat ekspor minyak dan gasnya dilarang dalam banyak kegiatan ekspor impornya khususnya dengan negara sekutu AS. Lebih parahnya lagi, harga minyak mendadak jatuh akibat permintaan dunia yang melambat namun tidak diimbangi dengan supply yang dikurangi karena negara – negara Arab yang tidak mau menurunkan produksinya untuk kembali mengangkat harga. Ibarat jatuh tertimpa tangga, investor yang meletakkan dananya di Rusia sangat khawatir, karena investasi yang ditanamkan salah satunya pengembalian dilakukan melalui penjualan minyak dan gas Rusia yang saat ini mengalami masa suram. Hal ini membuat investor kemudian mengalihkan asetnya ke USD yang dinilai lebih aman. Hal ini semakin memberatkan mata uang Rusia.
Fundamental Ekonomi Indonesia Saat ini Lebih Solid dari 1998
Terlepas dari permasalahan politik, saat ini Indonesia sebenarnya menunjukan kondisi ekonomi yang sangat stabil. Jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki karakteristik perekonomian yang sama, Indonesia dapat dikatakan menjadi salah satu yang paling stabil. Untuk melihat hal tersebut dapat, saya akan mengangkat dari dua sisi, perbandingan fundamental kondisi saat ini dan 1998 serta perbandingan dengan negara lain. Mengutip artikel I Made Sentana pada Wall Street Journal, beberapa perbandingan yang menunjang optimisme bahwa saat ini jauh lebih baik dari 1998 dan bahkan kondisi negara berkembang lainnya adalah:
a. Cadangan Devisa pada tahun 1998 berjumlah US$ 17,4 Miliar, jika dibandingkan dengan kondisi saat ini yang sejumlah US$ 111 Miliar, kondisi Indonesia saat ini masih sangat baik dan terjaga.
b. Utang Luar Negeri (ULN), rasio ULN terhadap PDB saat ini adalah 31%. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan tahun 1998 yang mencapai 60%
c. Defisit transaksi berjalan, saat ini berada di kisaran 3% dari PDB. Hal ini berbeda dengan level 1997-1998 yang pernah mencatatkan sampai kepada level 7,5%. Jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Afsel (-6%), Brazil (-3,81%) dan Turki (-6,61%), Indonesia masih dalam posisi yang lebih baik
d. Pertumbuhan Ekonomi. Pada kuartal ketiga 2014, ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 5%. Laju ini memang menurun jika dibandingkan rata-rata pertumbuhan 6% yang tercapai dalam empat tahun belakangan. Namun pada 1998, ekonomi Indonesia bahkan menyusut sampai -13%. Jika dibandingkan dengan negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk yang tetap tumbuh tinggi dan stabil. Pada kuarta III 2014, negara berkembang lain seperti Turki hanya tumbuh 0,4%, Brazil -0,2%, Afsel 1,4%, dan Rusia 0,7%.
e. Inflasi. Laju inflasi 2014 diperkirakan berada pada angka 7,7-8,1%. Angkanya masih bisa ditanggung jika dibandingkan dengan inflasi 78% pada 1998. Negara berkembang lainnya justru mengalami hal yang lebih berat dari Indonesia di tahun 2014. Secara year on year inflasi di Turki berada sebesar 9,15% dan Rusia 9,10%.
f. Suku bunga. BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 7,75% bulan lalu untuk meredam inflasi. Enam belas tahun lalu, suku bunga sempat mencapai 60%, sehingga melumpuhkan bank dan menyuburkan kredit macet.
g. Kredit Macet. Menyusul krisis 1997-1998, BI bekerja keras menerapkan regulasi di industri perbankan, demi mencegah terulangnya keruntuhan sektor perbankan yang kala itu terjadi. Kredit bermasalah saat ini hanya 2,4% dari total peminjaman, jauh lebih rendah ketimbang angka 1998 yang mendekati 30%.
Beberapa bukti yang disebutkan diatas pada dasarnya menunjukan bahwa kondisi pelemahan nilai tukar yang terjadi di bulan Desember 2014 ini tidak sama dengan kondisi 1998. Iklim politik yang masih sangat kondusif serta fundamental ekonomi yang masih sangat solid merupakan bukti bahwa pelemahan nilai tukar bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan saat ini. Percepatan reformasi struktural guna mengurangi kebergantungan Indonesia terhadap dana asing dengan mempercepat dukungan terhadap ekspor yang bernilai tambah tinggi dan menggunakan bahan baku lokal menjadi hal yang sangat penting untuk diwujudkan agar ketahanan ekonomi bisa lebih solid lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H