Kang Dadang memiliki nama yang sempurna untuk disematkan pada spanduk vinyl yang tergantung di depan warung burjonya. Alih-alih menggunakan nama klasik seperti Burjo Barokah ataupun Burjo Kabita, ia lebih senang jika namanya terpampang di sana.
Kang Dadang seorang pendiam, namun cukup ramah dan murah senyum. Pelanggan burjo Kang Dadang sangat menggemari hidangan sederhana warung ini, ditambah lagi jam layanan yang terbilang panjang untuk sebuah burjo. Buka pagi, tutup malam.
Pria ini masih lajang, belum ada satupun Bu Dadang dalam empat puluh empat tahun usianya, meski sudah empat kota yang disinggahinya masing-masing tak kurang dari empat tahun.
But there is this girl.
Rumi, supervisor di salah satu cabang kantor perusahaan ekspedisi. Kantor itu ada di seberang Stasiun Lempuyangan. Rumi berusia 32 tahun, seorang pekerja keras dan juga lajang.
Layaknya pekerja-pekerja di seputaran Lempuyangan, makan siang di burjo Kang Dadang sudah sering ia lakukan. Uniknya Rumi tidak pernah sekalipun memesan Bubur Kacang Ijo. Justru mie rebus instan yang menjadi hidangan favoritnya.
Kang Dadang sudah hafal dengan kebiasaan dan jadwal makan Rumi, seperti selalu meminta agar mie rebusnya ditambah potongan cabe, seperti Es Teh Rumi yang dibuat tidak terlalu manis. Dan juga kebiasaan Rumi menambahkan sobekan nori di atas mie rebusnya.
Khusus nori ini, Kang Dadang belum bisa memenuhi permintaan Rumi untuk menyediakan stok nori di warungnya. Alasannya nori tidak bisa ditemui di pasar Lempuyangan.
Rumi pun demikian. Sudah sangat hafal dengan cara Kang Dadang melayani para pelanggan Burjo nya. Kang Dadang selalu menyajikan makanan dan minuman yang dipesan secara bebarengan, sehingga Rumi yang lebih suka menikmati es tehnya sembari menunggu mie rebusnya matang, harus meminta agas es tehnya disajikan terlebih dahulu.
Rumi menyimpan nomor handphone Kang Dadang untuk memesan mie rebus dan diantarkan ke kantornya. Sementara Kang Dadang sedikit berbeda, tanpa menyimpan nomor telepon Rumi, Kang Dadang sudah hafal dengan urutan nomor handphone milik Rumi.
Selain urusan pesan memesan makanan, mereka tidak pernah berkomunikasi melalui handphone, bahkan saat makan di Burjo pun Rumi tidak terlalu banyak bicara.