Mohon tunggu...
Witut Jepara
Witut Jepara Mohon Tunggu... wiraswasta -

jujur sejujur-jujurnya

Selanjutnya

Tutup

Money

Cerita Tentang Seorang Seniman Ukir Jepara

13 September 2013   00:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:58 2185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_278401" align="aligncenter" width="483" caption="ukiran pak topo senenan jepara"][/caption] Tulisan  ini saya ambil dari curhatan seseorang yang berasal dari daerah kecil di Kabupaten Jepara Jawa Tengah, yang mana beliau ini adalah seorang seniman ukir, putra daerah yang berniat mengembangkan dan memajukan salah satu kekayaan budaya Indonesia, yakni seni ukir. Ukiran memang identik dengan kota Jepara, di kota inilah para pengrajin ukiran menggantungkan hidupnya dari hasil pahatan pada sebilah papan kayu. Kayu-kayu tersebut sedikit demi sedikit dipahat menggunakan palu kayu (ganden-jawa) dan pahat (tatah-jawa). Ukiran yang sekarang menjadi barang langka dan terlihat aneh meskipun yang memandang adalah penduduk daerah Jepara sendiri. Kenapa? Karena begitu sedikitnya para penerus yang mempelajari ukiran relief jepara. Relief merupakan suatu bentuk seni rupa, atau menurut wikipedia Indonesia, Reliefadalah seni pahat dan ukiran 3-dimensi yang biasanya dibuat di atas batu. Tetapi di Jepara Relief dibuat dari kayu, bisa dari kayu jati, kayu mahoni, kayu sono, kayu meh, atau kayu yang lain. Kayu-kayu tersebut kemudian diukir sedemikian rupa sehingga membentuk suatu ornamen yang nantinya bisa menjadi barang seni yang bernilai tinggi. [caption id="attachment_278405" align="aligncenter" width="620" caption="Sutopo pengrajin ukiran relief"]

[/caption] Apakah diantara pembaca ada yang mengenal sosok orang yang mengukir dalam foto ini? Mungkin sebagian besar pembaca tidak ada yang mengenal sosok dalam foto tersebut, tapi bagi warga desa Senenan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, atau lebih tepatnya warga Gang Sentra Ukir Kerajinan Relief, sosok dalam foto di atas tidaklah asing. Ya, beliau adalah Bapak Sutopo, salah satu warga Rt 01 Rw 01 Desa Senenan ini merupakan salah satu pengukir relief yang sampai sekarang masih menggeluti produksi ukiran relief. 50 tahun yang lalu beliau lahir dan besar di tengah-tengah kehidupan para seniman ukir relief. Sifatnya yang pantang menyerah dan selalu ingin belajar menjadikan Bapak Sutopo tidak bosan bekerja dibidang ukir relief. Jasa-jasa beliau dalam kemajuan seni ukir relief tidak diragukan lagi. Sejak masih berumur 10 tahun, beliau bergelut di bidang pekerjaan seni ukir. Sudah tidak terhitung lagi karya-karya beliau yang terjual dan dimiliki oleh penikmat seni ukir, baik pembeli dari dalam negri maupun dari luar negri. Menurut pengamatan penulis, Bapak Sutopo ini pernah diwawancarai dan di foto oleh wartawan dari Kompas. bahkan artikel dengan foto beliau pernah ditayangkan di kompas.com, ini link nya http://regional.kompas.com/read/2012/07/13/06201271/Kerajinan.Ukir.Jepara.Maju.Sekaligus.Mundur. Bapak Sutopo telah mengukir selama kurang lebih 40 tahun, dan tidak tahu sampai kapan beliau akan mengakhirinya. Kecintaan beliau akan ukiran relief, dituangkan dalam karya-karya ukiran 3 dimensi. Relief merupakan salah satu ukiran dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi, hanya orang-orang dengan jiwa seni tinggi yang mampu membuatnya. Sampai sekarang Bapak Sutopo dibantu beberapa tetangga sekitarnya masih memproduksi ukiran relief di rumah mungilnya. Rumah yang sekaligus dijadikan showroom ukiran ini hanya berjarak 200 meter masuk gang dari Gapura Sentra Ukir Kerajinan Relief yang berdiri di depan RSUD. RA. Kartini Jepara.

[caption id="attachment_278507" align="alignnone" width="589" caption="gapura sentra kerajinan seni relief/ukir senenan jepara"]

[/caption] Selain mengerjakan pesanan,  beliau ini juga masih sempat mengajari beberapa anak muda di sekitar rumahnya yang berniat belajar ukir relief. Dengan sabar beliau mengajari sedikit demi sedikit sampai si anak mampu membuat sendiri ukiran relief yang halus. Tidak terhitung lagi berapa anak daerah kampung beliau yang berniat mengukir diajarinya sampai bisa, dan hebatnya beliau tidak pernah meminta imbalan sepeserpun. Beliau kerjakan dengan ikhlas, "Agar pengukir relief masih ada penerusnya, saya sudah senang mas" begitu katanya ketika saya tanya kenapa tidak meminta imbalan. "Saya sedih mas jika melihat anak-anak muda sekarang yang tidak mau belajar mengukir, penerusnya dari waktu ke waktu semakin berkurang" kata Beliau, "Anak-anak muda sekarang lebih menyukai pekerjaan yang langsung dapat uang, meskipun pekerjaan itu nantinya akan mematikan kreatifitas anak itu sendiri" imbuhnya. Ya, anak-anak muda sekarang memang cenderung memilih pekerjaan instan, asalkan dapat duit mereka tidak tidak peduli dengan budayanya sendiri. Kekayaan budaya yang seharusnya dilestarikan dan dikembangkan kini mulai ditinggalkan tuan rumahnya. Mereka terlena dengan pekerjaan instan dan gaji seadanya. Memang, ukiran relief kadang harus memerlukan waktu lama dalam membuatnya, tingkat kesulitan yang tinggi juga sedikit banyak mempengaruhi berkurangnya penerus seniman ukir. Namun hal itu tidak boleh dijadikan alasan untuk menjaga kelestarian ukiran, banyak cara yang bisa kita lakukan untuk memajukan suatu budaya. Mengikuti pameran nasional atau internasional, mengadakan lomba memahat ukiran, adalah merupakan beberapa contoh mengenalkan dan memajukan seni budaya. Selain itu, pemerintah yang terkait dengan seni budaya juga harus ikut membantu memajukan kekayaan budaya ini, tindakan-tindakan yang nyata patut ditunggu. karena kalau bukan kita siapa lagi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun