Bukan saja kita repot dalam mencari tempat sampah melainkan kita juga repot untuk membuangnya karena di jepang minimal ada tiga jenis peruntukan sampah sehingga kita belajar untuk memilah-milah sampah sendiri.Â
Pengalaman unik mengenai membuang sampah ini saya rasakan ketika jam makan siang setelah kegiatan lesson study selesai bertempat di University Of Tsukuba, disana terdapat 5 jenis tong sampah lengkap dengan label gambar dan tulisannya, yaitu untuk siswa makanan, plastic, botol kaca/minuman kaleng, tutup botol, kertas/tissue.Â
Saya diajarkan rekan untuk membuang sampah dari botol air minum yaitu dengan membuka label minumanannya, kemudian pisahkan botol dan tutup botolnya, remas botol plastiknya baru kemudian di buang sesuai dengan jenis sampahnya.
Peraturan tentang sampah ini juga ketat dan tegas. waktu itu diceritakan oleh murid yang sekarang sudah bekerja di sana, jika ada toko yang tidak memilah sampahnya makan bisa dipastikan besok dan seterusnya sampahnya tidak akan diambil. Konsekuensi Ini hanya untuk kesalahan tidak memilah sampah apalagi kalau membuang sampah sembarangan bisa dibayangkan bagaimana konsekuensinya.
3. Budaya tidak makan dan minum di sembarang tempat
Selama di jepang, saya juga tidak menemukan orang-orang makan disembarang tempat apalagi makan sambil  jalan, sambil nungu naik kereta atau naik bus. Ini terjadi mungkin karena mereka menjaga juga budaya mengelola sampah. Mereka jika makan atau minum pasti di tempat makan atau di rumah dan itupun dengan tertib tidak ada yang sambil mengobrol seperti layaknya kita di Indonesia.
4. Budaya untuk tidak berisik di tempat umum
Hal ini saya temui ketika di dalam kereta, di dalam bus dan di tempat makan. Orang-orang jepang sangat jarang sekali terlihat berbincang, bersosialisasi di temapt-tempat tersebut. Mereka hanya sibuk dengan kegiatannya masing-masing, biasanya mereka biasanya baca buku, nonton film, mendengarkan musik dan memainkan gadget. Hal ini bagi sebagian besar masyarakat Indonesia tentu sangat bertolak belakang yang mana memiliki karakter gotong royong dan senang bersosialisasi.
Dari budaya-budaya tersebut tentunya ada yang cocok diterapkan di Indonesia ada juga yang tidak tetapi harapannya kita dapat belajar dan menerapkan budaya mengantri dan pengelolaan sampah yang mana kita masih sering menemukan ketidaksabaran dan ketidakpekaan orang-orang ketika mengantri.Â
Contohnya ketika akan menggunakan lift masih ada yang menunggu di depan pintu padahal itu menghalangi jalan bagi yang mau keluar dan itupun terjadi pada saat mengantri wudhu di masjid rest area maupun masjid-mesjid umum yang lain.Â